Sejauh kurang lebih dua tahun ini, hubungan mereka baik-baik saja. Raka yang setia dan Raina yang sepertinya tidak tertarik lagi untuk mencari laki-laki lain selain Raka. Meskipun sebenarnya ada beberapa yang menyimpan rasa atau sekedar menyimpan kekaguman untuk Raka maupun Raina.
Namun, mereka cukup tahu diri untuk tidak hadir di hubungan keduanya.
Apalagi mengusik ketenangan Raka yang protective-nya gila-gilaan terhadap Raina. Udahlah mending mundur aja daripada kena cipol bolanya Raka. Better sadar diri, ya kan?
Mungkin jika sudah ditahap ini, sebut saja Raka bucin Raina. Karena kemanapun Raina pergi pasti selalu ada Raka disisinya. Entah untuk berangkat dan pulang sekolah bersama, menunggu sampai kegiatan Raina selesai atau hanya sekedar mengantar jika waktu Raka memang tidak memungkinkan.
"Kamu kerja kelompoknya dimana? Biar aku anter dulu." Raka bertanya tepat ketika sampai dihadapan Raina.
Mereka berbeda kelas. Raina berada di kelas unggulan, sedangkan Raka di kelas seperti siswa-siswi lainnya.
Sudah menjadi kebiasaan mereka berdua ketika pulang sekolah entah Raina yang ke kelas Raka, atau seperti saat ini, Raka yang menuju kelas Raina.
Saat ini mereka sedang berjalan menuju parkiran. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. Setelah ini Raka harus berangkat latihan futsal bersama teman-temannya ke SMA Garuda.
"Di rumah Tyas. Gak apa-apa, kamu juga kan mau pergi latihan abis ini. Kasihan nanti capek," tolak Raina halus sambil tersenyum. Manis.
"Latihan mah masih ada setengah jam lagi yang. Aku bisa nyusul anak-anak nanti langsung ke tempat latihannya." jawab Raka tanpa menatap Raina karena masih sibuk mencari kunci motor dalam tasnya.
"Bener gak akan capek?" Raina berhenti melangkah kemudian menghadap Raka yang berada disampingnya. Raka ikut menghentikan langkahnya setelah berhasil menemukan kunci yang daritadi dia cari.
Tanpa ragu Raka menatap Raina, lalu tersenyum, "Iyaaa, gak akan sayang." jawab Raka dengan lembut sambil menarik tangan Raina menuju motornya yang tinggal beberapa langkah lagi.
Di belakang Raka, Raina tersenyum sambil mencoba mensejajarkan langkahnya dengan laki-laki itu. Raina senang jika Raka selalu memprioritaskan dirinya. Jadi makin sayang. Huwweekk.
Selalu seperti itu. Raka tidak akan pernah membiarkan Raina pergi dengan orang lain. Kecuali teman perempuan, Cakra dan ayah Raina.
Karena jika Raka tahu Raina dekat dengan laki-laki lain, meskipun hanya sekedar bertukar sapa atau jalan beriringan atau bahkan paling buruknya pulang bersama, Raka akan marah besar dan akan berujung dengan pertengkaran.
Jika sudah menyangkut laki-laki, amarah Raka sulit diredam. Hal seperti itu sudah sangat sering terjadi. Maka, Raina yang harus mengalah. Menyimpan segala kekesalannya sendirian.
Belajar dari yang sudah-sudah. Sesulit apapun kondisinya, Raina lebih memilih menyulitkan diri dengan menunggu Raka. Tidak menerima tawaran teman laki-lakinya untuk mengantarnya pulang. Raina akan menolak mereka secara halus dengan melancarkan beribu alasan yang bisa masuk diakal.
Pernah ada satu waktu ketika Raka tidak bisa menjemput Raina setelah acara kerja kelompok bersama teman-temannya. Keadaan sudah sore, langit mulai gelap pertanda akan hujan. Raina tidak bisa meminta Raka untuk menjemput karena satu dan lain hal. Dan Raina akan memilih dijemput Ayah atau adiknya jika kebetulan mereka sempat.
Dan kejadiannya persis seperti dua hari lalu. Kejadian yang membawa mereka berdua pada perselisihan.
Raina kebingungan. Dia tidak berani naik angkutan umum, terlalu takut setelah mendengar beberapa berita tentang penculikan dan pemerkosaan serta dirinya yang pernah dibawa keliling ke tempat sepi oleh driver ojol membuat Raina semakin ciut keberaniannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO LONGER
RomanceDalam sekejap takdir semesta seperti sedang mencemoohnya. Merangkulnya dengan fakta mengejutkan bak hantaman meteor tak kasat mata hingga sesakkan dada. Hantaman yang mampu mendorongnya paksa pada kubangan rasa tanpa daya. Menenggelamkannya bersama...