Sasmita Indriani

24.5K 2.1K 49
                                    

Dug! Dug!

Aku menggedor pintu, sambil berteriak memanggil Mas Karno. Namun tak ada jawaban. Membuatku semakin panik dan menggedor lebih keras.

Krek!

Pintu terbuka. "Lu kenapa, Din?" tanya Mas Karno dengan wajah kesal.

"Mas gak kenapa-napa?" tanyaku seraya memindai tubuhnya dari atas sampai bawah.

"Gw gak kenapa-napa. Yang ada ELU, napa gedor-gedor pintu kenceng banget. Ganggu konsentrasi yang lagi buang hajat!"

"Hah?" Aku bingung.

"Heh, Hoh. Napa sih?" Mas Karno sama bingungnya.

"Mas udah buang airnya?" tanyaku mengalihkan topik pembicaraan.

"Udah."

"Yuk balik ke pos!" Aku berjalan lebih dulu menuju pos.

"Ye, lu gak jawab kenapa tadi gedor-gedor pintu, Din?" tanya Mas Karno sambil menyusulku

"Nanti, Mas. Saya ceritain di pos."

Sesampainya di Pos, aku langsung menceritakan kejadian tadi.

"Lu gak salah denger?" tanya Mas Karno.

"Enggak, Mas."

"Tapi seriusan, gw kagak teriak, Din. Apalagi ampe ngunci pintu. Kan gak ada kuncinya juga tuh pintu."

"Ya udah, Mas. Gak usah dipikirin. Mungkin ada yg iseng."

__________

Daritadi aku dan Mas Karno hanya duduk sambil menonton televisi. Kutatap jam dinding di dalam pos, sudah pukul dua pagi.

"Mas," panggilku.

"Ya, Din," sahutnya dengan tatapan mengarah ke televisi.

"Gak patroli?"

"Lu aja, Din."

Aku pun tersenyum, lalu bangkit dari kursi.

"Mau ke mana, Din?" Mas Karno langsung menoleh ke arahku.

"Patroli," sahutku.

"Dih, gak takut lu?"

"Kata Pak Kosim jadi satpam tuh harus berani," balasku sambil membusungkan dada.

"Ah, tadi aja liat cewek gelantungan, lu teriak."

"Itu cuman kaget aja, Mas."

"Lu yakin mau patroli?"

"Yakin! Dah saya jalan dulu, Mas." Aku pun berjalan ke luar pos. "Jangan keasikan liat TV, Mas. Ntar ada yang berdiri di belakang kagak sadar," ucapku sedikit berteriak.

Brug!

Mas Karno langsung menutup pintu pos. Sementara aku melangkah menuju gedung rumah sakit. Kemudian duduk di lobi. Ya, aku memang tidak benar-benar ingin patroli. Hanya ingin mengerjai Mas Karno saja.

Sudah 15 menit aku duduk, tapi tak ada tanda-tanda kemunculan Mas Karno. Sepertinya aku gagal mengerjainnya. Hingga akhirnya aku bisa melihat Mas Karno berjalan dengan cepat ke arah pintu rumah sakit.

"Lu ngapain di sini, Din. Katanya patroli?" tanya Mas Karno dengan wajah kesal.

Aku pun tersenyum. "Istirahat aja, Mas. Capek abis patroli."

"Bukannya langsung balik ke pos!"

"Baru mau balik. Eh, Mas udah ada di sini duluan. Emangnya kenapa Mas, kok kaya ngos-ngosan gitu?"

"Tadi pas gw nonton tv ada yang ketok-ketok pintu. Pas gw intip gak ada siapa-siapa."

"Udah biasa itu Mas."

"Dah buruan balik ke pos!"

"Duluan aja, Mas."

Mas Karno malah menarik tanganku. Terpaksa aku harus ikut dengannya ke pos. Lagi-lagi di pos aku hanya menemaninya duduk sambil menonton televisi. Hingga tak terasa sudah memasuki waktu subuh.

"Mas, saya ke masjid dulu ya," pamitku seraya berdiri.

"Iya, Din."

Aku pun pergi ke masjid.

________

"Din, gw balik duluan ya," ucap Mas Karno saatku kembali ke pos.

"Siap, Mas! Hati-hati."

Mas Karno pergi ke parkiran. Beberapa saat kemudian, terlihat motornya lewat depan pos. Sementara aku seperti biasa, menunggu Mahmud atau Bahar datang. Sekitar pukul enam pagi, mereka pun sudah datang.

"Din nunggu Pak Kosim?" tanya Mahmud.

"Iya, Mud."

"Belum ada kabar masalah si Mita?"

"Kemaren dapet nomor orang yang katanya tau tentang Mita, tapi pas gw tanya dia jawab gak tau."

"Oh, semoga aja cepet ketemu alamatnya, Din."

"Iya."

*

Pukul delapan pagi, Pak Kosim pun datang. Bergegas aku menghampirinya.

"Gimana, Pak? Apa udah ada kabar terbaru?" tanyaku.

"Belum, Dek. Kemaren sempet nyambung tapi pas bapak tanya, malah bilang gak tau," balas Pak Kosim.

"Sama, saya juga kemaren nelepon dia. Eh bilang gak tau."

"Sekarang cuman bisa nunggu aja, Dek. Siapa tau nanti ada kabar dari orang lain."

"Iya, Pak. Kasian Mita kalau harus dikuburin di belakang rumah sakit."

"Bapak ke dalem dulu ya, Dek. Mau absen."

"Iya, Pak."

Pak Kosim berjalan masuk ke dalam gedung rumah sakit. Sementara aku masih berdiri di parkiran. Tak lama kemudian, pulang ke kosan.

Sesampainya di kosan, aku dikejutakan dengan kehadiran Mas Karno yang sedang duduk di teras depan.

"Mas, ngapain di sini?" tanyaku heran.

"Lama banget lu, Din. Dari mana aja," sahutnya seraya berdiri.

"Loh? Mas gak bilang-bilang mau ke sini."

"Gw juga mendadak ke sini. Gara-gara dapet SMS dari nomor yang lu telpon kemaren."

"SMS apa?"

"Katanya apa bener Mita yang dimaksud itu, Sasmita Indriani. Dia cuman bilang gitu. Lah gw mana tau."

"Jujur, saya juga gak tau nama lengkapnya."

"Terus gw musti jawab apa dong?"

"Jawab aja iya."

Mas Karno mengeluarkan ponselnya, lalu menjawab pesan dari Beti. Dalam hatiku berdoa, semoga itu benar-benar nama lengkap Mita.

Aku dan Mas Karno pun duduk di teras. Mengobrol, sambil menunggu balasan pesan tadi. Beberapa kali kulirik ponsel yang diletakan di atas meja kecil. Namun belum ada tanda-tanda berbunyi.

Dret! Dret!

Ponsel bergetar, spontan aku menatap ke arah meja.

Ting!

Layarnya menyala, diikuti sebuah notifikasi pesan yang masuk.

"Nah dibales, Din," ucap Mas Karno sembari mengambil ponselnya.

BERSAMBUNG

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang