21

5.3K 551 39
                                    

Typo bertebaran:))))
Thanks for 11k reader, bonus double up nih. Eheee




****

Dengan kekuatan seadanya, Aga berhasil sampai di depan gerbang sekolah mungkin sedetik sebelum satpam mengunci gembok gerbang. Aga itu termasuk siswa yang sopan, jarang membuat masalah dan selama ini tidak pernah terlambat, membuat satpam bernama Purnomo itu tak tega mengunci Aga diliar gerbang sampai guru BK datang. Alhasil, Aga diizinkan masuk karena tidak ada siswa selain Aga yang masih ada di luar.

"Makasih, pak."

Satpam itu mengangguk sambil tersenyum, Aga baru masuk lagi setelah wakil kepala sekolah alias Eyang Aga meninggal. Dia juga men dengar dari perbincangan guru-guru jika anak remaja berkulit pucat itu kembali masuk rumah sakit karena syok. Dalam hati satpam itu bergumam lirih, sedikit kasihan juga pada Aga. Ternyata benar kata orang, banyak uang tak menjamin kebahagiaan. Tersadar dari lamunannya, satpam itu segera mengunci kembali pintu gerbang sebelum guru BK yang galaknya kebangetan datang patroli, bisa gawat kalau sampai dia ketahuan meloloskan seorang siswa yang terlambat, meskipun itu adalah Aga.

Aga memarkirkan motornya di tempat yang tersisa, tapi tak apa, pulang sekolah nanti dia tidak perlu menunggu sampai parkiran sepi karena motornya ada di ujung yang mudah di keluarkan. Saat hendak melepaskan helm, aga meringis sakit ketika tangan kanan bagian atasnya sedikit ngilu saat di gerakkan ke atas. Aga melihat keadaan telapak tangannya yang masih kotor dengan darah mengering disekitar goresan.

Kembali menghela napas, aga turun dari motor dan berjalan sedikit terseok karena kaki kanannya mulai ngilu dan sakit saat dipaksa berjalan. Berusaha menaiki tangga dengan cepat karena bel masuk sudah berbunyi, tapi mah bagaimana lagi? Bisa sampai di lantai dua saja rasanya sudah sangat bersyukur.

Aga mengetuk pintu kelas yang sudah tertutup pertanda jika guru pengampu sudah masuk, setelah mendapatkan izin, aga segera membuka pintu dan membuat satu kelas terkejut karena yang mereka tahu Aga masih izin sampai Minggu depan, apalagi setelah melihat pakaian aga yang sedikit kotor dengan langkah terseok saat menghampiri meja guru untuk memberi salam.

"Loh, Aga, kamu kenapa?"

"Jatuh dari motor Bu, jadi saya telat," ucap Aga sambil meringis pelan.

Guru berjilbab hitam itu menggeleng pelan, kemudian melirik telapak tangan Aga yang sedikit kotor.

"Udah di obatin belum?"

"Belum Bu, lagian cuma jatuh aja, kaget ada kucing nyebrang."

Guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia itu menghela napas, "yasudah, kalau kerasa sakit jangan di tahan ya, lebih baik kamu bersihin luka di tangan kamu dulu, takutnya ada infeksi, sekalian periksa sama dokter jaga aja di UKS."

Aga menggeeleng cepat saat Bu guru hendak memanggil anak PMR, bulannya apa, hanya saja Aga masih tidak sanggup untuk bertemu Raya.

"Gak usah Bu, nanti aja di obatinnya pas istirahat. Lagian cuma ke gores dikit doang, besok juga sembuh."

"Istirahat langsung di obatin, kalau gak bisa jalan, panggil aja dokternya. Jangan sampai enggak," ucap Bu guru, kemudian menyuruh aga untuk duduk di kursinya. Setiap guru di sini sudah tahu akan riwayat penyakit Aga, apalagi tadi dia melihat jika aga berjalan dengan terseok yang dipaksakan baik-baik saja.

Mendapatkan tatapan maut dari Satya dan Gavin, Aga hanya bisa menunjukan senyum Pepsodent andalannya. Wajahnya yang kelewat manis saat tersenyum lebar biasanya bisa meluluhkan hati orang. Dan itu terbukti, Gavin berdecih pelan dan Satya yang menggeleng samar.

Aga duduk di kursinya, kemudian mengecek Ponselnya yang bergetar saat diletakan di meja, mengkerutkan kening ketika melihat jika si pengirim pesan adalah Papa, keningnya mengkerut dalam ketika membaca isi chat WhatsApp tersebut, kemudian kembali menghela napas yang kesekian kalinya di pagi ini.

ABYAN (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang