Pagi menjelang, suasana memang tidak se tegang semalam, namun belum dapat di katakan lebih kondusif.
Tidak ada obrolan semangat pagi di meja makan saat itu, saat biasanya mereka adalah orang-orang yang jauh dari kata diam dan canggung.
Haechan menumpu kedua sikunya di atas meja dengan tangan mencengkram rambut di sisi kiri dan kanannya sembari memejamkan matanya erat. Chenle dan Jisung hanya diam saat Jeno bertanya tentang sarapan. Membuat Jeno mau tidak mau ikut murung dan memilih untuk ikut duduk lemas di kursi meja makan.
Tidak lama kemudian, Mark datang ke ruang makan.
"Bagaimana Renjun hyung, hyung?" Tanya Jisung yang pertama kali menyadari kehadirannya.
Mark menyempatkan untuk tersenyum kecil saat semua mata menatapnya. "Sudah lebih baik di banding kemarin. Apa kalian belum sarapan? Kenapa? Tidak mau membuat sarapan untuk Renjun?"
Mendengar pertanyaan Mark, mereka semua langsung saling memandang dengan linglung.
"Renjun ge belum makan?!" Tanya Chenle dengan mata melotot.
"Belum...kan kita semua baru bangun."
Lalu decakan kesal keluar dari bibir Haechan, pemuda tan itu lalu bangkit dari kursinya sehingga menimbulkan bunyi derit yang sedikit keras. "Harusnya hyung mengatakannya lebih cepat," ucapnya yang kemudian membuka kabinet dan mengambil alat serta bahan untuk memasak.
Mark hanya menggeleng maklum. Dia mendekat ke arah Chenle yang menjatuhkan kepalanya di atas meja lalu mengusap surainya pelan. Matanya kemudian menatap Jeno yang hanya duduk termenung.
"Bagaimana tidur kalian?" Tanya Mark pada tiga adiknya yang masih duduk di meja itu.
Chenle tidak menjawab, dia memilih menenggelamkan kepalanya diantara lipatan tangan.
"Biasa saja, hyung." Jisung menjawab dengan lesu. Tidak ada gangguan apapun tadi malam, namun tetap saja, siapa yang akan tidur nyenyak jika keadaan tidak kunjung membaik seperti ini?
Mark hanya tersenyum kecil. "Jja, jangan terlalu lesu. Hyung akan buatkan jus untuk sarapan." Pemuda tertua itu tidak menunggu balasan, ia langsung menghampiri Haechan yang sedang fokus mencuci udang.
Lalu Jeno ikut berdiri, bergabung bersama Haechan untuk membuat menu makan yang lain. Si pemuda tan itu pasti lebih dulu membuat sesuatu untuk Renjun konsumsi daripada membuat makanan untuk dirinya sendiri.
Proses pembuatan sarapan berlangsung sunyi, tidak ada yang suara selain peralatan masak yang Haechan dan Jeno gunakan.
Baik itu Jisung maupun Chenle sebenarnya sudah begitu gatal untuk angkat kaki dari dapur dan beranjak ke kamar Jaemin guna melihat keadaan Renjun yang tidak mereka lihat lagi setelah semalam. Mark memang meminta mereka untuk tidak dulu mengecek kondisi Renjun karena bukannya mencari akar permasalahan dan menyelesaikannya, mereka pasti akan melakukan apa saja untuk secepatnya pulang dan pergi dari villa itu.
Maka dari itu, menahan diri guna mendinginkan kepala dan berfikir lebih jernih akan lebih efektif di gunakan pada adik-adiknya yang masih berfikiran rancu itu.
Haechan menata mangkuk yang berisi sup udang, ayam suwir dan tahu sutra itu di atas nampan. Disebelahnya ada mangkuk yang lebih kecil berisikan nasi hangat, tidak lupa segelas jus buah naga buatan Mark.
Sedangkan Jeno menepuk-nepuk pelan puncak kepala Chenle yang tertidur di atas meja dan memberitahu nya bahwa sarapan sudah di tata di atas meja.
Saat Haechan akan mengangkat nampannya, Renjun sudah terlebih dahulu memasuki ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit Of The Dread
HorrorRenjun tau, bahwa ada diantara sahabatnya yang di karuniai sebuah hal istimewa tentang bagaimana mereka bisa melihat dunia yang tidak bisa di jelaskan melalui logika manusia. Namun tetap saja, menjadi normal dan menjalani hidup dengan hal-hal biasa...