21. THE DISTANCE

28 2 0
                                    

Bagaimana rasanya?
Melihat seseorang yang kita sayang saling melempar tatap dengan orang lain?
Saling bertukar tawa dengan orang lain?
Dan, saling menaruh kagum satu sama lain.
Menyenangkan, bukan?

~~~

Adalah hari dimana sesak tidak ingin lagi dia rasakan. Walau tidak semudah membalikan telapak tangan tapi mungkin kali ini usahanya cukup berhasil untuk mengenyahkan remah-remah luka yang cukup berserakan di hatinya. Jika biasanya denyut-denyut sakit itu sering tiba-tiba datang diiringi dengan sekelebat bayangan menyakitkan tentang dirinya, kali ini dadanya dirasa begitu ringan.

Bagaimana bisa?

Apakah benar ini berkat usahanya sendirian? Atau ada andil dirinya yang tidak dia sadari pelan-pelan menjadi obat dari retakan-retakan yang hampir mengakar. Entahlah. Raina bingung dengan hal-hal yang akhir-akhir ini terjadi. Dia sakit tapi dia bahagia. Dia kehilangan tapi tidak kesepian.

Tidak tahu. Raina sungguh tidak tahu harus bagaimana mendefinisikan situasi yang sedang dia alami. Mungkin semuanya masih terlalu abu-abu. Mengingat sesekali dia masih merindukan laki-laki itu tapi di sisi lain dia pun selalu merasa patah ketika bertemu tatap dengannya. Raina masih tidak percaya hubungannya akan kandas hanya karena orang ketiga.

"Teh, lo udah move on, ya, dari si itu?" celetuk Cakra pada Raina yang sejak tadi tidak bersuara.

"Kenapa emang?" Raina memilih balik bertanya atas pertanyaan tiba-tiba dari adiknya yang tampak fokus mengemudi.

"Dih si Oneng ditanya malah balik nanya," protes Cakra.

Raina malah terkekeh gemas melihat mimik adiknya yang tidak puas atas jawaban yang dia berikan. "Ya abisan, kenapa emang tiba-tiba nanyain dia? Orang biasanya juga lo jadi orang pertama yang nolak buat ngebahas tentang dia." Jelas Raina pada adiknya.

"Gak gitu, gue cuma gak suka aja. Masih gedeklah intinya. Apalagi kalau liat selingkuhan dia. Hih, pengen banget gue geprek!" sungut Cakra.

"Emang lo berani sama cewek?"

Cakra nyengir tanpa dosa. "Hee-- Enggak, sih. Gue mah bukan bencong."

"Ya udah kalau gitu. Biarin." Final Raina seolah ingin menutup percakapan mereka.

"Ck, jawab dulu pertanyaan gue yang tadi, elah!"

Cakra begitu geregetan dengan kakaknya. Meski dia sebenarnya tahu bahwa ini hanya akal-akalannya semata untuk menghindari apapun tentang dia. Cakra tidak bermaksud mengorek luka lama. Dia hanya begitu penasaran karena akhir-akhir ini kakak perempuannya itu sering sekali tersenyum sendiri. Sering bernyanyi-nyanyi seolah dia sedang kasmaran. Sering tiba-tiba masak atau membuat beberapa kue kering hingga muffin. Semacam lupa dengan badai yang belum lama dia dapatkan.

Yaa ... Walau sesekali masih dia dapati kakaknya murung tapi tidak seperti di awal-awal dia diselingkuhi hingga membuat perempuan itu mengurung diri di kamar dan mendung selalu menyapa wajahnya. Ini, sebuah keajaiban di antata tujuh keajaiban dunia yang harus diabadikan.

"Penasaran, yaa??? Penasaran kaaann????" jawab Raina malah menggoda adiknya dengan sedikit memincingkan sudut matanya.

"AW! Cakra ih sakit!" sungut Raina seraya memegang keningnya.

Baru saja. Baru saja Cakra menyentil kening gadis itu tiba-tiba. 

"Makanya cepet jawab Maemunah. Gak peka banget gue lagi penasaran," Cakra menjawab tanpa memperdulikan ringisan Raina yang masih setia mengusap-usap keningnya.

Raina cemberut, "gak tahu. Gue juga enggak ngerti. Perasaan gue biasa aja."

Entah ini penyangkalan atau memang betulan gadis itu tidak paham atas perasaannya. Pasalnya, mimik perempuan itu tampak gamang dan gelisah. Semacam tidak yakin atas jawabannya sendiri.

NO LONGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang