37 - Pregnant

4.9K 177 0
                                    

"Dave, stop."

"Kenapa, sayang?"

Kekasih Kara itu langsung menghentikan hujamannya, beralih menatap penuh kedua mata indah wanitanya. "Perut aku sakit,"

Sontak, Dave langsung menjauh dari atas tubuh Kara. Pria itu menciumi juga mengusap perut Kara dengan lembut, "Magh kamu kambuh?"

Kata menggeleng, "Enggak tahu, tapi sakitnya udah mulai berkurang."

"Ya sudah, lebih baik kita tidur." Setidaknya, Dave merasa lega setelah Kara berkata mulai baik-baik saja.

Keesokan paginya, Kara masuk sekolah seperti biasa. Wanita itu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya menuju kantin sedangkan pagi tadi, Dave pamit ke kantor karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, tentu saja Kara mempersilakan kekasihnya itu untuk pergi.

"Kar, muka lo pucat, lo sakit?"

Kara duduk di kursi meja yang ada di kantin, "Enggak. La, gue titip teh hangat."

"Lah? Tumben?"

"Perut gue lagi enggak enak,"

Kening Sera berkerut, "Lo lagi dateng bulan?"

Mendengar itu, tubuh Kara menegang seketika. "Ha?"

"Biasanya lo lagi haid baru tuh super aneh dan sensitif,"

Kara tidak menjawab, wanita itu berdiri, berniat meninggalkan kantin sebelum Syila dengan sengaja menabrakkan dirinya ke Kara, nampan berisi minuman dan 2 mangkuk bakso tumpah mengenai seragam sekolah Kara. Wanita itu memejamkan matanya dengan rahang mengeras.

Tubuhnya saat ini sedang tidak fit, Kara enggan meladeni kelakuan Adik kelasnya ini. Karena tidak mau usahanya mempermalukan Kara sia-sia, Syila pun tak gentar sama sekali. Gadis itu dengan sengaja mendorong punggung Kara saat Kara melewatinya. Kara yang belum siap menerima dorongan, langsung jatuh dengan perut membentur meja cukup keras.

"Akh!"

"KARA!"

Kara meremas perutnya yang terasa sakit bukan main, Vela, Sera, dan Asya langsung menghampiri Kara. Mata ketiganya terbelalak kaget melihat darah yang mengalir dari sela paha Kara. "Reen, d-darah ...."

Di ambang pintu, wajah datar seorang pria tampak sangat mengerikan dengan rahang mengeras. "Sayang!"

Dave langsung berlari, dia tidak sengaja mendorong Vela yang menghalangi jalannya. Dengan segera Dave menggendong Kara, sampai darah di antara paha wanitanya, berhasil membuat Dave terkejut bukan main. Ketakutan dan kekhawatirannya semakin tinggi, Dave bergegas pergi ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, pihak medis langsung menangani Kara, tak berselang lama pula, Vela, Asya, Sera, dan kedua orang tua Kara datang. Wajah mereka semua tampak sangat khawatir, menanti kalimat baik dari Dokter yang kini baru saja keluar setelah menangani Kara.

"Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" Dave hanya diam, membiarkan Aksa yang menanyakan pada Dokter.

"Syukurlah, pasien di bawa tepat waktu ke rumah sakit karena itu juga, kandungan pasien yang rentan keguguran masih bisa di selamatkan."

Deg.

Mereka yang mendengarnya tentu saja terkejut, terutama Dave yang jantungnya seakan mau loncat dari tempatnya. "A-anak saya hamil, Dok?"

"Benar, Pak, usia kandungannya sudah memasuki bulan kedua."

Tubuh Bunda luruh dalam dekapan suaminya, Bunda tidak pingsan, hanya syok dan merasa gagal menjadi seorang Ibu. Mengabaikan keterkejutan orang tua serta sahabat Kara, Dave bergegas masuk ke dalam ruangan, tentu saja diikuti orang tua Kara dan sahabat-sahabat wanita itu.

Di dalam ruangan, Dave mencium seluruh wajah wanitanya tanpa terkecuali, membuat Aksa menatapnya nyalang. Dengan emosi, Aksa menarik kerah kemeja Dave lalu melayangkan satu pukulan. "Mengaku! Kau kan yang menghamili anakku?!"

Dave mengusap darah di sudut bibirnya, kekasih Kara itu dengan tegas tanpa keraguan, menganggukkan kepalanya. "Benar, Kara dan bayinya adalah milikku."

Bugh!

Pukulan kembali mengenai perutnya setelah tadi sudut bibir yang di incar oleh Aksa, "Biadab! Sialan! Bajingan! Putriku masih terlalu muda untuk kau hancurkan masa depannya!"

"Aku tidak pernah menghancurkan masa depannya,"

"Kau─" Aksa menghentikan ucapannya saat mendengar Kara memanggil Dave, tanpa membuang kesempatan Dave langsung menghampiri brankar, mengecup kening Kara lama, lalu bergantian kedua pipi, hidung, juga bibirnya.

"Are you okay, sweetheart?"

Kara mengangguk kecil, wanita itu meminta Dave agar naik ke atas brankar dan berbaring di sisinya. Kara belum menyadari kehadiran orang lain di ruangannya, wanita itu malah memeluk Dave. "Aku baru ingat, aku sudah lama tidak datang bulan, Dave."

Dave berusaha tenang padahal jantungnya serasa ingin resign saat ini juga, "Lalu? Kenapa, sayang?"

"Apa aku hamil?"

"Kalau hamil pun, aku Ayahnya, sayang."

"Benar juga," Kara berinisiatif mencium bibir Dave lebih dulu, Dave yang sulit menolak sentuhan wanitanya langsung membalas ciuman Kara.

Aksa, Marissa, dan sahabat Kara menatap terkejut interaksi intim di depan mereka. "Reen?" Mendengar suara lain memanggilnya,  Kara langsung melepaskan ciumannya, wanita itu menatap terkejut kedua orang tuanya juga sahabat-sahabatnya yang menatap Kara tak percaya.

"Pah? Bun?" Kara berusaha duduk, tapi dengan cepat Dave tahan.

"Kamu masih belum pulih, jangan duduk dulu, sayang."

Kara menatap kedua orang tuanya dengan mata berkaca-kaca, "Papah, Bunda."

"Kami kecewa," Aksa menarik istrinya pergi dari ruangan Kara begitu pula dengan Asya yang menarik paksa tangan Vela serta Sera. Mereka semua pergi dari ruang rawat Kara, membuat tangis wanita itu pecah.

"Maaf, maafkan Reen."

Dave tidak tega, pria itu memeluk wanitanya. "Kamu tidak salah, sayang. Setelah ini, kita akan menikah supaya tidak ada yang bisa menghina anak kita." Tangan besar Dave mengusap perut Kara yang sudah mulai tidak datar lagi.

Kenapa juga Dave baru sadar? Kekasihnya ini sangat menjaga bentuk perutnya agar tetap rata, tapi beberapa waktu ini, perut wanitanya memang mengalami perubahan dengan sedikit membuncit. Bahkan sudah memasuki bulan kedua dan mereka baru tahu sekarang. Astaga, Dave jadi membayangkan, betapa seringnya dia menggauli Kara selama 2 bulan ke belakang.

Indonesia adalah negara tabu seks bebas, sanksi sosial yang kelak anaknya terima akan menghancurkan hati orang tuanya, Dave enggan membuat anaknya di hina. Ini juga alasan kenapa Dave selalu mengajak Kara menikah, supaya ketika Kara hamil, Dave tidak khawatir pada status mereka yang sudah sah menikah.

Selama menggauli wanitanya, Dave tidak pernah memakai pengaman apa pun dan Kara juga tidak meminum pil pencegah kehamilan. Setiap malam keduanya tidak pernah absen bersetubuh, Dave juga tidak pernah tahu waktu kalau sudah menggauli tubuh wanitanya. Bukan hal mengejutkan kalau Kara bisa mengandung darah dagingnya.

"Aku .... Aku tidak mau menikah, Dave!"

"Sayang, jangan egois. Pikirkan juga anak kita yang ada di kandunganmu! Dia butuh pengakuan sebagai anakku dari negara dan agama."

"Iya! Aku egois! Anakku juga tidak butuh pengakuan darimu kalau aku harus menikah denganmu!"

Pikiran Kara kalut, pengaruh kehamilannya membuat otak jeniusnya tidak bisa bekerja sempurna. Dia terlalu sensitif hanya karena 1 kata, "Sayang bukan begitu."

"Diam, Dave! Aku benar-benar tidak mau menikah!"

Dave mengacak rambutnya frustasi, di mana-mana, para gadis akan menuntut pertanggungjawaban ketika keperawanan telah terenggut apalagi di renggut oleh pria tampan seperti Dave. Kara malah menolak, dia tidak mau menerima pertanggungjawaban Dave. "Ini demi kebaikan bersama, sayang. Aku bisa menjaga nama baik kamu dan keluarga kita kalau kita menikah!"

"Kalau begitu, aku lebih baik pergi jauh supaya nama baikmu dan keluargamu tidak tercoreng!"

***

Dangerous Girl Mischief [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang