22. OUR FEELINGS

27 4 0
                                    

Sepasang mata bulat itu tengah memperhatikan gerak-gerik gadis yang kini membelakanginya. Gadis itu baru saja selesai menyeduhkan teh manis hangat untuk dirinya yang beberapa waktu lalu sempat menjadi sasaran tendangan bola sang lawan.

Gara sesekali menarik garis bibirnya tanpa sadar. Dia setengah tidak percaya bisa sedekat ini dengan Raina.

What a beautiful world!

"Minum dulu," titah Raina sembari menyodorkan satu gelas teh manis hangat pada sosok yang sedang duduk di blangkar UKS.

Laki-laki itu mengikuti apa yang diminta Raina. Sedikit demi sedikit ia seduh teh dalam gelas. Kedua tangannya dengan setia menangkup gelas itu sembari sesekali melirik Raina melalui ujung mata.

Menggemaskan. Seperti anak kecil yang tengah diawasi oleh sang ibu.

"Makasih banyak," imbuhnya setelah menyisakan seperempat isinya. Dia letakan gelas itu di atas meja samping blangkar.

Raina menatap Gara intens. Dia terus menelisik lelaki itu tanpa berkedip membuat sang objek yang ditatap merasa kikuk. "Kenapa?" Dia memlih bertanya untuk memutus kecanggungan yang menyerbu dirinya.

"Kamu masih pusing enggak?" Gadis itu malah balik bertanya.

Gara kontan menggeleng. Tidak ada jawaban verbal. Hanya bahasa tubuh untuk memuaskan pertanyaan yang gadis itu lontarkan. Dia ingin memastikan, apa yang sebetulnya ingin Raina utarakan.

Hening beberapa saat. Raina tampak sedang menimbang. "Kenapa kamu setuju aja diajak futsal sama Raka?"

Benar saja kalimat itu terlontar dari bibir mungilnya.

Gara mengendikan bahu. "Just do what should men do," dia memberi jeda. "Gak apa-apa, toh aku menang juga." Ada kekehan di akhir kalimatnya.

Raina berdecak. "Gik ipi-ipi, tih iki mining jigi," cibirnya setelah mendengar jawaban Gara. "Enggak inget apa tadi kamu mimisan gara-gara siapa?" Gadis itu mendelik dengan suara yang sedikit ketus.

Gara terkekeh gemas. Dia ini sedang bermimpi atau bukan, sih? Pasalnya, dia bingung mendefinisikan sikap Raina itu sebagai apa. Sebab dengan melihat bagaimana gadis itu mengkhawatirkan dirinya, membuat dadanya sedikit membuncah. Ada getaran aneh di hatinya. Ada ribuan kepompong yang kini bermetamorfosis menjadi kupu-kupu yang berhamburan keluar dari sarangnya.

Gara ... bahagia.

"Serius Hujaaaan, enggak apa-apa. Kan sekarang udah enggak. Tadi juga kamu udah bantu kompres wajah aku. Jadi, udah, ya?" balas Gara lembut sembari menatap netra coklat itu.

Lagi-lagi Raina mendelik tidak suka dengan jawaban Gara. Bukan apa-apa, Raina sangat merasa bersalah dengan apa yang sudah dilakukan oleh Raka. Dia tidak menyangka bahwa sang mantan kekasih akan senekat itu.

Walaupun Raina sebenarnya tahu seberapa arogan laki-laki itu tapi mengajak duel Gara yang notabene tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dirinya sudah berhasil memancing pitam Raina.

"Kamu marah?" celetuk Gara karena tidak ada sahutan lanjutan dari Raina. Dia menunggu dengan cemas takut-takut gadis itu betulan marah.

Raina berdecak. "Ya menurut kamu?" ketusnya.

Rain, jangan gini ... rasanya kamu kaya pacar aku. Bisik hatinya.

Gara tertawa gemas. "Nanti kita night ride, deh, buat nebus kesalahan aku. Terus kamu boleh minta jajan apa aja, nanti aku turutin. Mau enggak?" tawar Gara.

Bukannya jawaban, Gara malah kembali dilempari delikan tajam. Lebih tajam dari mulut tetangga. Gara sampai dibuat merinding melihat bagaimana ujung mata itu menatap dirinya seakan menjadi santapan satu-satunya di muka bumi.

NO LONGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang