Mandaka International High School adalah sekolah menengah akhir berbasis swasta dengan penerimaan peserta didik baru tanpa membatasi asal sekolah sebelumnya. Smada semua orang menyebutnya, sekolah favorit nomor 1 dengan SPP dan uang pangkal yang juga nomor 1 paling tinggi.
Untuk bisa menjadi bagian dari Smada, orang tua harus merogoh kocek sebesar 57 juta untuk uang gedung, 30 juta untuk uang fasilitas lengkap, 22 juta untuk seragam sekolah, 10 juta untuk asrama di sekolah (opsional), dan biaya lainnya yang sangat fantastis. Bagi sebagian orang, Smada terlalu mahal tapi bagi orang berada, Smada sangat pas harga dan keistimewaannya.
Murid di Smada tidak hanya warga lokal, bahkan ber dominan warga asing. Banyak bule tampan dan cantik di sekolah ini, termasuk Kara dengan wajah cantiknya yang khas memesona. Selalu menarik perhatian banyak pasang mata, bahkan di nobatkan sebagai wanita tercantik sedunia selama 10 tahun berturut-turut sejak usia 6 tahun sebagai gadis cilik tercantik sedunia.
Sayangnya, di sekolah ini, masih banyak kesenjangan sosial. Mereka yang kaya akan menindas mereka yang masuk karena prestasi. Sebab, setiap 5 tahun sekali, Smada akan mengambil siswa-siswi sebanyak 50 orang untuk menerima beasiswa penuh sampai lulus dari Smada. Tentu dengan persyaratan yang sangat ketat sekali.
"Mau ke kelas sekarang? Bel masuk sudah bunyi," Pak Arga mengusap rambut panjang keponakannya yang dulu warna merah gelap kini menjadi cokelat gelap.
"Mau, ayo."
Diikuti Vela dan Sera, mereka pergi menuju kelas baru Kara. Sesampainya di depan kelas, Pak Arga mengetuk pintu beberapa kali. Terbukalah pintu oleh seorang wanita cantik yang jelas seorang Guru, guru yang diam-diam menaruh hati pada Pak Arga yang terkenal dingin dan bermulut pedas jika bicara.
"Saya titip mereka,"
Guru wanita itu cepat-cepat mengangguk, "Baik, Pak."
Pandangan Pak Arga beralih pada keponakannya, "Belajar yang benar ya."
Tidak lupa Pak Arga menyematkan satu kecupan di kening Kara, "Uncle pergi, little princess."
"Yes, Uncle, bye!"
Sepeninggalan Pak Arga, Guru wanita itu langsung mempersilahkan Kara dan kedua sahabatnya untuk masuk lalu memperkenalkan diri. "Anak-anak, harap tenang sebentar. Hari ini kita kedatangan murid baru, silakan Nak, kalian perkenalkan diri."
Vela tersenyum ceria, "Halo semua! Kenalin nama gue Vela, pindahan dari Boston."
"Nama gue Sera,"
Mata tajam Kara menelisik ke setiap sudut ruang kelas, "Dan ini sahabat gue sama Sera, namanya Kara." Vela tahu jika Kara tak akan mau membuka suara, jadi biarkan saja dirinya mewakili Kara. Setelah itu, ketiganya di persilahkan untuk duduk. Kara memilih duduk di kursi paling pojok, di sampingnya ada Vela dan Sera duduk di depan bersama siswi kelas ini.
***
Kringgg!
Bel istirahat menggema, semua siswa-siswi berbondong-bondong pergi ke kantin untuk mengisi tenaga mereka yang terkuras habis. Vela, Sera, Maurin, dan Asya turut pergi ke kantin sedangkan Kara pamit ke toilet lebih dulu. Kara juga menolak untuk di temani, dia ingin pergi sendiri karena tujuannya jelas bukan ke toilet.
Kara pergi ke rooftop gedung Ipa, dia ingin tidur sebentar karena semalam kurang tidur. Melihat ada sofa menganggur, Kara langsung berbaring telentang. Melipat kedua tangan di belakang kepala lalu memejamkan matanya, Kara dengan mudah terlelap.
Di sisi lain, Dave bersama kawan-kawan juga baru keluar kelas. Keenam laki-laki tampan itu berjalan beriringan dengan wajah Rayan yang tampak kuyu, "Wajah lo napah suram banget kayak masa lalu sih, anjir?"
Laksa rasanya sangat gemas melihat wajah tak berseri sahabatnya, "Gue ngantuk! Semalam begadang anjir!"
"Yakin nih gue, begadangnya lo itu bukan belajar tapi nyoblos kan?"
Rayan cengengesan, "Tau aja lo."
Hobi Rayan selain memacari perempuan adalah menikmati tubuh pacar-pacarnya. Dalam semalam, Rayan bisa menyetubuhi pacar-pacarnya lebih dari 3 orang. Setelah puas, Rayan akan memutuskan hubungan dengan pacar-pacar bekas pakainya itu. Begitulah Rayan, si bajingan yang sialnya tampan.
Melihat Dave tidak melangkah ke kantin, yang lain menatapnya penuh tanya. "Kenapa, bos? Enggak ke kantin?"
"Duluan,"
Kelimanya mengangguk, mereka pun pergi ke kantin duluan sesuai ucapan Dave sedangkan Dave sendiri, memasuki lift menuju rooftop gedung Ipa. Sama seperti Rayan, Dave juga semalam begadang bahkan tidak tidur sama sekali. Bedanya, Dave mengurus perihal penting bukan hal semacam yang Rayan tekuni. Dave tidak suka asal menyetubuhi seorang wanita.
Di rooftop, jantung Dave berdebar keras dengan pandangan mata terpaku pada wajah cantik seorang gadis yang tengah terlelap. Rasa manis bibir Kara kembali menghantui akal sehatnya, membuat Dave menelan susah payah air liurnya. Dia itu normal, mendapat amunisi manis dari bibir Kara, tentu saja Dave menginginkannya lagi.
Dave mendekati sofa, mulai menindihi tubuh Kara. Menatap lama pada wajah cantik yang selama seminggu ini menguasai pikiran dan hatinya, "I miss you, baby."
Suara serak Dave mengganggu tidur Kara, membuat kelopak matanya terbuka bersamaan dengan Dave yang mencium bibirnya. Kara terkejut, tapi tahu jika pria itu adalah Dave, Kara kembali tenang. Mencoba membalas ciuman Dave, hingga ciuman yang semula singkat menjadi panas juga panjang.
Suara decapan lidah dan tetesan air liur di sekitar bibir Kara menambah kesan erotis untuk keduanya, Kara melenguh pelan saat lidah Dave bergantian menyesap leher jenjangnya. Terus meninggalkan jejak dengan tangan menyingkap kemeja putih yang Kara kenakan. Mengusap lembut perut rata gadis di bawah kungkungan tubuhnya.
Dengan napas memburu, Dave menatap tepat pada bola mata gadis yang dia klaim miliknya. "Will you be mine? Seutuhnya?"
Detak jantung Kara bertalu lebih cepat, gadis itu menatap mata tajam Dave tak kalah dalam. "Dave,"
"Hm," mendengar suara Kara yang untuk pertama kalinya menyebut namanya, Dave merasa seperti ada yang menggelitik di perutnya.
"I am yours, seutuhnya."
Mata Dave yang terpejam langsung terbuka sempurna, laki-laki itu menatap Kara dengan penuh cinta sebelum kembali melumat bibir manis gadisnya. "Aku tergila-gila padamu, baby."
Kara terkekeh, mengusap belakang kepala Dave dengan lembut. Membiarkan laki-laki itu menyembunyikan wajahnya di tengkuk leher Kara, mengecupi bahkan menjilat. "Dihari kedua kita bertemu?"
"Tidak, tepatnya sejak aku melihatmu di dua belas tahun lalu."
Kara terdiam, dia melupakan memori masa kecilnya. "Dua belas tahun lalu?"
"Hm, kamu milikku dari kamu masih kecil, baby."
Dave mengangkat kepalanya, kembali memangut bibir Kara yang sangat candu untuknya. "Aku mencintaimu, sayang."
Kara tersenyum, dia tidak membalas karena Kara memang belum mencintai Dave seperti apa yang laki-laki itu katakan padanya barusan. Tapi Kara akan mencoba untuk mencintai kekasihnya ini.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...