Melihat tontonannya hampir tamat sebab lawan mulai menipis, Kara mencebik bersamaan dengan cemilannya yang habis tak bersisa. Karena bosan, Kara pun mengenakan kembali maskernya sebelum ada yang berhasil melihat wajahnya. Gadis itu memasukan sampah cemilannya ke dalam tas yang memang ada di motor sport tempatnya duduk.
Setelah itu, Kara berjalan santai ke tengah aksi tonjok. "Bro, ikutan ya."
Kara pikir, dia perlu berada di pihak yang anggotanya sisa sedikit agar acara pagi ini tetap berlangsung lebih lama. Cowok yang di tepuk Kara langsung terlonjak kaget, membuatnya mendapat satu tendangan dari Kara. Kara memukulnya, karena cowok itu berada di kubu yang anggotanya lebih banyak.
Kan sudah di bilang, Kara akan berada di pihak yang anggotanya sisa sedikit. "Lo siapa, hah?!"
"Manusia, bro."
Kara melanjutkan aksinya sampai membuat cowok itu pingsan, belum puas melumpuhkan satu orang, Kara ternyata keasikan juga. Sampai tidak sadar jika kelakuannya menarik perhatian kubu yang anggotanya sisa sedikit. Mereka menatap tak percaya pada Kara yang malah mendominasi jalanan tempat mereka biasa tawuran.
Sudah puas menunjukkan kemampuan bela dirinya, Kara pun mengibaskan rambut, berbalik badan lalu terdiam melihat wajah-wajah yang menatapnya dengan berbagai raut. "Lo siapa?"
Sebelum mereka mencecar Kara dengan banyak pertanyaan, Kara langsung lari memasuki mobilnya dan memutar arah. Gadis itu bersiul di dalam mobil, setidaknya, dia sudah menyenangkan diri sendiri dengan ikut tawuran tadi. Kini, tinggal mencari jalan supaya bisa menemukan jalan besar dan kembali ke apartemen.
Semakin lama melajukan mobil, semakin jauh pula jarak Kara dari pusat keramaian atau pun kehidupan. Sialnya, mobil Kara mendadak tidak bisa di gas sebab kehabisan bensin. Gadis itu sudah tidak mampu berkata-kata, kenapa harus habis bensin di tempat yang sangat sunyi juga sepi seperti ini?
Dengan pasrah, Kara keluar mobil. Menatap sekitar yang hanya di tumbuhi pepohonan, "Ini di mana ya?" Monolognya yang benar-benar kebingungan.
Berkali-kali Kara menghembuskan napasnya dengan kasar, dia sudah sangat lama di sini tapi tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. "Ini jalan buntu kah? Kok sepi banget ya,"
Kara hampir saja menangis karena bosan dan makanan di mobil pun sudah habis, tapi belum sempat air matanya turun, suara deru motor terdengar. Kara tersenyum lebar, gadis itu langsung berlari ke tengah jalan untuk menghadang motor yang seketika mengerem mendadak, terlambat sedetik, maka Kara akan di larikan ke rumah sakit.
"Lo─" Suara cowok itu tercekat di tenggorokan saat Kara dengan begitu gesit naik ke jok belakangnya.
"Please, tolongin gue. Mobil gue kehabisan bensin, ponsel gue mati, persediaan makanan gue juga di mobil abis, parahnya, gue tersesat!"
Cowok itu bergeming, membuat Kara takut tiba-tiba di suruh turun lalu di tinggalkan. "Please, bro. Gue butuh banget tumpangan lo, gue bakal bayar berapa pun asal lo bantu gue buat ke jalan besar dan gue bisa dapat taksi."
Supaya si cowok percaya, Kara langsung mengeluarkan kartu hitamnya dari saku Hoodie hitam yang dia kenakan. "Nih, gue punya black card. Nanti gue langsung transfer ke rekening lo, atau gue bakal ambil duit dulu terus gue bayar lo cash! Berapa pun! Serius!"
Cowok itu menaikkan satu alisnya, "Gue bukan ojek."
"Gue enggak bilang lo ojek ya, gue cuma minta tolong. Gue baru di sini, gue baru sampe kemarin, tolonglah."
Menghembuskan napasnya berat, cowok itu langsung melajukan motornya tanpa mendengarkan segala macam ucapan Kara yang terdengar antusias. Di pertengahan jalan, motor tiba-tiba berhenti, bukan mogok, tapi dirinya baru sadar jika dia pernah melihat Kara sebelumnya.
"Lo .... Bukannya lo cewek tadi yang ikut tawuran?"
Kara tersentak kaget, dia melihat motor dan jaket yang si cowok kenakan. Barulah, Kara menyadari. Cowok ini memang cowok yang sama dengan kubunya yang Kara bantu menang. "Hm," jawab Kara seraya memastikan jika maskernya tak akan putus atau mendadak terbang kena angin.
"Kenapa lo tiba-tiba bantu geng gue?"
"Iseng," jawab Kara ala kadarnya.
"Cuma iseng?"
"Iya,"
"Dan lo sejago itu?"
"Begitulah,"
"Siapa lo sebenarnya?"
"Eh berhenti! Itu taksi!"
Kara langsung loncat dari motor si cowok yang bahkan belum sepenuhnya berhenti, cowok itu tentu saja kaget tambah kaget melihat kuda-kuda Kara yang kokoh ketika dia loncat dan dia tidak jatuh. Kara lari ke dalam mobil taksi, tapi dia lupa bayar sesuai ucapannya. Kara pun balik lagi ke arah si cowok.
Memasukkan kartu hitamnya ke saku jaket cowok itu, "Pinnya nol semua ya! Enggak ada angka lain!"
Setelah itu, Kara berlari masuk ke dalam taksi. Kara meminta di antarkan ke alamat apartemennya, sedangkan si cowok yang di tinggalkan hanya bergeming lalu tatapannya beralih pada saku jaketnya. Dia mengeluarkan kartu hitam yang Kara berikan tadi, mengerutkan kening sembari menggeleng pelan.
"Dia bisa semudah ini memberikan black card ke orang asing? Benar-benar gadis misterius,"
***
"Sumpah demi kalajengking berubah jadi kuda, gue penasaran banget sama si cewek misterius itu!"
"Yakin lo, dia cewek?"
"Yakin anjir! Lo enggak liat bodynya apa?! Dada dia juga lumayan gede anjir!"
"Mesum sialan!"
Setelah tadi di bantu atas kedatangan seorang gadis secara mendadak, kini bangunan yang biasa mereka jadikan markas perkumpulan tengah ramai-ramainya membicarakan perihal tadi. "Kalian juga kenapa bisa sampe tawuran tanpa kabarin gue dan yang lainnya?"
Pertanyaan dari seorang cowok yang sejak tadi menikmati sekaleng soda kesukaannya membuat yang lain ikut menoleh, "Benar tuh. Kalian kok bisa tawuran tapi enggak sama kita?"
"Ck! Ini tuh di serang mendadak! Kita tadi mau ke sekolah, terus si banci bilang kalau jalanan macet total karena ada kecelakaan. Yaudah tuh, kita cari jalan alternatif yang lain biar enggak macet. Eh malah ketemu mereka di tempat biasa kita tawuran, taunya mereka sengaja nunggu kita di sana."
"Mereka yakin banget kalau kita bakal lewat situ kayaknya, sampe udah nyiapin pasukan sebanyak itu."
"Dia mainnya curang anjir! Masa dua tiga lawan lima orang?"
Semuanya masih misuh-misuh, beruntung ada gadis malaikat yang datang dan membantu mereka sampai kata 'kekalahan' yang sangat asing bagi mereka, tidak terdengar memalukan untuk geng mereka yang di kenal paling kuat. "Si bos kemana? Tadi dia cabut duluan abis tuh cewek cabut,"
"Kayaknya si bos balik ke rumah, enggak mungkin ke sekolah."
"Iy─lah itu si Bos,"
Semua pasang mata menatap ke arah pintu markas yang memang terbuka lebar, menunjukkan seorang pria yang baru turun dari motor sport hitamnya. "Bos, lo abis dari mana?"
Kepalanya menggeleng, tanpa menjawab lebih.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...