Cahaya matahari menyorot tepat pada retina mata, Kara menyipitkan matanya, menoleh ke sisi samping di mana ada Dave yang masih terlelap sembari memeluknya. Wanita itu menghela napasnya gusar, tidak pernah menyangka jika keperawanannya akan lenyap di usianya yang baru 17 tahun, di ambil pula oleh kekasihnya.
Ini bukan masalah besar bagi Kara, sebab di jaman sekarang, mencari yang perawan seperti mencari jarum dalam jerami. Kara bukan tipe gadis yang akan menangis meraung-raung, ingin bunuh diri, apalagi sampai berniat mengurung diri di bawah air shower setelah keperawanannya terenggut. Kara lebih tenang dan santai dalam menyingkapi suatu perkara.
Tatapannya bergulir menatap jendela, kamar ini bukan tempat semalam dirinya dan Dave bercinta. Dave pasti memindahkannya ke kamar ini setelah dirinya kelelahan lalu tertidur lelap, Kara menunduk, menatap wajah tampan kekasihnya yang telah berhasil memiliki seutuhnya. Kara tersenyum kecil, mengusap rahang tegas Dave dengan lembut.
Ternyata gerakan tangan Kara berhasil mengganggu tidur Dave, laki-laki itu membuka kedua kelopak matanya, tersenyum manis lalu berucap selamat pagi dengan suara serak khasnya bangun tidur. "Tidur kamu nyenyak, sweetheart?"
Kara mengangguk sekilas, tak menampik jika sekujur tubuhnya terasa ngilu. Dave benar-benar gila saat menyentuhnya semalam, tidak memberi celah pada tubuhnya karena semua Dave jamah dengan menggebu. Apalagi miliknya yang terasa kebas, Dave ternyata memiliki nafsu yang besar persis seperti miliknya yang membuat Kara kewalahan semalam.
"Mau mandi bersama?"
Tentu saja Kara menolak, dia tahu akan ada udang di balik bakwan. Dave pun tertawa, laki-laki itu mencium bibir gadisnya dengan gemas. "Aku mau lagi,"
Tak!
Dengan gemas, Kara menjitak kening kekasihnya. "Yang semalam aja masih ngilu, pake mau lagi!"
Gelak tawa Dave yang jarang terdengar kini menggema, "Biar enggak sakit lagi, makanya harus sering-sering, sayang."
"Itu maunya kamu! Udah sana mandi,"
Dave kembali terkekeh sembari mengangguk, dia pun mandi lebih dulu. Meninggalkan Kara yang memilih menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang dengan selimut menutup hingga dadanya. Wanita itu mengambil ponselnya, melihat begitu banyak pesan dari keluarga, sahabat, dan anak buahnya.
Yang pertama Kara buka adalah pesan dari tangan kanannya, dia mengerutkan kening.
Jake: Nona, penyerangan terjadi di pelabuhan ketika penyelundupan akan di lakukan. Sebagian barang ilegal yang hampir berhasil di kirim harus terpaksa di hentikan dan di tahan pihak kepolisian dari 4 kubu berbeda. Posisi kita berat, Nona.
Ternyata sebelum mengirim pesan, Jake sudah lebih dulu meneleponnya beberapa kali. Kara memijat pelipisnya yang berdenyut, nyatanya, dunia Kara dan Dave itu sebelas dua belas. Keduanya sama-sama menekuni dunia gelap yang mengerikan, kejam, dan juga penuh akan kejahatan.
Sisi lain seorang Kara adalah mewarisi kekayaan Kakeknya di dunia bawah, ini juga yang membuat Kara lebih suka tinggal di rumah Kakek dan Neneknya. Tatapan Kara menatap pintu kamar mandi, suara gemericik masih terdengar dari dalam. Cepat-cepat Kara mengambil kemeja kekasihnya, dan memakainya.
Tidak lupa dia juga mengambil pakaian dalam miliknya yang ternyata ada di atas nakas. Tanpa membuang waktu lagi, Kara berjalan cepat sembari menahan perih di selangkangannya. Urusan uang jelas lebih penting, Kara tidak bisa mengabaikan gagalnya proses penyelundupan barang ilegal milik perusahaan Kakeknya.
Gadis itu memakai masker untuk menutupi wajahnya, tidak lupa mencepol asal rambut panjangnya. Sebelum turun, dia sudah meminta tangan kanannya di dunia bawah untuk menyiapkan mobil. Maka sekarang, dengan kecepatan tinggi, Kara melajukan mobilnya menuju lokasi keberadaan barang-barang miliknya yang seharusnya sudah di kirim semalam.
Selang beberapa menit, Kara tiba di lokasi. Wanita itu menghampiri Jake dengan langkah yang susah payah dia buat biasa saja, "Nona, selamat siang."
Kara mengangguk singkat, wanita itu menatap ke depan. "Apa ini murni pihak kepolisian yang yang menahan barang milik perusahaan Kakekku?"
Kepekaan Kara sangat tinggi, membuat Jake menunduk. "Murni pihak klan lain, Nona. Klan yang membenci kesuksesan usaha Kakek Anda,"
"Sial!"
Kara mengusap keningnya, dia kurang tidur, selangkangannya sakit kalau di bawa jalan terlalu lama, lengkap sekali penderitaannya. "Kerahkan semua anak buah Kakekku untuk merebut kembali milik perusahaan yang mereka ambil, sekarang Jake!"
"Siap, Nona!"
Jake langsung pergi menjalankan perintah Nona mudanya, sedangkan Kara memilih duduk. Gadis itu merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku, Dave berhasil membuatnya kehabisan tenaga semalam dan sekarang harus menghadapi masalah di perusahaan dunia bawah Kakeknya.
Di sisi lain, Dave dengan senyum cerah keluar dari kamar mandi. Senyum pria itu langsung punah ketika tak mendapati keberadaan wanitanya, Dave terus berteriak memanggil nama kekasihnya tapi tidak ada satu pun sahutan. Dengan mata memerah, Dave menelepon nomor kekasihnya tapi tidak di jawab.
Dave mencoba untuk melacak, tapi tak bisa di lacak. Dave panik, dia takut Kara pergi meninggalkannya karena kejadian semalam. Jika benar, Dave tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri. "CARI WANITAKU SEKARANG!"
Anak buahnya yang mendapat telepon sekaligus perintah mutlak sang Tuan, langsung bergegas pergi menjalankan tugas. Dave juga memakai pakaiannya cepat sampai dia menyadari jika kemejanya tidak ada, sudah pasti di pakai oleh kekasihnya itu. Dave mengambil pakaian lain di lemari, ya, kamar ini adalah kamar miliknya di Ruiz Apartment.
Setelah itu, Dave melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju tempat-tempat yang memungkinkan untuk wanitanya datangi. Kembali ke Kara, wanita itu menatap pasukan dari anak buah Kakeknya yang tampak saling menyerang dengan klan yang merebut barang-barang ilegal punya perusahaan Kakeknya di dunia bawah.
Tak lama, seorang pria yang mungkin berusia 34 tahun, tampak menghampiri Kara. Wajahnya yang tampan pasti selalu berhasil memikat banyak wanita, tapi terkecuali untuk Kara yang tak acuh. "Akhirnya keturunan tua Bangka itu menampakkan diri, bagaimana kabarmu, jalang kecil?"
Melihat banyaknya tanda di leher Kara, tentu saja pria itu bisa dengan cepat membuat kesimpulan untuk panggilan Kara. "Akhirnya si tua Bangka ini menunjukkan jati dirinya juga,"
Wajah pria itu menggelap, dia siap ingin menghajar Kara tapi baginya pantang melukai wanita. "Jalang kecil, menyerah lah, biarkan barang-barang milik Kakekmu menjadi milikku. Aku akan membebaskan kamu tanpa syarat,"
"Mimpi yang indah," Kara mengambil ancang-ancang dan langsung menendang perut si pria, membuat pria itu mundur beberapa kali.
Tanpa sadar, pria itu berdecak mengagumi kekuatan Kara dalam menendangnya. "Boleh juga tendanganmu, bagaimana kalau kau menjadi babuku? Aku akan sangat senang mendapati kacung yang berbakat seperti dirimu,"
"Alur mimpimu sangat indah, Tuan, saking indahnya sampai aku ingin menendang kepalamu."
Bugh!
Kara benar-benar menendang kepala pria itu, "Aku sedang lelah, bisa-bisanya kamu membuatku murka!"
***
![](https://img.wattpad.com/cover/281293058-288-k855971.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...