[0] mikrokosmos

1.6K 68 16
                                    


Di beberapa kesempatan, kadangkala Renjun merasa perlu mengutuk dirinya sendiri. Memilih film horor sebagai penghilang bosan di malam yang sedang hujan-hujannya dengan petir yang menyambar-nyambar, adalah salah satunya.

Disinilah dirinya sekarang, terjebak di tengah-tengah para sahabatnya sendiri yang menahannya agar tidak kabur di pertengahan film sebagai seseorang yang merekomendasikan film genre horor tersebut. Terkepit diantara Jaemin dan Chenle. Adik-adiknya yang tumbuh jauh lebih besar darinya.

"Kenapa dia tidak lari sih?!" Haechan bersungut, menatap si tokoh film dari Eropa itu dengan jengah.

"Kenapa? Kalau aku jadi dia aku juga penasaran,"sahut Jeno, adik satu bulan Renjun yang duduk tepat di bawah kursi yang dia duduki, ada Jisung juga di sebelahnya.

"Tidak penasaran tidak seru lah, hyung. Filmnya akan habis begitu saja nanti." Chenle ikut-ikutan bersuara dengan mulut yang sejak tadi sibuk mengunyah popcorn bread yang di buat Jaemin sebelum sesi menonton dimulai.

Lalu hening lagi, mereka semua fokus pada film dimana sang perempuan tokoh utama sedang menelisik gudang yang dia datangi.

Renjun tau, saat-saat seperti ini pasti direktor pembuat film itu akan menampakkan jumpscare. Untuk itu, Renjun yang posisinya duduk dengan dua lutut terangkat dan selimut yang menutup kakinya, menggenggam erat selimut yang di pakainya di atas lutut dan mulai menyembunyikan kepalanya di bahu lebar Jaemin.

Pemuda tertua kedua setelah Mark itu mulai menutup matanya saat sekelebat bayangan melintas cepat di belakang si tokoh utama. Ada beberapa suara ribut setelahnya, seperti barang-barang yang terhempas di susul suara teriakan perempuan yang membuat Renjun sedikit terperanjat dan makin merapatkan dirinya pada Jaemin.

Setelahnya hening, Renjun tidak bisa dan tidak mau menebak apa yang sedang terjadi di dalam film. Pelan-pelan, dia kemudian membuka matanya untuk mengintip, belum sempat membaca suasana, Chenle mengejutkannya dengan menepuk keras bahunya dan berteriak kencang, membuat Renjun terperanjat dan ikut berteriak.

"YAAA!!!!" Renjun merengek dan memukul-mukul bahu Chenle dengan kesal, adiknya itu sekarang sudah tertawa keras, di susul tawa menyebalkan dari Haechan serta kekehan dari Jisung dan Jeno.

"Hyung, hahaha wajahmu lucu sekali, HAHAHA." Tawa Chenle tidak kunjung berhenti, bunyinya nyaring sekali.

"Jangan begitu lagi! Aku hampir jantungan, brengsek!"

"Ah ya ya ya! Kasar sekali mulut ini hm." Jaemin yang tadinya tidak ikut-ikutan sekarang menjepit mulut kecil Renjun dengan jarinya.

"Ini belum berakhir, Renjunna," kata Haechan yang duduk sendirian di sofa single.

"Persetan!" Dan Renjun kembali mendapat cubitan di bibirnya dari Jaemin.

Renjun mendengus kesal, SEBENARNYA YANG KAKAK DISINI SIAPA SIH?!

Setelah itu mereka semua kembali fokus, kecuali Renjun yang makin merapatkan tubuhnya ke sandaran sofa dan mengangkat naik selimutnya hingga sebatas hidung. Matanya memberat, suara perdebatan antara Haechan dan Jeno akan film itu pelan-pelan hilang dari rungunya sampai akhirnya dia tertidur sepenuhnya.

Entah sudah berapa lama Renjun tertidur, tapi ketika membuka matanya lagi, Renjun sudah sendirian di sofa depan televisi.

Ruang bersantai rumah Jaemin yang menjadi markas mereka malam ini terlihat sepi dan gelap di waktu yang bersamaan, membuat Renjun heran, dimana teman-temannya berada?

"Kenapa mereka tidak membangunkanku?" Lirih Renjun yang masih mengantuk. Dia melirik televisi dan mendapati televisi itu hidup dengan menampilkan layar semut.

Spirit Of The DreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang