07 - Chardaven Gutiérrez Ruiz

9K 394 2
                                    

"Berisik,"

Semua kepala langsung menunduk, mendengar nada dingin sang ketua yang begitu menegangkan bagi mereka semua. Termasuk Kama, meski sebenarnya, Kama hanya risih tiap kali Dave menunjukkan sisi dinginnya yang sukar di ganggu ketenangannya.

Dave hanya melirik sekilas pada gadis yang tertidur ber bantal kan paha Kama, dia tidak tertarik mengulik lebih lanjut tentang gadis yang bersama Kama itu. Tujuannya datang ke rumah Kama adalah untuk membicarakan tentang strategi baru penyerangan balasan. Mereka waktu itu mendadak di serang, sekarang waktunya membalas hal serupa dengan lebih mengerikan.

"Langsung ke intinya aja," Dewa membuka iPad yang memang dirinya bawa. "Mereka menyerang kita dengan cara pengecut, maka kita harus balas mereka dengan cara cerdik."

Wajah Laksa yang biasanya jenaka, kini mendadak serius. "Maksud lo gimana, Wa?"

"Mereka menyerang kita saat kita sedang tidak dalam pasukan penuh, maka balas dengan cara seri. Biarkan mereka merasa menang dengan anggotanya yang lengkap, tapi pastikan markas dan seisinya hancur." Dewa menatap wajah sahabatnya yang tidak lain adalah para anggota inti Argeios.

"Mereka hanya ingin kemenangan, bukan kehancuran markas Argeios, apakah ini termasuk adil?" Tanya Atma yang menyuarakan kekeliruannya.

"Lo lupa, At? Berapa kali mereka nyerang markas kita yang saat itu dalam keadaan tidak siap? Berapa kerugian yang bendahara Argeios keluarkan untuk memperbaiki kerusakan markas?"

Atma akhirnya diam, "Gue ikut aja."

"Enggak ada penyerangan balas dendam."

Situasi yang genting kembali hening seketika, mereka memusatkan perhatian pada Dave yang tiba-tiba membuat keputusan. "Maksud lo, Dave?"

"Enggak ada penyerangan,"

"Eugh,"

Suara lenguhan dari gadis yang tertidur di pangkuan Kama mengalikan sejenak perhatian, Kama menunduk, menatap Kara yang mulai mengerjap kan matanya. "Hehe, halo sayangnya Reen."

Kara yang tidak menyadari kehadiran sahabat-sahabat Kama, langsung terduduk, mengecup kedua pipi Kama lalu melenggang pergi menaiki kamarnya dengan setengah sadar. "Cantik banget," Rayan menatap tak berkedip pada punggung Kara yang semakin jauh dari pandangan.

Kama tidak terima Adiknya di puji play boy seperti Rayan yang sudah sering kali mencicipi tubuh para pacarnya, "Sekali lagi lo liatin cewek gue, mata lo, gue cabut!"

Rayan bergidik ngeri, laki-laki itu langsung mengalihkan pandangan. Ancaman yang tidak bisa di anggap remeh adalah ancaman Dave dan Kama, keduanya kalau sudah bicara, pasti akan terlaksana.

Ddrrrttt ....

Getaran ponsel Rayan membuat laki-laki itu langsung menerima tanpa beranjak, "Halo, sayangku cintaku."

Laksa dan Atma bergaya ingin muntah mendengarnya, "Najis banget temen lo, Sa." Bisik Atma pada Laksa, membuat Laksa mendelik sebal.

"Uh, baiklah. Siapkan yang terbaik untukku ya, aku langsung meluncur ke apartemen kamu. Dah, aku cinta kamu, sayang."

"Huek!" Atma benar-benar bergaya akan muntah, mendengar gaya bicara Rayan bersama kekasihnya─lebih mirip pelacurnya Rayan.

***

Kara mengacak rambutnya frustasi, saat matanya sangat mengantuk, kenapa juga tenggorokannya terasa perih ingin segera di alirkan air putih? Dengan malas, Kara mencepol asal rambutnya lalu berjalan menuruni anak tangga. Air di kamarnya sudah habis, mau tidak mau Kara harus turun dan mengambil air minum untuk penghilang dahaganya.

Kara mengambil gelas, membuka kulkas lalu mengisi gelas kosongnya dengan air putih dingin. Tanpa melihat sekitar, Kara langsung menenggak air dingin yang menyegarkan tenggorokannya. "Akhirnya hilang nih haus," Kara tidak lupa mengisi kembali gelasnya agar bisa dia bawa ke kamar.

Bruk!

Saat berbalik badan, Kara tidak menyadari ada sosok laki-laki yang berdiri menjulang, membuat tubuh keduanya saling bertabrakan. Sialnya, si cowok yang tidak siap ketika di tabrak Kara, langsung kehilangan keseimbangannya. Niat hati ingin menyentuh meja, tapi tangannya malah menarik pinggang Kara.

Membuat keduanya jatuh dengan Kara di atas tubuh Dave, laki-laki yang tadi berniat mengambil minuman dingin eh malah harus mendapat tabrakan tidak santai dari Kara.

Deg.

Mata keduanya mendadak saling menyelami satu sama lain, Kara membatu dengan tatapan tepat pada mata tajam laki-laki yang ada di bawah tubuhnya. Entah siapa yang memulai, tapi kini, bibir keduanya mulai bersentuhan. Tidak ada penolakan dari kedua sisi, membuat Dave semakin berani melumat bibir bawah Kara bergantian dengan bibir atasnya.

Rasa manis yang tak pernah Dave rasakan sebelumnya, membuat laki-laki itu semakin terlena. Satu tangannya yang kekar mulai meremas pinggang ramping Kara, menekan agar jarak di antara tubuh keduanya semakin menipis. Di rasa udara mulai menyempit, Dave menjauh tapi tak lama, laki-laki itu kembali memangut lembut bibir manis Kara.

Kara dan Dave semakin intens berciuman, karena bagi Kara yang lahir dan besar di budaya barat, berciuman bukanlah hal tabu untuknya apalagi teman-teman sebayanya. Ciuman dan seks bebas sudah bagaikan hal lumrah untuk budayanya, jadi berciuman dengan Dave, bukan kesalahan menurut Kara. Dia juga bukan gadis lebay yang akan teriak setelah selesai berciuman.

"Manis," suara serak Dave yang berat membuat Kara tersenyum sembari mengecup sekilas bibir Dave. "Lagi,"

Dave kembali mencium bibir Kara, Kara juga hanya menerima dan membalas tiap belitan lidah Dave yang hangat. "What's your name?" Dave mengusap sudut bibir Kara yang basah sisa air liur keduanya dengan gerakan lembut.

"Yours,"

Dave terkekeh pelan mendengar jawaban Kara yang di luar perkiraan dirinya, "Fine, you are mine."

"Hm," Kara menyandarkan kepalanya di dada bidang Dave, mendengarkan detak jantung laki-laki yang mendadak mengajaknya berpetualang pada ciuman panjang.

Dengan gerakan perlahan, Dave mencoba bangun tanpa meminta Kara bangkit dari tubuhnya. Laki-laki itu menggendong Kara koala, melangkah meninggalkan dapur menuju lantai atas. Bahkan Dave yang lewat sembari menggendong Kara, tidak mengalihkan atensi Kama dkk yang tengah fokus pada game di ponsel masing-masing.

"Di mana kamarmu?"

Kara menunjuk pintu berwarna hitam, Dave pun masuk setelah Kara membantunya membuka pintu. Menutup dengan kaki, Dave lekas membaringkan tubuh Kara ke atas ranjang dengan dirinya di atas tubuh gadis itu. "My beautiful one," Jemari besar Dave menyusuri wajah cantik Kara yang membuatnya seperti dejavu.

Dengan perlahan, Dave kembali memajukan wajahnya. Menempelkan bibirnya lagi di bibir mungil Kara yang telah menjadi candunya, "Always sweet." Gumamnya dengan lidah yang semakin aktif membelit.

Begitu pula dengan satu tangannya yang tak menopang tubuh, merayap, meraba permukaan perut rata Kara dari luar baju yang gadis itu kenakan dengan lembut. "You are my addiction, baby."

Napasnya semakin memberat, tatapnya pun begitu sayu. Kara lekas mengangkat satu tangannya, mengusap rahang tegas Dave dengan sangat lembut. "I am yours,"

"Must,"

Dave menghisap leher jenjang Kara, membuat Kara memejamkan mata sembari menahan napas, sangat yakin kalau setelah ini, akan ada tanda keunguan di lehernya.

***

Dangerous Girl Mischief [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang