XIV. ɢɪᴠᴇ ᴜᴘ

978 155 26
                                    

Doyoung memilih ingin mengakhiri semuanya.

Hingga satu langkah tersisa, Doyoung merasakan rasa pening kembali pada kepalanya. Kali ini lebih sakit dan ebih menyiksa dirinya. Tangannya bergerak mencekeram surai merah miliknya, berharap rasa pening itu hilang agar melancarkan rencana bunuh dirinya.

"Arghh! sial aku lupa minum obat itu."

Benar. Doyoung lupa meminum obat sebelum berangkat keluar dari rumah sakit. Ia memejamkan matanya, berusaha menahan rasa sakit luar biasa tanpa bergerak dari tempatnya yang bisa saja membuat Doyoung terjatuh, dan kehilangan nyawanya dengan waktu yang singkat.

Indra pendengarnya hilang, hanya deru napas dirinya yang dapat ia dengar. Saat ini, Doyoung benar-benar ingin mengakhiri hidupnya.

Dan mungkin bisa saja berhasil. Jika sang sahabat tidak menyelamatkannya.

Benar. Lagi dan lagi Kim Junkyu menyelamatkan Doyoung dengan menariknya dari ujung gedung itu.

⫹⫺

"Aku udah bilang kan? jangan macem-macem."

"Kenapa kau nggak pernah dengerin ucapan aku sih?"

Pemuda surai coklat itu berucap dengan dingin tanpa nada. Sedangkan Doyoung hanya menunduk, kini rasa bersalah menyelimuti dirinya.

"Kalau aku telat datang ke sini, apa yang bakal terjadi?"

"Bisa nggak sekali aja, turutin perkataan ku?"

"Doyoung?" Doyoung hanya menatap ke arah lain, mengabaikan ketika Junkyu memanggilnya. Mereka berdua sedang menduduki sofa lusuh yang seperti biasa terdapat pada lantai dua. Suasana tegang menyelimuti keduanya.

"Jawab." Perintah Junkyu dengan dingin, berusaha menatap wajah Doyoung yang enggan membuat kontak mata.

"Maaf, itu di keluar kendaliku." Doyoung menjawab seadanya dengan tenang pada sang sahabat.

"Tatap aku kalau lagi bicara kayak gini." Junkyu tidak marah saat ini, dia tahu betul bagaimana perasaan Doyoung saat di lantai atas. Yang membuat dirinya membawa tubuh Doyoung yang tidak sadarkan diri sampai pada lantai ini.

Dirinya hanya khawatir.

Doyoung sendiri mengerti saat ini Junkyu bersikap berbeda dari biasanya, sang sahabat tampak lebih dewasa saat ini demi dirinya. Doyoung bergerak menghadapkan tubuhnya serta maniknya kepada Junkyu.

"Aku bersumpah, itu tadi bukan aku." Ucap Doyoung dengan serius.

"Aku mengerti, tapi apa kau memiliki hasrat untuk pergi?" Tanya Junkyu pada Doyoung.

"Aku.."

"Lihat? Kau sendiri memiliki hasrat untuk itu." Balas Junkyu dengan menatap mata sendu pada sang sahabat.

"Doyoung. Udah aku bilang kan? Aku ini tempat ceritamu."

"Kenapa harus kau?" Junkyu terkejut, jadi dirinya tidak dianggap dengan sang sahabat selama ini?

"Kau berbeda denganku, Junkyu." Decakan kesal terdengar dari Junkyu, matanya menatap nyalang ke arah lain. Ia berusaha mengendalikan emosinya menandakan dirinya sudah muak dengan perlakuan sang sahabat padanya.

Hingga ia bergerak membuka jaket jeans yang menampakkan pergelangan tangannya pada Doyoung, dan menatap kembali manik sang sahabat.

"Sudah mengerti sekarang?"

Manik Doyoung menangkap bekas goresan yang cukup dalam pada pergelangan tangan Junkyu, dirinya membeku tidak menunjukan reaksi terkejut namun di dalamnya ia menahan sebuah keterkejutan. Junkyu bergerak menutup kembali tangannya dengan jaket jeans lengan panjang itu.

Sisi Gelap | Kim Doyoung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang