5. IF ONLY

48 5 0
                                    

Terkadang kata seandainya selalu menjadi hal paling menyakitkan bagi beberapa orang. Bukan maksud untuk tidak bersyukur, hanya saja jika suatu hari diberi kesempatan untuk menjadikan perandaian itu kenyataan, maka setidaknya pasti ada satu atau dua hal yang tertanam dalam benak tanpa bisa diucapkan melalui lisan.

Tapi sayangnya, segala bentuk perandaian itu selalu ditampar rasa segan pada Tuhan. Merasa tidak layak atas semua yang berlabel 'meminta' sehingga lebih memilih pada posisi pasrah mengikuti takdir yang diberi. 

Seperti Gara contohnya. Laki-laki itu memiliki dua hal perandaian yang sudah terpatri dalam angan-angan. Meski, sebenarnya dia tahu hal itu tidak akan pernah benar-benar bisa direalisasikan.

"Ga, coba deh ungkapin perasaan lo sama dia. Udah dua tahun lo sukain dia diem-diem kaya gini." ujar remaja berpakaian olahraga berbicara pada teman di sampingnya.

Yang ditanya matanya masih tertuju pada seorang gadis berambut panjang dengan ciri khas mata coklatnya. Saat ini dia sedang tertawa karena bola yang harusnya dia service malah melambung jauh keluar lapangan.

"Enggaklah. Gue gak mau tiba-tiba dia ngerasa canggung kalo ketemu gue. Biarin kaya gini, gue juga gak ngerasa keberatan." Jawab pemuda itu pada temannya, Nino.

"Tapi kan seenggaknya lo bisa ngerasa ringan. Kali aja emang dia ada bau-bau mau putus sama pacar overprotectivenya jadi bisa tuh lo tikung," kata Nino seraya setengah merebahkan dirinya dengan ditopang oleh kedua tangan ke belakang.

"Ngaco lo kalo ngomong. Kedengeran sama cowonya lo bisa dihajar, No." Gara terkekeh sembari memeluk lututnya. Pandangannya masih terkunci pada gadis itu.

Sampai dia tersenyum karena teringat awal pertemuan mereka di sekolah ini.

Saat itu di awal masa masuk SMA, mereka dipertemukan dalam ajang unjuk bakat perwakilan setiap kelas dalam rangka pengenalan bakat siswa baru. Hal ini dilakukan pihak sekolah yang bekerja sama dengan OSIS untuk nantinya mempermudah dalam pengarahan pengembangan diri setiap siswa yang memiliki potensi dan bakatnya.

Ya, mereka satu kelas sejak awal. Sebuah kebetulan memang.

Pada saat itu salah satu anggota OSIS di kelasnya bertanya siapa saja yang bersedia untuk menunjukan bakatnya entah itu bernyanyi, melukis, menari, main drama, main gitar atau bahkan mereka ingin kolaborasi pun kebebsan ada di tangan mereka.

"Siapa di sini yang mau tampil?" ujar Mira, salah satu pendamping Osis di kelas mereka.

"Kalian berdua janjian?" tanya anggota Osis yang lain.

Yang ditanya saling menoleh bersamaan, bingung. Karena tanpa diduga Gara dan Raina mengacungkan tangan secara bersamaan.

"Enggak." lagi. 

Mereka menjawab dengan satu helaan. Membuat semua orang yang berada di kelas itu tertawa, ada yang berdehem, ada yang bertepuk tangan dibumbui dengan beberapa siulan bahkan ada yang heboh memukul-mukul meja.

Biasalah anak remaja.

Mereka berdua pun ikut terkekeh lalu gadis itu melemparkan senyum padanya.

"Raina, kamu mau nunjukin apa?" tanya Mira pada gadis itu.

"Aku mau nyanyi, Kak." -Raina

"Kalo kamu, Gara?" ujar Mira lagi.

"Aku mau main gitar sama nyanyi, Teh."

"Gimana kalo kalian mainnya berdua? Gara yang main gitar kamu yang nyanyi atau duaduanya nyanyi juga boleh,"

Raina mengangguk. "Aku sih hayu aja." lalu melirik pada remaja yang sejak tadi memerhatikannya.

NO LONGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang