Mas Karno

27.7K 2.3K 321
                                    

Kaget, tentu saja. Mita tiba-tiba ada di belakangku. Wajah kami pun saling bertatapan. Dia memiringkan kepalanya. Kemudian tertawa cekikikan sambil mendelik ke arahku.

Seketika kaki ini terasa sangat lemas. Bahkan untuk berpijak pun rasanya sudah tak kuat.

Brug!

Aku terduduk di lantai.

"Kenapa kamu belum juga memulangkan saya?" Mita bertanya dengan nada marah. "Saya ingin dikuburkan dengan layak!"

Ingin sekali membalas ucapannya itu, tapi lidah ini terasa kelu. Dari posisiku duduk, jelas sekali terlihat kakinya yang pucat dengan kuku hitam, melayang. Beberapa saat kemudian, terlihat Mita bergerak mendekatiku.

Kini, aku dalam posisi terpojok. Jika terus merangkak mundur, maka pintu kamar mayat  sudah menungguku.

Dengan sedikit keberanian yang tersisa. Aku merangkak ke depan, menembus tubuh Mita yang terasa dingin. Lalu, berdiri dan berlari menuju mushola.

Tiba di mushola, aku langsung duduk di dekat tempat wudhu sambil mengatur nafas. Setelah  tenang, baru mengambil wudhu untuk sholat magrib.

__________

Usai sholat magrib, aku kembali ke pos dengan langkah cepat. Tanpa sedikit pun melihat kiri dan kanan.

"Dari mana aja lu, Din?" tanya Mahmud saat melihatku.

"Abis sholat Magrib tadi," balasku.

"Kagak ketemu Pak Kosim, Ya?"

"Kok lu tau?"

"Pak Kosim emang udah pulang dari jam 5 tadi."

"Kenapa lu gak ngomong, Mud!" Jujur aku kesal.

"Lah, tadi gw panggil, lu maen nyelonong aja masuk. Emang kenapa sih? Kok mukanya kesel amat."

"Ya gak apa-apa, cuman kan serem juga pas gw ke kamar mayat sendirian. Mana sepi banget lagi," elakku. Padahal gara-gara dia, aku jadi bertemu dengan Mita di sana.

"Emang belakangan ini pada gak berani ke sekitar situ. Kata perawat ada hantu cewek yang gentayangan. Hi ... ati-ati lu, Din. Apalagi lu jaga sendirian malem ini." Sepertinya Mahmud berusaha menakutiku

"Namanya Mita, entar gw salamin kalau ketemu lagi. Barusan gw juga ketemu di depan kamar mayat. Lagi ngelayang-layang," timpalku.

"Lu bisa ampe tau namanya gitu. Udah kenalan?"

"Gw kan bagian malem, ya pasti sering banget ketemu dia. Ntar gw minta dia ikut lu sampe rumah."

"Jangan gitu lah, Din."

"Makanya lain kali cobain shift malem."

"Dulu sebelum ada lu, gw dah sering shift malem nemenin Mas Karno. Untung gak pernah liat macem-macem."

"Beruntung banget sih lu."

"Iya, dong. Siapa dulu, Mahmud!" ucapnya percaya diri. "Dah jam segini, gw balik dulu ya, Din. Ati-ati jaga sendirian di pos. Entar ada yang nemenin. Siapa tadi namanya?"

"MITA!" balasku kesal.

"Nah itu." Mahmud tertawa puas, sambil berjalan menuju parkiran.

Tak lama motornya melewati pos.

"Astaghfirullah!" Spontan aku membalikan badan.

"Gw balik dulu ya, Din!" teriak Mahmud.

"Iya!" sahutku tanpa melihat motornya pergi.

Ternyata Mahmud tidak pulang sendirian. Ada Mita yang sedang duduk di jok belakang sambil menyandarkan kepala di pundaknya. Semoga malam ini dia betah di rumah Mahmud, sehingga tak menggangguku.

________

Malam semakin larut, terdengar suara sirine ambulan dari jalan utama. Tak lama, ambulan itu muncul dan masuk ke dalam area rumah sakit.

Aku berjalan mendekati ambulan yang berhenti di depan IGD. Terlihat seseorang bersimbah darah dibawa masuk ke dalam IGD. 

"Kayanya korban kecelakaan," pikirku lalu kembali ke pos.

Di dalam pos aku sudah dikejutkan dengan kehadiran Mas Karno yang sedang duduk sambil menatap televisi.

"Mas? Kapan datang?" sapaku. "Perasaan gak liat motornya lewat."

"Mas? Wah saya dicuekin!" gerutuku seraya menghampirinya. Aku berdiri di sampingnya, lalu melambai-lambaikan tangan di depan wajahnya.

Dia bergeming, bahkan mengedipkan mata pun tidak. Matanya terus menatap televisi dengan tatapan kosong.

Aku mulai curiga, kuperhatikan wajahnya baik-baik. Pucat. Bahkan bibirnya berwarna putih.

"Mas masih sakit?" tanyaku. Namun tak ada jawaban darinya. "Jangan-jangan ini bukan Mas Karno," pikirku seraya melangkah mundur.

"Hahahahaha!" Mas Karno tiba-tiba tertawa. Ketawanya itu cukup membuat jantungku nyaris copot.

"Ada apa, Mas?" tanyaku sambil melihat televisi. Perasaan tidak ada yang lucu.

"Penakut," ucap Mas Karno dengan suara lebih berat.

Aku tetap menjaga jarak. "Mas?"

Mas Karno menggerakan kepalanya ke kanan. Terus ke kanan, hingga berputar 180 derajat.

"Astaghfirullah!" teriakku sambil berjalan mundur ke luar dari pos.

Tet!

"Hua!" teriakku lagi, lalu menoleh ke  belakang. Ternyata ada sepasang muda-mudi menaiki motor.

"Ada apa, Pak? Kok kaya kaget gitu?" tanya mereka.

"Ah, enggak," elakku berusaha tersenyum.

"Pak, saya mau nanya. Apa tadi korban kecelakaan dibawa ke sini?"

"Iya, ada di ruang IGD."

"Makasih, Pak." Mereka pun berlalu.

Aku melangkah maju menjauhi pos, belum berani menoleh ke belakang. Takut kalau sosok yang menyerupai Mas Karno itu ada di belakang.

Setelah dirasa jaraknya sudah aman, aku baru berani menengok ke belakang. Fiuh! Sosok itu sudah pergi.

Kresek! Kresek!

Bunyi dedaunan beradu dari pohon yang berada di dekatku. Perlahanku menoleh ke atas pohon.

"Nyari saya?" Ternyata Sosok yang menyerupai Mas Karno ada di sana. Sedang duduk di salah satu dahan pohon, sambil melotot ke arahku.

Sontak aku pun berlari ke dalam rumah sakit. Lalu berdiam diri di lobi. Cukup lama aku berdiri di sana, sampai tiba-tiba perut ini terasa sakit. Ingin buang air besar.

"Argh! Kenapa harus sekarang sih!" gerutuku.

BERSAMBUNG

Panggilan Telepon Dari Kamar Mayat [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang