[14] nemesism

545 69 12
                                    

Gelap, ruangan itu amat pengap sehingga nafas Haechan terdengar jelas bersahut-sahutan. Haechan tidak tau apa yang terjadi. Seingatnya, sebelum dia tidur tadi, desa mengalami mati pemadam listrik sehingga keadaan villa menjadi gelap gulita, dan dia sudah tidur di ranjang setelah membantu Mark dan Jeno mencari beberapa lilin lampu minyak sebagai penerangan.

Namun sekarang, Haechan berada di ruang bawah tanah yang sangat kotor dan berdebu. Entah penerangan dari mana, namun Haechan masih bisa samar-samar melihat keadaan di ruangan itu.

Haechan berlari, dia membawa kakinya menuju jalan keluar yang sedikit banyak dia ingat di lorong-lorong gelap ini.

Dan saat sudah melihat tangga besi karat yang dia yakini sebagai jalan menuju pintu keluar, Haechan langsung berlari mendekatinya dan memanjatnya dengan cepat.

Pemandangan yang ia dapatkan saat keluar dari sana adalah hutan lebat. Hutan yang berkali-kali lebih lebat dan lebih menyeramkan di banding hutan belakang villa yang pernah beberapa kali dia datangi.

Tidak ada suara apapun. Lagi-lagi hanya suara napas Haechan yang tersengal-sengal akibat lelah bercampur rasa takut. Dia berusaha lari sekencang yang dia bisa untuk keluar dari hutan itu menuju villa. Namun—

BRAKK!!

Haechan menyandung sesuatu, dirinya terjerembab ke depan dengan keras. Dirinya merintih sebelum membawa tubuhnya untuk bangkit.

"Apa yang..." Haechan tak kuasa menahan kagetnya saat dia mendapati dirinya jatuh di tempat pertama kali dia membuka mata, di dalam ruang bawah tanah.

Dengan tergesa-gesa, Haechan kembali berlari menuju jalan keluar.

Satu pintu, dua pintu, satu belokan, dua belokan, satu lorong, dua lorong, Haechan terus menyusuri jalan-jalan yang terlihat familiar itu sampai ia menemukan tangga keluar. Tanpa tedeng aling-aling, dia kembali memanjat tangga dan keluar. Tanpa melihat kondisi hutan, Haechan berlari dan terus berlari, sampai ia tersandung dan terjerembab lagi, lalu terbangun di ruang bawah tanah lagi.

Dalam hati Haechan mengumpat hebat, napasnya makin lama makin berat dan dia makin lelah dan semua bagian tubuhnya terasa sakit.

Namun Haechan tidak memikirkan apapun lagi, dia kembali lari dan terus berlari. Kakinya yang gemetaran dia tahan agar tidak terjatuh lagi. Dia perhatikan jalannya lamat-lamat supaya tidak tersandung kembali. Tapi gemetar itu tidak bisa Haechan lawan, dia terjatuh lagi, dan bangun di lantai ruang bawah tanah kembali.

"AAAAAARRRRGGHHHHHH!!!!!" Haechan berteriak kesal, dia mengepalkan tangannya dengan erat dan memukulkan kepalan tangan itu ke lantai sebagai pelampiasan rasa frustasi.

Dan baru saja ia hendak berdiri dan pergi lagi, sebuah suara lirih terdengar menggema di kesunyian.

"Tolong...tolong...."

Akan tetapi Haechan memilih abai dan lanjut melarikan diri meski akhirnya terjatuh lagi. Pemuda tan itu dengan segala tenaga yang tersisa bersumpah pada dirinya sendiri untuk bergerak cepat. Namun suara itu makin lama makin terdengar jelas dan keras dan berbunyi tepat di belakang Haechan seolah mengejarnya.

Sekuat apapun Haechan mencoba melarikan diri, dia tetap kembali jatuh ke lantai ruang bawah tanah itu. Dan suara misterius itu juga semakin menjadi-jadi.

"TOLONG!"

"LEPASKAN!

"LEPASKAN AKU!

"KENAPA TIDAK MAU MENOLONG KU?!"

"KENAPA TIDAK MAU MELEPASKAN KU?!

"AKU TIDAK SALAH! AKU TIDAK SALAH!"

Spirit Of The DreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang