25

9.2K 615 70
                                    

Bagian paling menyedihkan dalam sebuah kisah itu adalah perpisahan yang masih mengandung beban. Berat, namun tak bisa di hentikan karena semua sudah takdirnya. Tak ada yang bisa mengganggu gugat ataupun sejenisnya, mau orang kaya, orang biasa bahkan orang paling berkuasa sekalipun tidak bisa mengubah takdir yang sudah tertulis di atas sana.

Bayu terlihat seperti orang gila ketika petugas medis yang di panggil bambang melalui sambungan telpon datang untuk membawa aga ke rumah sakit. Tangannya dengan kuat mendekap tubuh aga yang mulai dingin, darah yang masih berjejak di mulut sampai ke lehernya mulai mengering, dengan nafas yang jika dilihat sekilas mungkin tak terasa.

Saga mematung ketika tubuh aga di lepaskan dengan paksa dari dekapan papanya. Bayu memberontak, membuat Darel yang sedang mendekap Nadya ikut memegang tubuh Bayu karena Bambang terlihat kewalahan. Nadya yang mulai sadar, langsung mengikuti petugas medis meskipun sesekali tersandung kakinya sendiri. Mami Sonya memapah eyang Mira menuju sofa yang terletak di depan kamar, ibunya punya hipertensi, Sonya hanya tidak mau jika eyang Mira berakhir seperti eyang Gusti ketika mengetahui kebenaran tentang mereka, tentang Nadya yang masih sama, tentang Bayu yang belum jujur, juga tentang keluarganya yang akan pindah.

Karena sebenernya, yang paling menyayangi Aga adalah eyang Gusti, meskipun tidak di perlihatkan secara langsung.

Nadya duduk di samping Aga yang terbaring di brangkar ambulans, petugas medis mulai membersihkan darah di sekitar mulut dan hidung agar tidak menyumbat jalur pernapasan, napasnya melemah, tekanan darahnya turun drastis sehingga kulit agar terlihat begitu pucat bagai tak bernyawa.

Nadya terus menggenggam tangan dingin Aga dan sesekali mengecupnya. Berharap dapat memberikan kehangatan pada tubuh aga yang dingin. Air matanya sudah berhenti mengalir, menyisakan isakan kecil yang coba dia tahan.

"Aga ... Bangun, nak. I-ini Mama."

"I-ini Mama, sayang ... "

"A-aga dingin banget, ayo b-bangun nanti-- Mama peluk ... "

"A-aga ... "

Tangisnya kembali pecah ketika Aga sama sekali tak bergerak, para petugas di sana tak bisa berbuat banyak, mereka hanya menatap miris pada Nadya yang terlihat berantakan sambil menangisi putranya yang sudah sekarat.

***

Aga mengalami pembengkakan limpa akibat pukulan benda tumpul, ada memar di sekitar perut kirinya, dan kini sudah pecah. Mengakibatkan pendarahan di rongga perut sehingga terjadi muntah darah.

Seharusnya dilakukan splenektomi, tapi kondisi Aga tidak memungkinkan untuk melakukan pembedahan. Syok hivopolemik yang terjadi akibat pecahnya limpa membuat Aga hilang kesadaran. Tekanan darahnya turun drastis membuat nadinya melemah dan hampir mengalami serangan jantung.

Tekanan darahnya sangat rendah, tapi tidak bisa di lakukan transfusi. Terjadi penumpukan zat besi pada organ hati, karena penanganan yang terlambat, mengakibatkan komplikasi yang membuat organ Hati menjadi rusak dan mengalami sirosis.

Bayu merasa mati detik itu juga setelah dokter mengatakan apa yang terjadi pada Aga. Putranya kesakitan, namun tak ada yang tahu. Air matanya kembali turun, kemudian menoleh pada kaca bening yang menjadi tembok antara dirinya dan Aga yang terlihat mengenaskan dengan berbagai alat yang terpasang di tubuh kurusnya. Tubuh berrona pucat itu terlihat tenggelam di balik pakaian rumah sakit dan selimut tebal.

Remaja delapan belas tahun itu belum melewati masa kritisnya, setelah mendapatkan penanganan pertama di IGD, Aga harus dibawa ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan lebih intensif.

Dokter Bram mengehla napas, kemudian menggeleng pelan.

"Kami sudah berusaha, namun Aga benar-benar berada pada titik terendahnya. Keadaannya menurun drastis, komplikasi nya sudah menyebar ke hati akibat penumpukan zat besi, seharusnya aga melakukan pembedahan untuk mengangkat limpanya, tapi tekanan darahnya tak kunjung naik."

ABYAN (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang