[15] sonder

558 69 8
                                    

Pagi itu terasa tidak biasa bagi Jeno. Dia seolah-olah tertidur sangat lelap, satu malam terlewati seperti satu kali berkedip. Saat membuka matanya, langit di luar sudah abu-abu, menandakan matahari sudah hampir terbit. Ketika kepalanya memandang ke kiri, dia mengerutkan alisnya mendapati Haechan yang pulas di sebelahnya. Melirik ke ranjang, dan dia berdecak melihat Jisung, Renjun dan Jaemin yang bersempit-sempitan di atas situ.

Hatinya sedikit merutuki Haechan yang entah kenapa pindah tidur ke kamar ini sampai membuat tiga orang di atas ranjang rela membagi tempat tidur.

Namun setelahnya, kening Jeno makin mengkerut saat tidak mendapati ingatan apapun tentang kedatangan Haechan. Harusnya, sebagai seseorang yang mudah terbangun, apalagi sedang dilanda rasa was-was, Jeno tidak akan tertidur nyenyak begitu saja saat mendengar suara langkah kaki dari luar kamar.

Dirinya mengecek Haechan kembali, takut-takut terjadi sesuatu pada bocah tan itu sampai-sampai harus mengungsi di kamarnya. Namun dia tidak mendapati apapun. Haechan dalam kondisi yang sangat prima di matanya saat itu.

Tidak mau berpikir larut-larut, Jeno beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan ke arah lemari. Dia membuka lemari itu untuk memilih baju, karena kebiasaannya yang akan mandi kapanpun dia bangun pagi.

Saat tengah memilih pakaian, Jeno dapat mendengar ranjang yang sedang dia belakangi berderit. Dia berpikir mungkin itu adalah Jisung. Hal terakhir yang dia ambil di dalam lemari adalah botol sabun. Dan ketika ia menutup pintu lemari dan berbalik, dia di buat kaget bukan main dengan keberadaan Jaemin yang tepat berada beberapa langkah di belakangnya. Pemuda berotot itu bahkan dengan refleks melempar botol sabunnya ke arah Jaemin.

Wajah Jaemin yang tadinya masih lusu akibat baru bangun tidur, tidak kalah kaget saat Jeno berteriak dengan suara seraknya di susul dengan sebuah botol sabun yang melayang ke arahnya. Untung Jaemin memiliki refleks yang bagus sehingga dia bisa menangkap botol itu sebelum menghantam wajahnya.

Wajah dua orang itu benar-benar terlihat bodoh satu sama lain akibat rasa kaget.

"Ya! Kenapa kau malah melempari ku?!" Ucap Jaemin tidak terima bahwa sambutan pertama Jeno adalah lemparan botol sabun.

"Kau yang apa-apaan, bajingan?! Kau tau, ku kira aku sedang melihat hantu karena kau sudah mati!"

"Mulut mu!"

Kedua orang itu sekarang beralih saling memelototi.

"Ngghh..." Lenguhan kecil terdengar dari Jisung. Si bungsu itu sepertinya terganggu akibat dua kakaknya yang sudah selayaknya anak kembar itu, namun dia masih belum mau bangun.

"Kita bicara di luar," kata Jeno setelah menghela napasnya guna menghentikan debaran jantungnya yang menggila. Sebelum keluar, tidak lupa dia untuk mengecek kondisi Renjun dan menaikkan selimut untuk pemuda kecil itu beserta adik bongsor nya si Jisung.

Jaemin hanya diam dan mengikuti Jeno yang membawanya ke dapur.

Ketika sudah sampai di dapur, Jaemin langsung memungut pisau yang Haechan pegang tadi malam lalu berpura-pura memeriksa bahan baku masak saat Jeno hendak kembali berbalik menatapnya.

"Katakan, apa yang kau dapat dari tidur mu yang panjang itu."

Mendengar ucapan serius dari Jeno, Jaemin sontak terdiam dari acara berpura-pura nya. Dia menutup matanya cukup lama sebelum meletakkan pisau di atas meja dapur dan membalas tatapan Jeno.

"Banyak. Itu adalah sesuatu yang besar."

"Sebesar apa?"

"Sangat besar, sampai mampu membuat kita terjebak disini bahkan setelah aku sadar."

Spirit Of The DreadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang