Lemari Pendingin

66K 3.8K 533
                                    

Wanita itu seperti merintih kesakitan. Sementara aku masih memikirkan kata-katanya barusan. 'Tubuhku sudah mulai rusak?'

"Mohon, maaf, Mbak. Maksudnya apaan, Ya?" tanyaku.

"Tolong ...." Belum sempat ia membalas pertanyaanku. Mas Karno tiba-tiba menarik gagang telepon dan menutupnya.

"Dibilang gak usah diangkat, gak nurut amat," ucapnya marah.

"Tapi, Mas. Tadi ada orang minta tolong."

Mas Karno menatap layar kecil di atas deretan angka telepon. "Tuh 456, itu saluran telepon dari kamar mayat," ucap Mas Karno, sambil menunjuk tiga angka tersebut.

"Hah? Emang ada cewe yang jaga kamar mayat?" tanyaku polos.

"Gak ada. Lagian jam segini, mana ada orang di sana. Rumah sakit juga kan lagi sepi."

"Ih ... jadi merinding saya," ucapku.

Kami pun langsung berjalan ke luar, duduk di kursi depan.

Kring!
Kring!

Telepon itu kembali berbunyi.

"Mas?" Aku menatap Mas Karno.

"Udah biarin aja."

Selama kami duduk di kursi depan. Bunyi telepon itu terus menemani. Tak ada satu pun dari kami yang berani mengangkatnya. Hingga telepon itu berhenti berdering tepat pukul tiga pagi.

"Mas, sebelum ganti shift, kita cek ke kamar mayat yuk!" ajakku disambut dengan wajah kaget Mas Karno.

"Udah gila lu?" bentaknya.

"Takutnya ada yang kejebak di dalem kamar mayat. Kan kasian, Mas."

"Ogah ah, lu aja sendiri."

Kami hanya duduk saja, tanpa mengobrol sedikit pun. Sepertinya Mas Karno masih kesal dan ketakutan. Tak lama adzan subuh berkumandang.

"Mas, saya ke mushola dulu ya," ucapku memecah keheningan.

"Oke, Din," balasnya singkat.

_________

Seusai sholat subuh, aku bertemu dengan seorang perawat.

"Pagi, Sus," sapaku.

"Ada apa ya, Mas?"

"Kalau penjaga kamar mayat siapa ya?" tanyaku. Perawat itu tercengang mendengar ucapanku.

"Mas satpam baru ya?"

"Iya, Sus."

"Oh ... Pak Kosim yang biasa jaga. Palingan bentar lagi juga datang."

"Makasih ya, Sus."

"Sama-sama," balasnya dan berlalu ke kamar pasien.

Aku pun berjalan menyusuri rumah sakit.

"Kata Mas Karno ada di pojok, deket makam," gumamku sambil berjalan mencari kamar mayat.

"Nah!"

Kulihat sebuah papan besi berwarna hijau dengan tulisan 'Kamar Mayat' dan tanda panah ke atas. Ternyata benar, harus melewati lorong panjang. Karena letaknya ada di ujung lorong.

Badanku merinding saat melangkahkan kaki masuk ke lorong itu. Kubatalkan niat untuk mengecek sendirian. Lebik baik menunggu Pak Kosim datang.

________

Dari kejauhan aku melihat seorang pria paruh baya sedang berjalan ke arahku.

"Ngapain Dek, duduk di sini?" tanyanya.

"Lagi nunggu Pak Kosim."

"Nunggu saya? Ada apa ya?"

"Maaf, Pak. Saya baru tau."

"Iya gak apa-apa, tapi ada apa ya cari saya?"

"Semalem ada cewe nelpon dari kamar mayat. Saya mau ngecek, takutnya ada orang kejebak di sana."

"Oh ... Adek satpam baru ya?"

"Iya."

"Itu udah biasa, Dek. Jadi cuekin aja."

"Gak dicek dulu, Pak?"

"Ya sudah kalau adek gak percaya. Sini ikut!" ajaknya seraya berjalan memasuki lorong panjang.

Hawanya sangat berbeda dengan di luar. Padahal matahari sudah terbit, tapi udaranya terasa lembab dan dingin. Aku sampai merinding beberapa kali.

Pak Kosim menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar mayat. "Adek mau cek ke dalam?" tanyanya sambil tersenyum.

"Boleh, Pak."

Pak Kosim membuka pintu. Tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat. Spontan aku langsung menuntup hidung, begitu pula dengan Pak Kosim.

"Bau apa ya ini?" ucap Pak Kosim, kemudian menyalakan lampu.

"Kayanya dari sana, Pak," ucapku.

"Iya, dari kamar pendingin," balasnya.

Kami berjalan ke kamar pendingin. Bau busuk itu semakin menyengat. Aku berusaha menahan nafas.

"Astagfirullah," ucap Pak Kosim.

"Kenapa, Pak."

"Lemari pendinginnya mati, kayanya konslet. Kemaren pas saya pulang gak kenapa-napa."

"Ya udah, Pak. Sekarang panggil teknisi listrik aja," ucapku lalu mengajaknya ke luar. Aku sudah tak tahan dengan bau busuknya.

Pak Kosim cepat-cepat menelepon teknisi listrik. Sedangkan aku langsung pamit pulang, karena shift-ku sudah selesai.

__________

Esok harinya, aku kembali ditugaskan untuk berjaga malam. Mas Karno sepertinya tidak datang karena sedang tidak enak badan. Jadi aku harus berjaga sendirian.

Aku mendapat kabar kalau lemari pendingin sudah diperbaiki. Setidaknya itu membuatku jauh lebih tenang. Semoga saja tidak ada telepon dari kamar mayat.

Semakim malam rasa takutku semakin bertambah. Apalagi setiap melihat gagang telepon di atas meja. Sampai akhirnya aku mempunyai ide untuk mencabut kabel telepon itu.

Namun, tiba-tiba ....

Kring!
Kring!

Telepon itu berbunyi. Kuperhatikan nomor yang tertera di sana. Angkanya 456 alias saluran telepon dari kamar mayat.

Bagaimana bisa ada telepon masuk, padahal kabelnya sudah kucabut?

BERSAMBUNG

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang