Pohon Beringin

26.3K 2.2K 147
                                    

Aku terduduk lesu di kursi, sambil menatap ponsel di genggaman.

"Napa, Din?" tanya Mas Karno.

"Dia gak kenal Mita, Mas," balasku lesu.

"Gak usah dipikirin. Siapa tau nanti ada yang tau alamatnya. Toh polisi juga masih ngelakuin penyelidikan."

"Iya, Mas. Cuman saya tuh udah mulai capek sekaligus kesel diteror terus. Padahal niat saya kan baik, bantuin dia. Kenapa juga dia malah ganggu terus," keluhku.

"Gw gak bisa bantu sih, Din. Kalau di posisi lu pun pasti capek sekaligus takut. Cuman dia pasti punya alesan sendiri kenapa milih lu. Padahal ada banyak orang di sini."

"Tumben Mas bijak bener."

"Ye ... gw kasih tau baik-baik malah ngeledek."

"Canda, Mas." Aku pun bangkit dan berjalan menghampirinya. "Nanti saya ganti pulsanya."

"Santai aja, Din."

"Makasih, Mas."

"Dah jangan lemes gitu. Ntar sakit lagi, gw yang berabe."

"Mas juga udah dua kali sakit, bikin saya jaga sendirian."

Mas Karno tertawa. "Sengaja, biar lu makin berani."

"Emang Mas udah berani?"

"Kagak," sahutnya, membuatku tertawa.

________

Sampai menjelang tengah malam, aku hanya duduk saja di depan pos. Sambil mendengarkan Mas Karno bercerita tentang kehidupan pribadinya.

"Pertama kali ngerantau ke sini, gw kerja jadi cleaning service di kantor. Kira-kira setaun lah, terus gw pengen coba buka usaha kecil-kecilan. Sayangnya gagal. Jadi aja harus cari kerja lagi, kebetulan ada tawaran satpam di rumah sakit ini," cerita Mas Karno.

"Gw pikir kerja jadi satpam ya gak berat-berat amat. Paling cuman duduk terus patroli bentar.  Soalnya jarang kan ada maling di rumah sakit. Kebanyakan paling keluarga pasien yang marah-marah," sambungnya.

"Jalan beberapa bulan dan mulai ngerasain shift malem. Nah di situ gw baru tau beratnya di mana. Gw juga jadi tau alesan kenapa satpam shift malem banyak yang gak kerja lama. Ternyata banyak yang diteror sama penghuni rumah sakit ini," sambungnya lagi.

"Terus, gimana Mas bisa tahan kerja di sini selama lima tahun?" tanyaku.

"Ya, ditahan-tahanin aja. Lagian selama ini gw belum pernah diganggu parah. Kaya yang lu alamin sekarang. Paling, cuma liat dari jauh atau sekelebatan aja. Lama-lama juga biasa, walau tetep aja masih sering takut."

"Saya juga gak tau, Mas. Padahal baru kerja di sini, kenapa malah yang paling banyak diteror. Apalagi kemaren, udah yang paling parah-parahnya."

"Mungkin lu punya keturunan bisa liat setan kali, Din?"

"Kagak, Mas. Orang selama saya jadi satpam di perkantoran aja, gak pernah liat setan sejelas di sini. Kayanya emang di sini aja kali yang angker."

"Ya maklum juga sih, rumah sakit tua, dari zaman Belanda. Kata orang-orang, pohon beringin ini juga udah tua, dari sebelum rumah sakit ini dibangun." Mas Karno menunjuk pohon beringin di depan pos.

"Pantesan, kemaren saya liat Mas duduk di sana."

"Kan gw di rumah, Din."

"Maksudnya, setan yang mirip sama Mas."

"Oh, yang tadi lu ceritain di kosan."

"Iya, Mas."

Tiba-tiba tercium bau ubi bakar. "Mas nyium bau gak?" tanyaku.

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang