Di ruangan khusus miliknya, Kara tengah sibuk memainkan ponsel genggamnya. Gadis itu tengah merasa bosan, restoran selalu ramai pengunjung, Kara jadi tidak punya teman untuk diajaknya ngobrol. Dia tidak mau mengganggu pekerjaan karyawannya yang selalu saja segan saat bersitatap dengan Kara.
Tak lama kemudian, ponsel di tangannya berdering, menunjukkan panggilan dari salah seorang kepercayaannya di negara lain tepatnya Indonesia. "Selamat pagi menjelang siang Adikku,"
"Iya, pagi, Kak. Ada apa? Tumben tau di sini masih pagi?"
Di seberang sana, Lidya selaku orang kepercayaan Kara langsung terkekeh pelan. "Dek, ini ada pembahasan penting."
"Lebih penting Reen atau pembahasan kali ini?"
"Aih, tentu kamu lah! Tapi ini juga enggak kalah penting, Dek."
"Iya-iya, ada apa sih, Kak? Jangan buat Reen penasaran deh."
"Reen Café mengalami masalah serius terkait penggelapan dana tahunan yang bahkan melebihi satu triliun rupiah, dengan pengeluaran secara berkala setiap 3 bulan sekali selama setahun. Pengkhianat ini sudah merencanakan dengan matang, Reen."
Kelopak mata Kara terpejam sejenak mendengar masalah yang terbilang serius, sangat serius malah. Ini memang bukan masalah pertama mengenai penggelapan dana, tapi tetap saja, ini menjadi rekor penggelapan dana tertinggi selama kurun beberapa tahun. "Lalu bagaimana dengan tim IT? Apa tidak ada hal yang mengganjal selama pemeriksaan bulanan tentang perangkat?"
"Kita semua tahu, Kak. Tiap pengeluaran serta pemasukan dana pasti terhubung ke perangkat lunak yang di pantau langsung oleh tim IT. Masa mereka tidak mencurigai apa pun tentang penggelapan dana ini? Mereka yang lalai atau pengkhianat ini yang terlalu cerdas?"
Lidya di seberang sana terdiam, dia tahu jika Kara saat ini sedang menahan amarahnya. "Kakak mencurigai sesuatu, Dek. Bisakah kamu ke Indonesia? Kakak tidak yakin bisa menuntaskan masalah besar ini tanpa di dampingi dirimu,"
Kara memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut, dia masih ada kelas tapi urusan bisnisnya juga penting. "Kak, Kakak tau, Reen sedang sibuk dengan S3 Reen. Reen tidak mungkin bisa menetap lama di Indonesia,"
"Lalu bagaimana dengan penggelapan dana ini, Reen? Kamu akan membiarkannya begitu saja? Mungkin kalau hanya sepuluh juta, itu bukan kerugian bagimu, tapi ini satu triliun, Reen."
"Baik, Reen akan ke Indonesia. Mungkin lusa, Reen harus menyelesaikan urusan di sini dulu."
"Baiklah, hati-hati ya Reen di sana dan maafkan Kakak yang lalai dalam mengemban amanah darimu,"
"Tidak perlu minta maaf, Reen tutup, Kak."
"Iya, Reen."
Panggilan selesai, Reen bergegas ke kampus karena kelasnya akan segera di mulai. Reen juga akan membicarakan tentang niatnya yang ingin mengikuti kelas secara online, urusan kuliah memang penting tapi urusan bisnis juga tidak kalah penting.
"REEN! ISH! HELO CALON PROFESOR!"
Kara berdecak pelan, suara melengking itu berasal dari temannya di kampus. Adora Lavela Librevile, biasa di sapa Vela oleh orang-orang termasuk Kara. Dia sama seperti Kara, di karuniai IQ tinggi meski masih kalah oleh kejeniusan Kara. Di usia 18 tahun, Vela tengah menempuh S1 nya di universitas yang sama dengan Kara tapi dia jauh lebih rajin ke ke setiap kelas yang ada Karanya.
Bahkan, Vela memiliki jadwal kelas Kara. Alasannya, agar Vela bisa dengan mudah menemukan Kara, si jenius cantik serta multitalenta. Vela yang berisik di satukan dengan Kara yang super random, kadang bisa humoris tapi kadang juga bisa sedingin kutub Utara. Tapi Vela suka berteman dengan Kara yang royal abis.
Hei .... Jangan salah, meski Vela terlahir dari keluarga konglomerat, dirinya juga sangat mencintai yang namanya gratisan, terutama belanja gratis sepuasnya dan Kara selalu memanjakan teman-temanya tanpa membatasi jumlah yang di habiskan. Jadi, teman mana yang akan melepaskan Kara begitu saja? Bukan matre, hanya realistis saja.
"Kenapa?" Tanya Kara dengan nada malas, sembari berjalan cepat menuju kelas, dia ada jam sebentar lagi.
"Shopping yuk? Gue bosen nih, hehe."
"Gue ada kelas, Vel. Enggak bisa sekarang, lo pergi sendiri aja." Kara mengeluarkan kartu hitamnya, memberikan pada Vela lalu bergegas masuk ke dalam kelasnya.
Sontak saja, mata Vela berbinar cerah mendapatkan kartu hitam milik sang sahabat. "CALON PROFESOR! TERIMA KASIH BANYAK!"
Selesai dengan urusan kuliah, Vela kembali mendatangi Kara. Gadis itu sudah stand by di gerbang fakultas, menunggu Kara karena niatnya memang menjemput gadis itu. Kara yang memang lelah dan malas menyetir, langsung masuk ketika melihat mobil baru Vela. Kara yakin, Vela pasti beli mobil dengan kartu hitamnya yang tadi.
"Reen, bagus enggak mobil gue? Gue baru beli loh,"
"Hm, bagus."
Vela tersenyum lebar, dia akan pamerkan mobil baru ini pada Sera nanti. Sierra Valeta Caesalpinia, pasti akan iri saat tahu dirinya beli mobil keluaran terbaru tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, sebab Vela menggunakan uang di kartu hitam Kara. Beda dengan Vela yang tampak matre, Sera malah lebih waras.
Gadis yang sama-sama berasal dari keluarga kaya itu mengenal Kara saat ada pertemuan bisnis, Kara datang bersama Kakek dan Neneknya, di sanalah mereka bertemu dan mulai dekat sampai sekarang. Jika Kara dan Vela memutuskan ikut program akselerasi sekolah, maka Sera tidak. Gadis itu masih duduk di bangku kelas 12 menengah atas sekarang.
Tujuan Vela tidak langsung mengantar Kara pulang, sebab gadis itu malah berhenti di depan rumah Sera. Menghubungi Sera dan menggunakan nama Kara agar Sera bergegas keluar, lihat saja, Sera langsung tergesa-gesa menghampiri mobil baru Vela karena tahu ada Kara yang mencarinya.
Kara sendiri hanya diam, dia sudah pening memikirkan masalah kuliah dan bisnisnya yang kacau di Indonesia, sudah malas mengurus Vela yang selalu saja bertindak semaunya. "Reen, ada apa?" Sera langsung masuk ke kursi tengah, Vela pun melajukan mobil dan Sera tidak melarang atau merasa kesal.
"Enggak ada,"
"Raut wajah lo agak beda, lo ada masalah?"
Memang hanya Sera yang peka pada Kara, "Iya."
"Masalah apa, Reen?"
"Penggelapan dana,"
"Berapa?"
"Satu triliun,"
"WHAT?!"
CKITTT!
Saking kagetnya, Vela sampai langsung mengerem dadakan. Kara hanya bisa menghela napas kasar, ingin sekali dia menendang Vela ke pluto. Dirinya sudah pusing, tambah pusing karena kelakuan Vela.
"Vel! Bawa mobil yang benar!"
"Gue nyetir ya, enggak kuat bawa mobil." Vela kembali melajukan mobilnya tanpa rasa percaya telah membuat Kara dan Sera terkejut, bagi Vela, dirinya lebih terkejut mendengar nominal yang Kara sebutkan tadi.
"Terserah lo lah, Vel. Btw, bisnis lo yang mana, Reen?"
"Yang di Indonesia,"
"Lo bakal ke sana berarti?"
"Iya,"
"GUE IKUTTT!" Vela kembali berteriak, benar-benar ingin Kara lempar ke pluto.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/281293058-288-k855971.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...