Dalam hidup, bahagia dan duka selalu datang beriringan. Entah siapa yang akan hadir duluan, yang jelas hal itu tidak pernah bisa kita tawar.
Namun terkadang kita merasa menjadi tokoh paling dibenci Tuhan. Terus diberi sedih hingga lupa rupa bahagia itu seperti apa.
Pun sebaliknya, kala bahagia terus datang tanpa syarat duka, dalam benak bertanya-tanya bagaimana bisa bahagia hadir tanpa diiringi luka dan kecewa? Ataukah ini hanya sebuah tipuan Tuhan agar dibuat terlena lalu nantinya dihantam dengan luka yang tiada habisnya?
Ck. Tidak habis pikir dengan manusia.
Isi kepalanya hanya dipenuhi dengan rasa curiga tanpa mau berusaha memaknai setiap rasa yang sudah Tuhan cipta. Karena sebenarnya, besar kecilnya bahagia dan duka hanya terletak dari bagaimana cara kita meraba apa yang sedang dirasa.
Seperti Raina yang pagi ini nampak berseri, misalnya. Entah karena banyaknya kasih yang dia terima atau memang gadis itu pandai memaknai hal-hal yang ada dalam pandangannya.
Si gadis bermata coklat itu bak tak miliki sedih yang berarti. Positive vibes yang sering dia bawa, mungkin adalah hasil dari curahan kasih sayang yang selalu dia terima setiap hari.
Maka, siapa yang tidak iri pada dirinya si anak pertama dari keluarga harmonis tanpa cela dari ujung rambut hingga ujung kaki. Selalu dapatkan apa-apa yang mungkin tidak pernah orang lain miliki.
"Ayah, mau nganterin aku sama Fira?" Tanya gadis itu. Dia baru selesai memasukan satu suapan nasi terakhir ke dalam mulut.
Dalam kamus harmonis tak tertulis keluarga Maheswara, berkumpul di meja makan setiap pagi adalah ritual wajib yang harus selalu dilakui. Meski hanya sekedar minum teh hangat ditemani roti kering dan balada makanan ringan lainnya, interaksi itu harus tetap terjalin tak peduli seberapa sibuk masing-masing diri.
Karena di sana akan terbangun kehangatan dari sebuah tanya yang berubah menjadi cerita penuh makna. Atau hanya sekedar candaan tak berpangkal yang hadirkan tawa setelahnya.
Mungkin, yang katanya, dari sanalah timbul ungkapan bahwa harmonis tidaknya suatu keluarga tercermin dari seberapa sering interaksi yang terjalin di lingkaran meja makan.
"Teh, kunyah dulu yang bener nasinya," Ibunya memperingati. Wanita itu kurang suka jika anak-anaknya makan sambil berbicara.
Peringatan itu menciptakan senyum tanpa dosa di wajah Raina hingga membuat ibunya geleng-geleng kepala. Mungkin peringatan ini sudah yang kejutaan kali tanpa gubrisan.
"Maaf, Bunda.. hehe." jawabnya.
"Iya, Cakra gimana? Berangkat sendiri?" suara seorang Pria empat puluh tahunan di ujung meja sana.
Hari ini Ayahnya sengaja mengambil cuti agar bisa quality-time bersama keluarganya. Lumayan sampai empat hari kedepan bisa berpuasa dari berkas-berkas kantor sebelum kembali berjibaku di hari Senin yang membosankan.
"Biasa, dia mah berangkat sama bucinnya, Yah." Jawab gadis itu pada Ayahnya.
Sang pria mengangguk paham dengan mulut membulat dan kedua alis terangkat. "Teteh udah siap? Mau berangkat sekarang? Dimana Fira?"
Ya, memang hari ini Cakra sengaja mengosongkan jok belakang dari orang rumah karena sudah berpesan sejak jauh-jauh hari bahwa hari ini dia harus berangkat bersama gebetannya untuk merayakan tiga puluh hari usia pacaran mereka.
Tiga puluh hari, pemirsa...
Raina memindai sekeliling ruang makan bermaksud mencari adiknya. Siapa tahu nyempil di sela-sela figura lukisan. Canda lukisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO LONGER
RomanceDalam sekejap takdir semesta seperti sedang mencemoohnya. Merangkulnya dengan fakta mengejutkan bak hantaman meteor tak kasat mata hingga sesakkan dada. Hantaman yang mampu mendorongnya paksa pada kubangan rasa tanpa daya. Menenggelamkannya bersama...