Laci Penyimpanan Jenazah

42.4K 2.9K 202
                                    

Tubuhku terasa kaku. Lidah pun kelu, tak bisa membalas ucapannya itu. Apalagi bau busuk ini sangat menganggu. Hingga membuatku pusing dan mual.

Wanita itu berjalan mendekat. Entah mengapa aku tak bisa memejamkan mata. Cairan berwarna hitam menetes di ujung mulutnya tersenyum lebar. Pikiran pun terasa buntu, tak bisa merapal satu pun doa.

"Nama saya Mita," ucapnya sambil berdiri beberapa jengkal di hadapanku. "Saya memiliki keluarga. Tempat saya bukan di sana," ucapnya pelan.

"Din!" Terdengar suara Mas Karno memanggilku. Hanya dalam sekejap wanita itu menghilang. Aku pun terduduk lemas, dengan irama jantung yang tak beraturan.

"Din, napa duduk di lantai?" tanya Mas Karno seraya menghampiriku. Namun, aku belum bisa membalas ucapannya, masih syok berat.

"Din!" teriak Mas Karno sambil menepuk pundakku. "Ditanya diem aja!"

"Makasih, Mas," balasku pelan.

"Ngapain duduk di lantai. Bangun oi! Malu kalau diliat orang." Mas Karno membantuku berdiri. Namun, baru berdiri sebentar. Rasa mual ini tiba-tiba tak tertahankan. Aku pun muntah di samping pos satpam.

"Yaelah, Din. Lu sakit? Perasaan tadi kagak kenapa-napa."

"Makasih, Mas," balasku yang masih jongkok sambil menekan-nekan leher bagian belakang.

"Makasih-makasih mulu. Ada apaan sih?" Mas Karno terdengar kesal. "Terus cewek cantik yang tadi mana?"

Setelah merasa baikan, aku pun bangkit dan berjalan masuk ke dalam pos untuk mengambil air.

"Makasih. Gara-gara Mas, saya bisa bebas dari cewek tadi," ucapku.

"Hah?"

"Cewek tadi bukan manusia, Mas."

"Ah masa, gw liat kaya manusia kok. Lu salah liat kali!"

"Beneran, Mas. Cewek itu yang biasa nelepon ke sini, dari kamar mayat."

"Jangan nakutin gw, Din! Gw jadi merinding nih."

"Kalau saya bohong, mana mungkin ampe begini."

"Terus kenapa lu muntah-muntah gitu?"

"Bau, Mas! Bau busuk banget badannya."

"Ngobrolnya jangan di sini. Ke warung depan aja yuk, minum teh anget."

"Tumben baik, Mas."

"Gw kagak mau lu sakit. Ntar besok gw harus jaga sendirian."

Kami pun berjalan menuju warkop sebrang. "Mas kok ke toiletnya cepet amat tadi?" tanyaku heran.

"Kagak jadi gw buang hajat di dalem. Serem ah, entar dikerjain lagi. Makanya gw ajak lu ke warung depan. Sekalian gw mau numpang buang hajat di sana," jelas Mas Karno.

"Oh, pantesan tiba-tiba baik."

"Gw peduli beneran sama lu!" sahutnya kesal.

"Iya, Mas. Makasih."

Setelah Mas Karno memesankanku teh manis hangat. Ia pun pergi ke toilet.

Aku melamun, sambil memikirkan ucapan wanita tadi. Namanya Mita. Ia punya keluarga dan tempatnya bukan di sana. Apa maksudnya?

_________

"Ngapain Mas bawa ember?" tanyaku saat Mas Karno kembali sambil membawa seember air.

"Abis dari sini, bersihin tuh bekas muntah lu. Bau ntar," balasnya.

"Oh iya."

Setelah, meminum segelas Teh Manis. Kami pun kembali ke pos. Aku pun langsung membersihkan bekas muntah tadi. Kemudian mengembalikan ember ke warung sebrang.

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang