Hari hampir petang saat Mark membawa adik-adiknya untuk kembali pulang ke villa. Setelah percakapan singkatnya bersama Doyoung di kedai makanan tadi, keempatnya tidak berbicara apapun. Pun dengan respon Doyoung yang terdiam kaku dan berubah menjadi kikuk padahal sebelumnya pria itu sangat semangat mengajak mereka untuk berbicara.
'silahkan, ini pesanan kalian. Berhati-hatilah, ku harap kalian kembali dengan selamat.' Hanya kalimat itu yang Doyoung ucapkan saat mereka berpisah.
"Lihat, matahari terbenam," ucap Chenle sembari menarik lengan jaket Jisung yang berjalan di sebelahnya. Yang di tarik lantas menghadap ke arah mana Chenle memandang, dan benar saja, dari tempat mereka berjalan, mereka dapat melihat matahari terbenam diantara bukit karena sekarang mereka sedang berjalan di jalan setapak yang kanan kirinya tanah lapang.
Bukan hanya Jisung yang mendengar celetukan Chenle itu, Mark dan Haechan juga. Mereka sama-sama berhenti sejenak demi melihat pemandangan yang harusnya bisa mereka nikmati itu. Namun bagaimanapun, Mark tidak bisa membawa adik-adiknya sampai saat malam hari. Untuk itu, ia bergegas memerintah yang lainnya untuk segera kembali.
Sesampainya di villa, mereka hanya menemukan Jeno dan Jaemin yang sibuk menyiapkan makan malam dengan bahan-bahan yang tersisa.
"Hyung, kami pulang." Chenle berucap dengan suara yang normal.
"Oh, kalian pulang? Bagaimana festival nya?" Tanya Jaemin, ia menoleh sekilas ke arah meja makan dimana Mark dan yang mulai meletakkan apa yang mereka bawa.
"Bagus," jawab Haechan sedikit enggan. Dia mengambil duduk di salah satu kursi setelah melepas mantelnya.
Setelah itu mereka semua sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Haechan yang merebahkan kepalanya dan mencoba beristirahat di meja makan, Chenle yang menyiapkan semua yang ia bawa dari festival, Jaemin dan Jeno yang saling bahu membahu untuk memasak makan malam, Jisung yang memilih untuk membersihkan diri, serta Mark yang mengecek seluruh isi villa, memastikan semua jendela dan pintu sudah tertutup dan dikunci dengan rapat.
Tanpa terasa senja sudah terlewati. Makanan sudah terhidang di atas meja. Namun banyaknya menu malam itu tidak menggugah satupun selera makan dari keenam pemuda itu. Mereka dengan teratur mengambil duduk di kursi masing-masing. Tidak ada keributan seperti yang biasanya mereka lakukan untuk membunuh sepi serta rasa bosan.
Namun sekarang sepertinya masing-masing dari mereka paham kalau mereka sedang lelah, baik itu fisik maupun pikiran.
"Dimana Renjun?" Pertanyaan itu terlontar oleh Haechan saat sejauh matanya memandang, dia tak mendapati Renjun dimanapun.
Sontak mereka semua saling melirik.
"Terakhir dia bilang ingin memakan obatnya, mungkin dia tertidur akibat efek obatnya," jawab Jaemin yang berfikir demikian.
Baru saja akan berdiri dan mengecek kondisi satu orang yang tidak terlihat itu, Jeno dengan segera menahan Haechan. "Biarkan saja dia dulu, hari ini sepertinya lebih berat, baik itu untuknya ataupun untuk mu, juga kita semua. Lebih baik isi dulu tenaga mu supaya bisa mengurusnya nanti."
Haechan kembali duduk di kursinya dan menghela napas. Jeno benar, dia setidaknya harus makan lalu tidur menyusul Renjun untuk melepas penatnya.
Keenamnya makan dengan tenang, sampai saat mereka sudah selesai dengan makanan mereka dan hendak memberesi meja, Renjun datang.
"Renjun hyung," kata Chenle yang pertama melihat kakak satu negaranya itu. Suaranya membuat semua mata menoleh sebentar dari aktivitas yang sedang mereka lakukan.
"Kau disini?" Ujar Haechan. "Kemari lah, kami tadi membeli malatang untuk mu."
Renjun tersenyum tipis dan berjalan mendekati meja makan dan mengambil duduk di salah satu kursi kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit Of The Dread
HorrorRenjun tau, bahwa ada diantara sahabatnya yang di karuniai sebuah hal istimewa tentang bagaimana mereka bisa melihat dunia yang tidak bisa di jelaskan melalui logika manusia. Namun tetap saja, menjadi normal dan menjalani hidup dengan hal-hal biasa...