Typo bertebaran:))
Huhu, terimakasih banyak buat yang sudah mampir dan membaca cerita ini^_^ terimakasih juga untuk vote dan komentarnya, I'm so happy, cuz ini bener-bener diluar ekspektasi ku.
Happy reading:))
**
Pagi ini, aga sudah siap dengan seragam sekolahnya. Sengaja masuk hari Selasa, supaya tidak ada lagi drama yang dia buat di lapangan upacara. Persetan dengan larangan Papa yang menyuruhnya untuk masuk Minggu depan, meski bukan golongan siswa pintar dan rajin, Aga juga tetap memikirkan nasib tugas sekolahnya yang pasti sudah menumpuk bagai sampah di laci meja Gavin, apalagi sekarang dia sudah kelas dua belas, bukan waktunya untuk bercanda.
Ketika keluar kamar, pintu kayu di samping pintu kamarnya juga ikut terbuka membuat si pemilik saling bertatapan, tapi lagi dan lagi hanya tatapan datar tanpa sapaan yang Aga dapat. Saga melengos begitu saja setelah menutup pintu kamarnya dengan lumayan kencang. Aga menghela napas kasar, sampai kapan mereka akan seperti ini?
Sejak insiden ribut enam hari yang lalu, Saga masih belum mau bicara dengannya. Sebenernya aga juga salah karena dia juga tidak berusaha menemui Saga. Selama enam hari terkahir yang dia lakukan hanya diam dikamar sambil merenungi kesalahannya. Tapi pagi ini, Aga bertekad untuk membuat semuanya Kembali seperti semula. Memperbaiki hubungannya dengan Saga juga menghilangkan kecanggungan yang terjadi diantara keluarganya.
Aga berjalan cepat menuruni anak tangga untuk menuju ruang makan, dan ternyata sangat ramai. Keluarga papa masih menginap sampai seminggu kedepan, hanya saja Bella dan Bara tidak ada, mereka berdua dititipkan pada orangtuanya Bu Trisha. ayahnya Saga juga masih ada di rumah karena beliau baru bisa pulang dua hari yang lalu.
Dapat Aga lihat, jika Saga masih berdiri sambil meminum segelas susu. Kedua netra mereka kembali bertubrukan, Aga mencoba tersenyum tapi Saga malah melengos, setelah menghabiskan segala susu, Saga langsung pamit berangkat tanpa menoleh ataupun menyapa Aga yang masih berdiri di ambang pintu.
"Aga, kenapa malah berdiri di situ?"
Aga menoleh, sejak seminggu yang lalu juga ada yang aneh dengan ibu tirinya. Dia jadi lebih perhatian, dan yang lihat perhatian ini tulus dan bukan sekadar formalitas. Bu Trisha tersenyum paksa ketika Aga lagi-lagi mengabaikan pertanyaannya.
Semua mata tertuju pada Aga yang sedang meminum segelas teh manis hangat dengan tergesa, Mami Sonya memasukan sekotak bekal kedalam tas Aga.
"Buru-buru banget sih, ga?" Tanya Mami Sonya.
"Mau kejar Saga, Mi."
Aga baru hendak mencium punggung tangan Mami Sonya sebelum suara berat itu menghentikan aktivitasnya.
"Siapa yang ngizinin kamu sekolah?"
Aga menoleh, menatap wajah papanya yang sedang menatap tajam dirinya.
"Aku gak perlu izin Papa."
Aga segera melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, mencium tangan mami Sonya, pak Bambang, dan Eyang Mira yang mengusap kepalanya dengan lembut sambil tersenyum hangat, sungguh menenangkan.
Tanpa memperdulikan teriakan Papa yang menggema, aga langsung berlari keluar ruang makan, membuat Bayu mengepalkan tangan karena merasa di abaikan, juga membuat Trisha terdiam karena dirinya sama sekali tidak dilirik oleh Aga.
***
Aga tidak bisa fokus selama perjalanannya menuju sekolah. Motor itu berjalan pelan tapi pemiliknya masih asik bergelut dengan pikirannya sendiri. Tapi tiba-tiba suara klakson dari arah belakang membuat Aga terkejut, tangannya refleks menarik pedal gas membuat Aga hilang keseimbangan dan terpental ke bahu jalan, motornya juga ikut terguling setelah menabrak trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYAN (end)
Teen FictionJika bisa memilih, mungkin seorang Abyan Naraga juga tidak ingin lahir dari 'sebuah kesalahan'. Sejak lahir, Aga di rawat oleh eyang dari Papa, karena kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah, usia yang masih muda membuat mereka merasa tak bisa m...