"KAWAN BABI! HARI INI KITA JAMKOS! GURU RAPAT!"
Riuh memenuhi ruang kelas, semua murid tampak antusias setelah tahu jika hari ini, mereka terbebas dari pembelajaran yang membosankan. Mereka pun berbondong-bondong mendatangi kantin untuk membeli banyak makanan dan akan memakannya dikelas, termasuk Vela, Sera, Asya, dan Maurin.
Melihat langkah Kara yang berbeda, keempatnya berteriak. "REEN! MAU KE MANA?"
"Lapangan," Kara menjawab tanpa membalikkan badannya.
Gadis itu lanjut ke lapangan di tengah terik matahari pagi, tanpa memedulikan sekitar, Kara mengambil bola basket yang ada di pinggir lapangan. Kara dengan lincah menguasai permainan bola besar yaitu bola basket, hobinya sedari kecil yang di asah kembali ketika beranjak remaja, maka tak kaget kalau Kara sangat pandai bermain basket.
Semakin lama, keringat semakin bercucuran. Kara merasa gerah, gadis itu pun mengipasi wajahnya sebentar, membuat seseorang dari tepi lapangan, berjalan menghampiri Kara dengan angkuh. "Pelacur akan tetap pelacur, betapa murahannya tubuh lo itu,"
"Kira-kira, berapa banyak ya cowok yang pernah nyoba tubuhnya?"
Cheyla dkk tertawa meledek Kara yang hanya diam, karena kekuasaan dan uang, Cheyla bisa dengan mudah terbebas dari hukuman. Kara juga tidak menindaklanjuti, dia terlalu malas mengurusi ulat ke gatelan seperti Cheyla yang satu ini, apalagi sekarang, dia sedang mencoba mencari masalah kembali dengan Kara kah?
Apa belum kapok pernah masuk jeruji besi meski hanya sehari? Kara sungguh malas meladeni Cheyla yang gemar memancing amarahnya, Kara juga bukan orang yang sabar pula. Dia hanya menatap Cheyla malas, membiarkan gadis titisan ulat bulu itu terus bicara. "Gue jadi penasaran, sebanyak apa kissmark di tubuh si pelacur kecil ini."
"Jelas sih pelacur kecil, Ibunya aja pelacur, ups!"
Baru, raut wajah Kara berubah dingin. Kara akan masa bodo jika mereka hanya menghina dirinya, tapi jika sudah membawa Ibunya. Anak mana yang akan diam saja? Kara melangkah mendekat, "Ulangi."
Cheyla terdiam, dia cukup terkejut mendengar nada dingin serta tatapan tajam Kara. "P-pelacur! Dasar pelacur!!"
Sudut bibir Kara terangkat, gadis itu mengangguk, kembali mundur sembari melepas satu persatu kancing kemejanya. Mata Cheyla memelotot, hampir lepas dari tempatnya begitu pula semua pasang mata yang melihat Kara dengan santai melepas kemejanya, hingga hanya menyisakan tank top bertali spaghetti. Tidak sampai di sana, Kara juga dengan sengaja melempar asal bajunya.
"Gue baik bukan? Memuluskan fitnah lo," Kara terkekeh, melihat wajah syok Cheyla akan tubuh indah Kara, belum lagi keringat yang turun membanjiri, semakin menambah kesan seksi untuk sosoknya.
Cheyla kepanasan! Dia merasa, jika Kara akan mengambil posisi dirinya di sekolah ini sebagai siswi terseksi dan terkenal memiliki banyak sekali penggemar laki-laki. "Pelacur enggak tau diri!! Memalukan nama sekolah! Tcih!"
"I don't care, stupid."
Kara berbalik badan, mengambil bola basket dan kembali memainkannya dengan lincah. Kara mengabaikan wajah Cheyla yang murka, gadis itu pergi dengan amarah di dada, meninggalkan Kara yang tenang bagai tak terusik oleh banyak pasang mata yang terus mengikuti ke mana dirinya mendribble bola. Kara tak acuh, seru juga main basket hanya dengan tank top begini, bonusnya, dia main basket di sekolah.
"OMO! OMO! OMO, REEN! You are very sexy!" Vela tersenyum lebar, sangat jarang melihat Kara dengan pakaian seterbuka ini apalagi, sedang di area sekolah.
Kara menatap sekilas sahabat-sahabatnya, dia melanjutkan permainannya. "Reen, kalau Kama lihat lo dengan pakaian kayak gini, dia bakal marah besar, Reen."
Mendengar ucapan Asya, sontak saja Kara menghentikan dribble bolanya. Gadis itu menghela napas kasar, di banding Bunda, Papa dan Kama jauh lebih protektif perihal Kara. "Dia enggak lihat ini," Kara mencoba masa bodo, gadis itu lanjut bermain basket dengan Vela yang ikut bergabung.
***
"Sumpah ya! Kara itu cantik banget! Mukanya sempurna! Matanya juga! Apalagi bentuk tubuhnya! Kalau gue jadi Kara, gue bakal foto tiap hembusan napas!"
Cheyla memasang wajah dongkol, benci sekali saat teman-temannya malah memuji Kara secara terang-terangan di depan dirinya pula. Cheyla dengki, "Bisa diam enggak sih lo pada?!"
"Kenapa sih? Kara emang secantik itu, Che. Kalau gue cowok, gue udah jadi fans beratnya kali."
"Anjing!" Cheyla mengumpat kasar, sembari melangkah dengan emosi menggebu.
Gadis itu pergi ke taman belakang, ingin sejenak memulihkan otaknya yang panas karena tingkah sempurna Kara. Di saat tengah melamun, seseorang datang dan langsung duduk di sampingnya. "Mau gue bantu balas dendam?"
Kepalanya menoleh, "Balas dendam? Apa? Ke siapa?"
"Yang lo benci,"
"Kara?" Seseorang itu mengangguk kecil sembari menatap lurus ke depan. "Lo yakin mau bantu gue?"
"Lo meremehkan gue?"
Cheyla tertawa jahat, seakan dia baru saja mendapatkan sekutu baru untuk menjatuhkan Kara. "Bukannya lo sahabat si pelacur?"
"Sejak dia rebut cinta pertama gue, sejak saat itu juga gue menargetkan dia sebagai musuh utama."
Cheyla semakin keras tertawa dengan niat terselubung, "Bagus! Pelacur kayak dia emang enggak pantas punya sahabat! Mulai detik ini, lo gue sah kan menjadi partner gue dalam menjatuhkan si pelacur."
Seseorang itu tersenyum kecil dengan satu alis terangkat, "Gue cabut. Jangan bersikap aneh sama gue ketika ada dia,"
"Gampang,"
Setelah kepergian seseorang itu, Cheyla membayangkan hal menyenangkan. Dia membayangkan bagaimana serunya saat menyaksikan kehancuran Kara. "Pelacur, tunggu aja kehancuran lo."
Sepulang sekolah, Cheyla yang lelah, letih, lesu langsung pulang ke rumah. Padahal biasanya, Cheyla akan menghabiskan waktu dengan teman-temannya lalu pulang menjelang tengah malam atau hanya pulang saat Mamanya marah-marah menelepon, menyuruhnya lekas pulang.
Dengan kening berkerut, Cheyla menatap mobil yang terparkir di depan, sebelumnya Cheyla tidak pernah melihat mobil itu, makanya dia merasa bingung. "Mama, Papa, Cheyla pulang!"
"Cheyla, sini, Nak."
Cheyla tersenyum, "Di depan mobil siapa, Mah?"
"Mobil─"
"Dad, Reen laper."
Matanya langsung memelotot, melihat sosok gadis yang sangat dirinya benci setengah mati. "LO?!"
Kara tersenyum miring namun lenyap dalam hitungan detik, "Kenapa ya?"
"Sayang, kesini." Kara lekas duduk di samping seorang pria paruh baya, dengan manja, Kara memeluk lengan pria paruh baya itu. "Cheyla juga duduk! Papa ingin bicara penting padamu,"
Cheyla rasanya ingin sekali mencaci maki Kara, tidak lupa mengatainya pelacur, tapi kehadiran Papanya yang tampak dekat dengan Kara, Cheyla hanya mampu mengurungkan niat dengan kebenciannya pada Kara yang semakin melonjak. Ada begitu banyak persepsi yang membuat emosi Cheyla meledak-ledak.
Pelacur sialan ini! Dia kayaknya emang pengen gue bunuh!
Kedua tangan Cheyla terkepal erat, dia menahan sekuat tenaga agar tidak mengumpati Kara yang berwajah super menyebalkan itu. Sabar, Che, setelah ini lo bisa puas cakar tuh wajah. Batinnya menyemangati diri sendiri.
"Papa mau bicara hal penting apa?"
***
![](https://img.wattpad.com/cover/281293058-288-k855971.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...