Aku berdiri, lalu sedikit berlari menuju kamar mayat. Menghampiri Pak Kosim. Setibanya di sana, pintu kamar mayat masih tertutup rapat.
"Loh? Pak Kosim ke mana?" pikirku.
"Adek ngapain berdiri di sini?" terdengar suara seseorang di belakangku. Tentunya itu suara Pak Kosim.
"Ah, bapak. Bikin saya kaget aja. Kirain ada di kamar mayat."
"Saya tadi ke ruang perawat dulu."
"Oh ... ini, Pak!" Aku menunjukan layar ponsel padanya. "Air terjunnya mirip sama yang di mimpi saya."
"Adek yakin?"
"Yakin banget. Saya liat Mita duduk di bebatuan ini."
"Emangnya air terjunnya di mana?"
"Di Gunung Salak."
"Gak terlalu jauh."
"Namanya air terjunnya apa?" Pak Kosim kembali bertanya.
"Nah saya juga gak tau, Pak," balasku cengengesan.
"Kan tinggal adek klik aja fotonya."
"Oh, bisa ya?" Aku mengklik foto tersebut. Layar berubah ke halaman lain. "Ini apa, Pak?" tanyaku.
"Itu portal berita. Coba adek scroll ke bawah terus cari gambar air terjunnya."
"Curug Tengah," ucapku saat menemukan nama air terjun itu.
"Nah sekarang. Adek cek lagi di google maps. Curug Tengah itu ada di mana posisinya."
"Aduh, Pak! Itu apaan lagi, saya gak ngerti."
"Adek selama pake handphone ngapain aja?"
"Maen game doang, Pak."
"Pantesan. Sini biar bapak cari. Adek ini masih muda, harusnya lebih mengerti dari bapak. Nanti kalau beli handphone baru, pake buat hal-hal yang berguna." Pak Kosim menceramahiku.
Aku hanya bisa manggut-manggut saja.
"Ini ada di kota Bogor. Kalau bapak cek dari rumah sakit ini, ke sana itu paling kisaran tiga jam," ucap Pak Kosim.
"Yang jadi masalahnya, ukuran deketnya itu segimana. Kan di sekitar situ banyak rumah atau kampung," sambungnya.
"Saya gak tau, Pak."
"Adek tanya aja ke Mita," balas Pak Kosim sambil mengembangkan senyum.
"Yeee ... si Bapak. Suka becanda. Kenapa gak bapak aja yang tanya ke dalem," balasku sambil menunjuk pintu kamar mayat.
"Bapak udah nanya, tapi dia diem aja."
"Kalau sampe nyaut, malah serem, Pak. Terus ini gimana?" tanyaku.
"Kalau lapor polisi gimana, Pak?" imbuhku.
"Emang polisi percaya? Apalagi ini buktinya cuman mimpi sama ucapan hantu."
"Iya juga sih, Pak. Jadi saya harus gimana. Soalnya lama-lama saya bisa jantungan kalau tiap bangun tidur dia ada di depan muka saya."
Pak Kosim terdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. "Coba diviralkan di medsos aja."
"Saya gak punya medsos. Handphone aja gak ada."
"Nanti coba bapak bantu."
"Makasih, Pak."
"Sama-sama, Dek."
Aku pun pamit pulang.
__________
Sesampainy di parkiran, bergegasku menyalakan motor. Kemudian, memacunya menuju kosan.
Ada sebuah kekhawatiran yang terus menghantuiku yaitu kehadiran Mita. Dalam hati berharap, kali ini dia tidak datang dan mengganggu. Toh aku dan Pak Kosim sedang berusaha untuk mencari alamat rumahnya.
Setibanya di kosan, aku berbaring dengan lampu kamar menyala. Tak berani tidur gelap-gelapan. Rasa lelah dengan cepat membawaku ke alam mimpi.
Aku berdiri di depan sebuah jembatan kayu, yang di bawahnya ada aliran sungai yang cukup deras. Di sebrang, terlihat Mita sedang berdiri di dekat pohon bambu. Menatap ke arahku. Tak lama dia membalikan badan, dan berjalan menjauh.
Dengan gegas aku berjalan cepat, melewati jembatan dan mengikutinya dari belakang. Tak sedikit pun kulepaskan pandangan darinya.
Dia terus berjalan, hingga langkahnya terhenti di depan sebuah rumah. Lama sekali dia menatap rumah itu. Sebuah rumah panggung yang di kelilingi oleh pepohonan.
Perlahanku mendekat.
"Saya kangen ibu dan Gugum," ucap Mita, masih menatap rumah itu. Tak lama dia berjalan mendekati rumah itu.
Aku pun membuntutinya dari belakang. Siapa tau ada pentunjuk di dalam rumah itu. Namun, baru beberapa langkah memasuki halaman depan, tiba-tiba pandanganku menjadi buram. Tak lama semua menjadi gelap.
Saat membuka mata, aku sudah berada di kamar lagi. Diiringi suara alarm dari jam waker yang ada di samping kasur. Sudah pukul dua sore. Kubangkit dari kasur, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Setelah sholat dzuhur, aku kembali berbaring di atas kasur sambil menatap langit-langit. Pikiranku terus memutar-mutar gambaran rumah panggung tadi. Apakah itu rumah Mita?
"Jangan sampe lupa!" Aku mensugesti diri. Soalnya setiap mimpi yang ada Mita bisa jadi merupakan petunjuk penting. Seperti air terjun kemarin.
Cukup lama aku berbaring hingga masuk waktu ashar. Bergegasku bangkit dan kembali mengambil wudhu. Seusai sholat ashar, aku membeli makan di warung dekat rumah. Kemudian mengobrol dengan teman kosan, hingga pukul lima sore.
Aku sudah bersiap-siap pergi kerja. Motor pun sudah kunyalakan. Kulirik jam di pergelangan tangan, pukul setengah enam. Kupacu sepeda motor, menuju rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, hanya ada Mahmud saja yang berdiri di pos. Aku pun berlalu menuju parkiran. Kemudian menghampiri Mahmud di pos.
"Din, malem ini lu jaga sendirian lagi," ucap Mahmud.
"Hah? Mas Karno ke mana?"
"Sakit."
"Sakit lagi? Belum seminggu gw kerja, Mas Karno dah sakit dua kali."
"Maklum udah tua," balasnya terkekeh.
"Lu masih lama gak baliknya?"
"Bentar lagi sih. Emang lu mah ngapain?"
"Gw mau ke dalem bentar. Mau ketemu Pak Kosim," ucapku seraya berjalan cepat ke arah pintu rumah sakit.
"Eh, Din!" teriak Mahmud dari pos.
"Bentaran doang, Mud!" sahutku, lalu masuk ke dalam rumah sakit.
Samar-samar terdengar suara adzan magrib berkumandang. Kebetulan sekali, aku bisa sekalian mengajak Pak Kosim sholat berjamaah.
"Semoga aja ada kabar baik dari Pak Kosim," ucapku dalam hati, seraya berjalan menuju kamar mayat.
Suasana sekitar kamar mayat masih sama. Selalu sepi setiap magrib, semenjak kehadiran Mita. Aku melangkah menuju lorong panjang.
Tiba di depan lorong, kulihat lampu di dekat kamar mayat dalam keadaan mati. Apa Pak Kosim sudah pulang?
Bulu kudukku meremang, diikuti bau busuk. Tanda kehadiran Mita. Dengan cepat aku membalikan badan. Ternyata Mita sudah ada di hadapanku. Tersenyum sambil menunjukan giginya yang hitam.
"Mau apa ke sini?" tanyanya sambil melebarkan kedua bola matanya.
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]
HororUdin-seorang satpam yang baru kerja di sebuah rumah sakit, sering mendapatkan panggilan telepon aneh. Asalnya dari kamar mayat. Panggilan itu terus mengganggunya saat shift malam. Hingga akhirnya ia memberanikan diri mengangkat teleponnya. Terdenga...