Tubuhku Sudah Mulai Rusak

129K 6K 817
                                    


                                              *****

"Din, gw keluar dulu ya, mau makan," ucap Karno.

"Siap, Mas," balasku.

"Eh, Din. Kalau ada telepon gak usah diangkat."

"Kenapa emang, Mas?"

"Pokoknya gak usah," balas Mas Karno seraya berjalan meninggalkan pos satpam.

Mas Karno sudah berkerja di rumah sakit ini selama lima tahun. Sedangkan aku, baru hari ini mulai bekerja. Entah kebetulan atau gimana, hari pertama kerja malah kebagian shift malam.

Shift malam di sini berbeda sekali dengan tempat kerjaku sebelumnya. Di sini lebih sepi, hanya ada beberapa suster atau keluarga pasien yang lalu-lalang.

Kring!

Mataku langsung tertuju pada telepon di atas meja.

"Siapa sih malem-malem nelpon, ngagetin aja," gumamku seraya berjalan mendekati meja.

"Angkat gak ya?" pikirku setelah teringat ucapan Mas Karno tadi. "Ah ... angkat aja dah, sapa tau penting."

"Halo," sapaku, tapi tidak ada jawaban.

"Halo?" Masih tidak ada jawaban.

Tut!

Tiba-tiba telepon terputus.

"Ah paling kerjaannya Mas Karno," gumamku pelan lalu kembali duduk di kursi dan menonton TV.

__________

Dua puluh menit kemudian, Mas Karno sudah kembali ke pos satpam.

"Gimana, Din?" tanyanya.

"Gimana apanya," balasku.

"Ada yang nelpon gak?" Senyumnya sedikit mengembang. Ah ... aku sudah tau, pasti telepon tadi ulahnya.

"Tuhkan ... Mas Karno iseng ya tadi?"

Mas Karno tetawa terbahak-bahak, "Gw cuman ngetes doang," balasnya lanjut tertawa.

"Saya sih dah biasa. Dulu pas jaga gedung kantoran, sering juga telpon bunyi sendiri. Pernah juga lift naik turun sendiri."

"Yah ... gagal dong gw."

Aku pun tertawa.

Kami pun lanjut ngobrol tentang cerita-cerita yang beredar di rumah sakit ini.

"Di sini gimana, Mas? Ada gak tempat yang paling ditakutin," tanyaku.

"Biasanya kamar mayat, gw kalau lagi patroli sendiri, males banget dah lewat sana. Mana harus lewatin lorong panjang gitu."

"Emang kamar mayatnya di mana?"

"Di bagian belakang bagunan ini, agak pojok. Deket sama pemakaman rumah sakit."

"Oh."

"Eh gw sakit perut, mau ke kamar mandi dulu," ucap Mas Karno.

"Ok, Mas."

"Hati-hati ya," ucapnya sambil melebarkan senyum, lalu berlari ke kamar mandi.

*

Kondisi rumah sakit benar-benar sepi. Sejak tadi belum terlihat orang yang masuk ataupun ke luar. Aku duduk di kursi depan pos satpam, sambil mengamati area sekitar.

Kring!

Telepon kembali berbunyi. Spontan aku menengok ke belakang.

"Males ah, paling Mas Karno iseng lagi."

Kring!
Kring!

Telepon terus berbunyi. Aku mulai terganggu dengan suaranya. Dengan cepat aku berjalan ke arah meja dan mengangkatnya.

"Mas gak usah iseng, dibilang saya gak takut," ucapku.

Sayup-sayup kudengar suara seorang wanita menangis dari balik telepon. Suaranya benar-benar menyayat hati.

"Udah ah, Mas. Gak lucu!" Aku langsung menutup telepon.

Dug!

Kudengar suara hentakan sepatu bot. Ternyata Mas Karno sudah ada di depan pintu pos.

"Lu ngerjain gw, Din?" tanya Mas Karno dengan wajah ketakutan dan nafas tersengal-sengal.

"Ngerjain apa, Mas. Daritadi saya di sini," balasku.

"Tadi pas gw lagi buang air besar, ada yang gedor-gedor pintu. Pas gw tanya gak ada jawaban. Terus di kamar mandi sebelahnya, ada bunyi penutup toilet kaya dimaen-maenin. Pas gw cek ke luar, ternyata kosong. Gak ada siapa-siapa," jelas Mas Karno.

"Bukan saya, Mas. Sumpah dah. Saya daritadi di sini."

"Trus, lu ngapain diem di sana?"

"Tadi ada telepon, pas diangkat malah suara cewe nangis."

"Waduh, ada yang iseng beneran ini sih," ucap Mas Karno.

"Mungkin mau kenalan sama satpam baru," balasku tersenyum, lalu berjalan menjauhi meja.

Baru melangkahkan kaki di luar pos. Telepon itu kembali berbunyi.

Kring!
Kring!

"Udah gak usah diangkat," ucap Mas Karno.

"Siap," balasku.

Kring!
Kring!

Telepon itu terus berbunyi. Aku sungguh penasaran, siapa orang iseng yang daritadi menelepon.

"Mau ke mana lu?" tanya Mas Karno ketika melihatku berjalan ke arah meja.

"Penasaran, Mas. Siapa sih yang iseng," balasku lalu mengangkat telepon.

"Halo?" ucapku membuka percakapan.

Dari balik telepon, kembali terdengar suara wanita menangis terisak-isak.

"Mbak, jangan iseng dong."

"Tolong saya," balasnya lirih.

"Tolong?" Aku melihat Mas Karno , dia terus memintaku untuk menutup telepon.

"Tubuhku sudah mulai rusak."

BERSAMBUNG

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang