44 - Karma

5K 159 1
                                    

Celah pintu yang tidak tertutup sempurna Karin gunakan untuk menyelinap masuk, wanita hamil itu hampir saja jatuh duduk saat melihat suaminya dengan penuh semangat menggauli seorang wanita padahal sebelumnya, mereka berdua baru saja bercinta dengan mesra di kamar.

"Mas?"

Gerakan Alex langsung terhenti, pria itu berbalik badan, menatap terkejut istrinya. Cepat-cepat Alex melepas penyatuan, pria itu langsung memakai pakaiannya kembali. "Sayang, Karin."

"Kamu? Astaga, Mas."

Vela hanya memutar bola matanya malas, wanita itu memakai pakaiannya lalu berjalan santai mendekat. "Oh, istri kamu lagi hamil? Pantas kamu enggak jawab saat aku minta buat ceraikan istrimu,"

Karin menatap terluka pada suaminya yang hanya diam, "Itu semua benar, Mas?"

"Maaf, Karin."

Tangis Karin pecah, wanita itu menangis dengan sangat menyayat hati. "Aku salah apa, Mas? Aku kurang apa sampai kamu tega mengkhianati aku begini? Aku salah apa?!"

"Karin, dengarkan aku."

"Apalagi, Mas? Kamu mau bilang kalau kamu khilaf? Iya?!" Karin memukul dada bidang suaminya dengan air mata bercucuran.

Wanita itu menatap nyalang Vela, dengan secepat kilat tanpa bisa di hindari, vas bunga di dekat pintu melayang ke arah Vela yang langsung jatuh dengan kepala terbentur dinding. Tak sampai di sana, entah kekuatan dari mana, Karin mendorong Alex lalu meraih vas bunga lain dan menimpanya tepat ke atas perut Vela, Karin tidak tahu kalau Vela sedang hamil.

Kekasih gelap Alex itu berteriak kesakitan, Alex bergegas menggendong Vela, matanya menatap kosong darah dari selangkangan Vela. Lalu beralih menatap Karin, "Kalau sampai ada apa-apa dengan kekasihku, kamu akan tahu akibatnya."

Tangis Karin semakin keras, wanita itu merasa sakit bukan kepalang saat suaminya berkata demikian hanya untuk melindungi seorang pelakor. Dengan suasana hati buruk, Karin pergi meninggalkan apartemen dengan kecepatan tinggi. Wanita itu tidak memperhatikan jalan dengan jelas, sampai sebuah truk menghantam mobilnya yang langsung hilang kendali.

Kecelakaan beruntun terjadi di simpang jalan, membuat tubuh Alex melemas saat di kabarkan jika Karin tewas di tempat dan sekarang berada di rumah sakit terdekat dari lokasi kejadian. Pikirannya semakin blank saat Dokter yang menangani Vela, mengatakan bahwa simpanannya itu keguguran. Apakah ini bisa di sebut karma untuk Alex?

Dengan pikiran bercabang, Alex pergi ke rumah sakit tempat Karin berada. Tungkainya semakin tak bertenaga saat suara tangisan bayi menyambut gendang telinganya, "Atas kuasa Tuhan, bayi Anda selamat dari maut tapi maafkan kami, karena istri Anda tidak bisa kami selamatkan."

Alex menatap bayi perempuan dalam box bayi yang tengah menatapnya polos, di saat itu juga tangis Alex pecah. Pria gagah itu memeluk tubuh dingin istrinya yang terluka sangat parah bahkan kedua kakinya patah. Hatinya hancur, melihat bayinya lahir di saat istrinya tak bisa lagi membuka mata. "Karin, maafkan aku, Karin maafkan aku!"

Di rumah sakit, Vela rasanya ingin mati saat Dokter mengatakan jika dirinya keguguran dan dia tidak bisa lagi mengandung karena rahimnya harus di angkat. Apakah ini karma lain untuk Vela yang telah tega merusak kebahagiaan wanita sebaik Karin? Wanita yang sudi menemani suaminya dari nol tapi Vela datang dan menghancurkan segalanya.

Vela menangis histeris, dia tidak rela kehilangan bayinya, lantas bagaimana dengan Karin yang kehilangan suaminya juga? Bahkan nyawanya.

***

Dor!

Satu peluru Kara lepaskan ke langit-langit ruang rawat Vela, wanita dengan pakaian serba hitam itu menatap dingin Vela. "Gue kecewa atas inisiatif lo yang sangat memalukan, beruntung anak itu tidak lahir dari rahim wanita seperti lo."

Vela hanya menatap kosong Kara, semangat hidupnya sudah tidak ada lagi sekarang. "Lo lebih baik mati, La. Muak gue melihat wajah lo, wajah yang sudah menjerat suami orang bahkan menghancurkan kebahagiaan wanita baik dan anak-anaknya yang suci. Di mana hati lo, bitch?"

Kara geram, ingin sekali dia menembak mati Vela tapi terurung saat Sera datang dan langsung memeluknya sedangkan Asya menenangkan Vela. "Tenang, Reen. Vela hanya khilaf,"

"Enggak ada khilaf sampai setahun lamanya, Sera." Kara mendesis dingin, wanita itu melepas Sera dari pelukannya, berjalan mendekati Vela dengan pistol yang berada tepat di kening Vela.

"Mati di tangan gue atau mati di tangan lo sendiri?"

Vela hanya sesenggukan, dia tahu, dia telah mengecewakan Kara. Tapi dia juga tidak ada keinginan untuk hidup lagi, "Bunuh gue, Reen."

"Dengan senang hati,"

Dor!

Bukan, bukan peluru yang bersarang di kening Vela tapi pelukan Kara yang hangat. "Lo kenapa bodoh, La? Pria ada banyak di dunia ini! Kenapa harus suami orang? Gue kecewa sama lo tapi gue enggak rela lihat lo mati duluan, La."

Vela semakin keras menangis, Sera dan Asya menunduk, mengusap cepat air mata mereka yang tanpa sengaja merembes turun. "Lo udah berhasil menghancurkan sumber hidup seorang bayi yang enggak berdosa, La. Ibunya meninggal sebelum dia melihatnya, lo lebih keji dari iblis, La."

"Maaf, maafin gue!" Vela menatap nanar pada Kara, segudang penyesalan dan rasa bersalah kini menikamnya berkali-kali.

"Untuk apa minta maaf sama gue? Apa masa lalu akan bisa di ubah? Enggak, La."

Vela menunduk, terlalu malu untuk mengangkat kepalanya. "Sekarang, terserah, apa yang mau lo lakukan. Mengikut sertakan gue atau pun enggak, gue udah enggak peduli, La. Gue harap lo tetap waras,"

Kara pergi meninggalkan ruang rawat Vela, wanita itu mengendarai mobilnya menuju perusahaan tempat Lidya berada. "Kak,"

"Reen, sini duduk."

Istri Dave itu duduk di samping Lidya, mendengarkan dengan seksama terkait kenaikan pendapatan tiap bulan di perusahaan. "Semuanya sudah aman terkendali, Reen. Lalu tentang kuliah, kamu mau wisuda kapan?"

Kara harusnya sudah selesai S3, tapi wanita itu terus mengulur waktunya wisuda. "Tahun depan saja,"

"Astaga, anak ini!"

Tanpa rasa bersalah, Kara pergi kembali menuju kediaman. Dia lelah karena sejak pagi belum istirahat, mengurus perusahaan, belum lagi perusahaan Kakeknya di dunia bawah yang sering mendapat masalah dari musuh.

Drrtt ....

"Halo? Kenapa, Dave?"

"Kamu di mana, sweetheart?"

"Di jalan,"

"Aku mau makan siang sama kamu, aku jemput ya."

"Enggak usah, aku ke kantor kamu aja, nanti kita makan di sana. Aku yang bawa bekal,"

"Baiklah, aku tunggu, sayang. Kamu hati-hati,"

Kara melipir ke makam Ibunya, wanita itu membeli setangkai bunga mawar merah. "Halo, Mommy. Reen datang, Mommy apa kabar? Udah lama ya Reen enggak pernah curhat sama Mommy? Mommy tahu tidak? Reen kehilangan anak Reen dua tahun lalu, apa itu hukuman untuk Reen?"

"Mommy bahagiakan di sana? Mommy jaga anak-anak Reen ya, Reen sayang Mommy."

***

Dangerous Girl Mischief [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang