X. ᴛʜᴇ ᴛʀᴜᴛʜ ʀᴇᴠᴇᴀʟᴇᴅ

912 153 15
                                    

Masa sekarang

⫹⫺

Satu tahun berhasil Doyoung lewati. Kala rasa ingin menyerah melanda, teman-temannya selalu ada untuk dirinya. Hubungan Jihoon dan Doyoung seperti biasa, tidak ada pertengkaran dan tidak ada kebahagiaan. Doyoung tidak pernah mendengar kabar dari sang ayah. Ia juga tidak lupa saat selalu pergi ke rumah sakit Junghwan, Doyoung bersyukur anak itu baik-baik saja selama di rumah sakit. Namun, dirinya belum siap untuk mengatakan semuanya kepada sang adik.

Di tengah musim dingin pada bulan Februari, kelulusan sekolah Doyoung serta teman-temannya dilaksanakan. Setelah upacara kelulusan, Doyoung berada di dalam kelasnya tentunya bersama Junkyu dan teman kelas lainnya. Saat ini, mereka semua sedang mendengarkan pidato santai dari sang guru di depan. Sang guru memberi pidato seraya menangis tersedu, sedangkan para murid bersorak meledeki berniat bercanda.
Seperti-

"Pak guru kenapa kau menangis? Ini hari yang bahagia! Nanti kita bertemu lagi!" Teriakan itu membuat seisi kelas pecah dalam tawa, termasuk sang guru. Pemuda dengan surai merah itu hanya menampilkan senyum tipisnya dan Junkyu yang duduk di belakangnya hanya senyum tulus, matanya ikut berair ketika melihat sang guru di depan menangis seraya tertawa.

Bahagia, terharu, sedih menjadi satu. Ketika seorang pelajar telah lulus untuk ke tahap yang lebih tinggi, itu dirasakan oleh Doyoung dan teman-temannya, sekarang. Setelah kelas dibubarkan, murid kelas berhamburan dalam setiap sisi kelas mengabadikan momen kelulusan dengan temannya. Tidak lupa terdapat keluarga yang ikut hadir dengan bunga untuk yang sosok yang telah lulus.

Doyoung menyenderkan tubuhnya di ujung lorong kelas yang ramai, menatap langit cerah membuat cahaya matahari menyentuh kulit wajah tampannya, memejamkan matanya menghembuskan napas dengan lembut.

"Kau tertidur?" Sebuah suara membuat Doyoung membuka kembali maniknya yang semula terpejam. Menatap sosok itu dan bergerak menegakkan tubuhnya.

"Nggak kok, kak Yedam." Yedam mengangguk-angguk dan menatap keluar lewat jendela. Melihat itu Doyoung kembali menatap keluar, kali ini di samping Yedam.

"Omong-omong, kalau kau mencari Junkyu, dia lagi foto bareng kak Hyunsuk juga orangtuanya." Menoleh pada Yedam sekilas, lalu menatap ke belakang. Benar, di lorong sana dekat kelasnya terdapat Junkyu yang sedang berfoto dengan seorang wanita yang membuat Doyoung tercengang akan visualnya. Melihat ekspresi Doyoung, Yedam berucap kembali.

"Itu bundanya Junkyu. Sedangkan yang memegang kamera itu ayahnya." Doyoung mengangguk tanda mengerti dan kembali menatap luar jendela.

"Junkyu. Sosok itu terlalu terang untuk diriku, awalnya aku mau menolak tawaran darinya untuk menjadi teman." Ungkap Doyoung untuk pertama kalinya membahas topik yang bisa terbilang sensitif.

"Junkyu bukan sosok yang seperti kau kira. Kalian memiliki kemiripan, sangat mirip." Baru saja Doyoung ingin bertanya apa maksud dari perkataan Yedam.

"Cari jawaban dari ucapanku. Aku yakin, kau akan segera mengerti apa maksud dari ucapanku ini." Doyoung bukan orang yang suka memaksa atau tidak sabaran. Iamengerti dengan ucapan Yedam dan segera diam kembali.

"Doyoung!" Suara wanita tertangkap pada Indra pendengaran Doyoung, ia segera menoleh pada pintu masuk sekolah yang tidak jauh dari ujung lorong itu.

"Bunda?" Yedam menatap Doyoung dan beralih pada wanita itu, dan menepuk-nepuk bahu Doyoung sebagai tanda pamit.

"Kalau gitu aku pergi dulu. Nyusul aja nanti, buat foto bareng." Diakhiri senyuman dari wajahnya. Yedam melangkah mendekati sosok wanita itu dan membungkuk sekilas, setelahnya ia pergi pada keramaian lorong kelas.

Sisi Gelap | Kim Doyoung ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang