Tempat Saya Bukan di Sana

48.6K 3.1K 257
                                    

Tubuhku bergeming. Hawa dingin masih bisa kurasakan di belakang leher dan telinga.

"Bantu saya." Wanita itu kembali membisikan sesuatu, hembusan nafasnya bahkan sukses membuatku merinding.

Aku memejamkan mata, lalu mulai merapal doa dalam hati. Tak lama hawa dingin itu pun menghilang. Perlahanku membuka mata dan memberanikan diri menengok ke belakang. Tidak ada siapa-siapa.

Bergegasku berlari ke luar pos, menuju warung kopi di seberang rumah sakit. Selama lebih dari satu jam, aku duduk di sana dan mengobrol. Tak sadar sudah tiga gelas kopi kuhabiskan.

Sekitar pukul tiga pagi, aku baru kembali ke pos. Berharap seperti hari sebelumnya. Gangguan itu menghilang pada pukul tiga pagi.

Kuedarkan pandangan, mengamati area dekat pos. Tak ada siapa-siapa. Begitu pula di dalam pos. Setelah dirasa aman, aku kembali duduk di kursi depan. Sambil terus berdoa di dalam hati.

________

Waktu berjalan begitu lambat. Rasa cemas bercampur takut membuatku sering celingak-celinguk tidak jelas. Terkadang berdiri dan berjalan ke arah pintu  rumah sakit, tapi tidak masuk ke dalam.

"Sebentar lagi subuh," ucapku dalam hati sambil menatap jam di lengan.

Setelah memastikan tidak ada pasien yang datang. Dengan langkah cepat, aku menuju mushola. Sesampainya di sana, kondisinya masih sepi. Hanya aku saja yang duduk sambil menunggu waktu subuh.

Sesudah sholat subuh, rasa penasaran  membawaku ke kamar mayat. Bulu kudukku meremang. Padahal hanya berdiri sambil menatap lorong panjang menuju kamar mayat dari jauh.

Puk!

Seseorang menepuk pundakku. Sukses membuat jantungku nyaris copot.

"Ngapain, di sini, Dek?" tanya Suara yang tentunya sudah kukenal. Pak Kosim.

"Astaghfirullah, Pak. Saya kaget banget loh," balasku seraya menoleh ke arahnya.

"Lagian pagi-pagi gini, ngapain liatin kamar mayat."

"Semaleman ini saya diteror sama telepon dari kamar mayat, Pak. Bapak juga tumben pagi-pagi gini dah datang."

"Saya sendiri gak bisa tidur, Dek. Kepikiran sama lemari pendingin yang mati terus."

"Bapak gak diteror?" tanyaku.

"Saya sih udah biasa sama begituan, Dek. Makanan sehari-hari."

"Pak, saya mau balik ke pos dulu ya. Takut si Mahmud datang entar kaget gak ada siapa-siapa."

"Gak mau ikut temenin saya ke dalem?" tawarnya sambil menunjuk kamar mayat.

"Gak, Pak. Makasih," balasku disertai senyum. "Saya ke pos dulu ya, Pak," ucapku pamit.

"Iya, Dek."

__________

Sesampainya di pos, terlihat Mahmud sudah berdiri di depan. Ia menatapku kesal.

"Ke mana aja lu, Din?"

"Abis sholat subuh," balasku.

"Sholat subuh lama bener ampe jam 6."

"Ketiduran tadi, Mud."

"Pantesan."

"Itu telepon napa dicabut kabelnya. Kalau ketauan bisa dimarahin lu, Din."

"Oh, abisnya semalem ada yang iseng. Jadi dicabut aja."

"Iseng gimana?"

"Telepon salah sambung."

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang