Kara dengan senyum penuh arti, menatap Cheyla yang siap mengibarkan bendera perang kesekian padanya. Diam-diam Kara berpikir licik, Cheyla akan semakin menaruh dendam padanya setelah ini. Kara yakin itu dan Kara menyukainya, karena dengan begitu, ada banyak kesenangan untuk Kara balaskan pada Cheyla di waktu yang tepat.
"Kamu harus baik-baik sama, Reen."
Kening Cheyla berkerut, "Maksud Papa apa?"
"Papa sudah pernah bilang kan sama kamu, kalau Papa punya anak kandung?"
Cheyla mengangguk pelan, "Terus kenapa, Pah?"
"Reen anak kandung Papa,"
Jeder!
Bagai tersambar petir di siang hari, Cheyla membatu dengan mata memelotot juga rahangnya yang terbuka sempurna. "Papa bercanda?"
Kini gantian kening pria paruh baya itu yang berkerut, "Bercanda bagaimana maksud kamu? Reen atau Kara ini memang anak kandung Papa, Adik tiri kamu."
Kepalan tangan Cheyla semakin erat, dia menatap Kara yang tersenyum lebar namun memiliki arti tak baik di baliknya. "Halo, Kakak tiri."
Bolehkan Cheyla menebas kepala Kara? Tentu saja boleh asalkan Cheyla siap di tebas pula kepalanya oleh sang Papa, di cincang tubuhnya oleh Papa Aksa dan juga Kama. Setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya, itu kalau Cheyla siap. "Lo─"
"Cheyla, bersikap baik pada anak Papa. Jangan sampai Papa murka dan menghentikan semua fasilitas yang selama ini kamu gunakan," Belum apa-apa, Cheyla sudah di ancam oleh pria paruh baya yang selama ini sangat menyayanginya.
Tatapan Cheyla beralih pada Mamanya yang hanya diam tanpa ikut campur, "B-bukan gitu, Pah. Aku hanya kaget tadi, Kara, salam kenal." Cheyla memaksakan senyumnya, dia akan menuntut cerita pada sang Mama setelah ini.
Benar saja, setelah Cheyla diizinkan untuk membersihkan diri tak lama Mamanya menyusul. "Mah! Ini apa maksudnya?!"
Mama Cheyla hanya bisa menghela napasnya kasar, "Dia memang anak kandung Papamu itu. Dia baru kembali dari Boston," ucap sang Mama sembari mengusap lengan anaknya.
Wanita paruh baya itu tahu, jika Cheyla pasti terkejut akan kehadiran Kara dan mungkin tak rela saat tahu bahwa kasih sayang Papanya akan terbagi. "Bukannya kata Mama, dia ikut keluarga Ibunya itu?"
"Mama tidak tahu," Mama Cheyla mencari aman, dia menolak fakta yang hanya akan membuat anaknya itu bersedih dan malu nanti. "Sudah, kamu mandi terus istirahat. Makan malam nanti Mama panggil, kamu harus turun dan bersikap baik pada Kara.
"Iya," Cheyla menjawab dengan malas.
Malam harinya, Kara yang hanya mengenakan setelan piyama beruang tampak sangat lengket pada si pria paruh baya yang Cheyla panggil Papa dan Kara panggil Daddy. Kara sebenarnya tidak ada agenda akan menemui Daddy nya ini sekali pun dia pulang ke Indonesia, tapi karena Cheyla mencoba mencari masalah dengannya terus menerus.
Maka jangan salahkan Kara kalau dia akan memulai proses pembalasan dendamnya, "Daddy, suapi."
Daddynya terkekeh, langsung saja menyuapi Kara, membuat Cheyla kepanasan sendiri. Selama hidup sebagai anak Papanya, dia tidak pernah di manja sampai seperti itu. Mentok-mentok hanya peluk saat Cheyla sedih, tatapan Cheyla beralih pada Mamanya yang tersenyum simpul seakan menyemangati Cheyla dalam diam.
"Anak Daddy yang paling cantik ini mau ke mana kita besok?" Ayah dan anak yang baru bertemu itu tampak saling menyayangi, bahkan begitu senang saat sang anak bersikap manja padanya.
"Uhm, kemana ya? Jalan-jalan ke kebun binatang, Dad! Pasti ada banyak beruang! Reen mau peluk beruang!"
Sisi lain Kara yang baru Cheyla lihat berhasil membuat gadis itu terkejut bukan main, Kara yang dia kenal dingin dan menyebalkan, ternyata bisa juga manja dan ceria seperti anak kecil. "Astaga anak Daddy, pastilah, nanti kita ke kebun binatang ya. Reen boleh peluk beruang sepuasnya,"
"Asik! Sayang Daddy banyak-banyak!"
***
Sampai kamar, air mata Kara menetes, gadis itu memeluk erat sebuah figura foto. "Mommy, Reen rindu. Reen ingin peluk Mommy, Reen mau Mommy!"
Tangisnya pecah dalam keheningan malam, sehebat dan sejenius apa pun Kara, dia tetaplah gadis berusia 16 tahun yang masih membutuhkan peran Ibu kandung, meski telah di gantikan sekali pun, Kara tetap menginginkan Ibu kandungnya. Bukankah ini memang kodratnya manusia? Tidak pernah merasa cukup dan puas pada suatu hal.
"Mommy kenapa tinggalin, Reen? Reen rindu Mommy,"
Ini alasan Kara menolak tinggal di Indonesia bersama Bunda dan Papanya, karena Kara tidak mau terus bersedih saat mengingat sang Ibu kandung. Bunda Marissa memang Ibu Kara, tapi bukan Ibu kandung, hanya Ibu tiri. Bunda memang sangat menyayangi Kara, tidak pernah membedakan kasih sayang mau pun tampak pura-pura, Bunda tulus menyayangi Kara.
Ketika Kara baru di lahirkan, Mommynya menyerah. Mommynya adalah pahlawan sesungguhnya untuk Kara, yang rela mempertaruhkan nyawa demi kelahiran Kara. Mommy meninggal setelah Kara lahir. Karena itulah, Kara tidak pernah mau tinggal lama di Indonesia. Kenangan antara Indonesia dan Mommynya sangat melekat, Kara tidak sekuat itu.
Pasti kalian bingung, apa hubungan antara Bunda Marissa, Papa Aksa, dan Daddynya. Bunda seperti yang kalian tahu, Bunda itu istri dari Papa Aksa. Sedangkan Daddy, Daddy adalah Ayah kandung Kara. Pertanyaan kalian pasti begini, terus Papa Aksa siapanya Kara? Ayah Kara juga, tapi Ayah tiri.
Sekilas mundur ke masa lalu, Mommy Kara─kita panggil saja Catherine supaya mudah untuk di sebut─ Kate adalah seorang bangsawan asli Inggris, darah biru mengalir dalam dirinya. Di pertemukan dengan Richard Sanjaya─Daddy Kara─ yang seorang pria campuran Indonesia-Rusia namun besar di Indonesia, membuat keduanya jatuh cinta.
Mereka pun menjalin sebuah hubungan asmara, namun di tentang keras oleh keluarga kerajaan. Kate yang memberontak, akhirnya di paksa menikah dengan seorang pengusaha sukses, Aksa Carver. Mereka menikah, Kate sungguh tertekan menjadi istri pria dingin dan kaku seperti Aksa. Tapi tuntutan, membuat Kate harus berakting romantis saat di depan keluarga.
Tiba, hari di mana Kate tiba-tiba hamil. Kate yakin jika anak di kandungannya adalah anak Richard, tapi Aksa juga kekeuh mengakui jika anak itu adalah anaknya. Usia kehamilan Kate memang di pertanyakan dan Aksa semakin yakin kalau anak itu adalah anaknya. Tapi kenyataannya, Kara bukan anak kandung Aksa melainkan anak kandung Kate juga Richard.
"Mommy, Reen ingin Mommy. Reen mau Mommy!"
Kara memukul dinding kamarnya untuk melampiaskan rasa sedih di hatinya, "Reen mau terus benci sama Daddy tapi Reen tidak bisa, Mom. Reen tidak bisa, Reen takut, Reen mau ikut Mommy."
Hati anak mana yang bisa tenang saat dia tahu jika tepat dihari kelahirannya, sang Ibu menghembuskan napas terakhir.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Girl Mischief [The End]
Teen Fiction"Memohon atau mati," Caramel Clearesta merasa, hukuman terbaik adalah penyiksaan berakhir mati mengenaskan. Dirinya yang bagai bunglon, senantiasa bersikap tenang dan santai padahal memiliki ribuan trik mematikan. Di pacari seorang penguasa tidak m...