Sejujurnya, Aga menyesal tidak pulang kerumah dan malah melanjutkan perjalanan menuju sekolah padahal sudah tahu jika kelasnya berada di lantai dua. Alhasil, setelah menunggu sekolah cukup sepi, dengan di bantu Satya dan Gavin Aga berhasil menuruni satu persatu anak tangga walaupun harus beberapa kali menepi karena Aga merengek jika kakinya sakit.
"Serius gak mau kita Anter?" Tanya Gavin memastikan.
"Iya, Papa bilang mau jemput. Paling bentar lagi Dateng."
"Yaudah kita tungguin sampe Papa Lo Dateng." Final Satya.
Aga menghela napas, "gak usah, Lo berdua pulang aja. Gue udah gede, kaga perlu di tungguin."
"Tapi kan kaki--"
"Bacot banget, udah Sono pulang!" Titah aga, membuat dua kutu kupret itu berdecak pelan. Kemudian pamit dan berpesan jika Papa aga tidak menjemput, langsung menghubungi mereka.
Aga melambaikan tangannya ketika motor Gavin dan Satya mulai berjalan meninggalkan kawasan sekolah, meskipun tidak akan terlihat.
Sebenarnya masih ada siswa siswi yang masih disekolah, mungkin sedang mengerjakan tugas ataupun anak ekstrakurikuler yang biasanya kelewat rajin. Dan ini hari Senin, ekstrakurikuler yang mempunyai jadwal hari Senin adalah PMR. Aga benar-benar berharap Papa segera datang sebelum dia kembali bertemu Raya.
Tapi harapan hanya harapan, hampir satu jam berdiam diri parkiran. Namun tanda-tanda Papa akan datang belum juga muncul, aga sudah mencoba menghubunginya namun tak ada jawaban. Duduk dipojokan begini, Aga berasa jadi tukang parkir. Kesal menunggu, akhirnya Aga memutuskan untuk berjalan keluar dan mencari kendaraan umum. Bodohnya, Aga lupa jika dia punya ponsel yang bisa digunakan untuk memesan ojol.
Keadaan benar-benar sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang masih terparkir tapi pemiliknya entah ada dimana. Pak satpam pun tidak ada di pos nya. Untungnya, sekolah Aga berada tepat dipinggir jalan raya, sehingga tidak sulit menemukan kendaraan umum seperti taksi.
Aga duduk di halte bus yang disediakan sekolah bagi murid beasiswa yang setiap hari diantar jemput, hari yang sudah cukup sore membuat taksi-taksi yang biasanya seliweran di jalan mulai susah ditemukan. Kalau kaki dan tangannya tidak sakit, mana mau dia berlama-lama menunggu angkutan umum. Sebenernya dia bisa saja menghubungi Saga untuk menjemputnya, tapi keadaan mereka belum membaik, membuat Aga sungkan untuk meminta tolong.
Deru halus mesin motor matic terdengar disusul beberapa kendaraan siswa yang tadi terparkir mulai keluar dan meninggalkan kawasan sekolah, tak ada satupun yang menghampiri atau menawarkan tumpangan pada Aga yang terlihat mengenaskan itu, ya karena memang mereka tidak kenal, tidak saling kenal atau mungkin tidak mau kenal.
Dapat Aga lihat, raya baru keluar. Gadis itu menoleh, sehingga kedua mata mereka terkunci untuk beberapa detik sebelum Saga datang dengan motornya. Bukannya menyapa Saga, raya malah berjalan menuju Aga.
"Belum pulang?"
"Nunggu jemputan."
Saga memarkirkan motornya di depan mereka berdua, kemudian membuka kaca helm fullface nya.
"Ayo."
Aga dan raya menatap Saga, ini siapa yang di ajak?
"Ayo, ray."
Raya yang merasa terpanggil langsung menggeleng, "aku pulang sendiri aja, mending kamu bareng Aga."
"Aku kesini, buat jemput kamu, ray."
"Tapi tadi pagi Aga--"
Aga segera menyela ucapan Raya sebelum Saga mengetahui yang sebenarnya. "Gue bisa pulang sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
ABYAN (end)
Teen FictionJika bisa memilih, mungkin seorang Abyan Naraga juga tidak ingin lahir dari 'sebuah kesalahan'. Sejak lahir, Aga di rawat oleh eyang dari Papa, karena kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah, usia yang masih muda membuat mereka merasa tak bisa m...