[4] unexplainable

431 54 10
                                    

Haechan menghembuskan nafasnya dengan gusar, berusaha membuang beban-beban yang tiba-tiba saja menekan rongga dadanya sehingga menimbulkan rasa sesak yang tidak enak. Pemandangan tebing bebatuan dan hutan hijau dengan beberapa rumah penduduk sepertinya cukup untuk membuat Haechan melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya sedari pagi.

"Ada yang mengganggu mu?"

Haechan menoleh ke arah Mark yang menyetir di sebelahnya. Setelah sarapan tadi, keduanya memang sepakat akan pergi ke supermarket terdekat untuk membeli bahan-bahan baku yang mereka butuhkan untuk memasak serta hal lainnya.

"Banyak." Tanpa mau menutupinya Haechan menjawab, dia mengalihkan pandangannya kembali pada jendela mobil.

Mark menipiskan bibir. Haechan memang bisa secara gamblang mengutarakan apa yang tengah dia rasakan, tapi sangat sulit untuk membuat anak itu bercerita tentang apa yang menggangunya.

"Masih masalah tadi pagi? Tadi pagi kan Jaemin sudah berusaha meminta maaf, tapi kau malah mengabaikannya."

Haechan diam tidak menjawab. Dalam hati merasa gondok luar biasa saat lagi-lagi ini terlihat seperti kesalahannya.

"Tadi pagi Jeno juga cerita kalau kau mendengar suara dari belakang villa ya?" Merasa Haechan enggan membahas masalah itu, Mark mulai mengangkat topik pembicaraan lain.

"Hm." Yang lebih muda hanya berdehem singkat.

"Menemukan sesuatu?"

"Tidak."

"Tadi malam lihat sesuatu?"

Kali ini tubuh Haechan sedikit terperanjat kaget, dia menoleh cepat ke arah Mark. "Hyung juga lihat?"

"Tentu," jawab Mark sambil meliriknya.

"Tapi Hyung...."

"Aku diam karena tidak mau kalian semua panik. Tapi sepertinya Jeno gagal untuk tidak panik, ya?" Mark terkekeh di akhir kalimatnya.

Haechan masih diam mencerna. "Kita benar-benar di ganggu ya?"

Kali ini Mark yang menghela nafasnya panjang. "Aku masih tidak tau motifnya mengganggu kita apa. Dia tidak berasal dari villa milik Jeno."

"Mark hyung sudah bicara dengannya?"

"Sudah, tapi dia tidak mau menjawabnya. Kepala Renjun kemarin, juga dia penyebabnya."

"Hah?!" Haechan tidak bisa menahan kagetnya. "Renjun berbohong?!"

Kali ini gantian Mark yang menghela nafas, "seperti tidak tau dia saja."

Mark itu bukan cenayang, dia hanya tau dan terlampau peka terhadap sekitarnya, sehingga adik-adiknya tidak ada satupun yang bisa berbohong kepadanya. Harusnya Haechan tidak lagi heran, tapi dia masih tetap saja kaget, membuatnya mendengus.

"Nanti minta maaf sama Nana ya."

Haechan mendelik spontan ke arah Mark, wajahnya terlihat jelas tidak setuju dengan apa yang di katakan yang lebih tua.

"Kenapa harus aku? Sudah jelas-jelas dia duluan yang menuduhku yang tidak-tidak."

"Dia sudah, tapi kau menghindarinya. Minta maaflah untuk itu."

Haechan berdecak dan memutar bola matanya malas. "Selalu aku, aku yang terus-menerus di salahkan. Kau, kalian, selalu saja memihaknya."

"Donghyuck..." Mark memanggil nama asli Haechan. Dia menghela nafas lagi saat adiknya yang satu itu terlihat merajuk dengan tangan yang di lipat ke dada dan membuang pandangannya kembali ke arah jendela.

Selalu saja begini. Haechan dan Jaemin, akan menjadi dua orang dengan pemegang ego tertinggi diantara mereka bertujuh. Akan sangat amat susah mendamaikan keduanya jika sudah dalam pertengkaran seperti ini. Berbeda dengan Jeno dan Renjun yang selalu menjadi pihak yang mengalah dan tidak mau memperpanjang masalah.

Spirit Of The DreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang