41 - Gugur

4.8K 161 0
                                    

Kekacauan terjadi di depan istana, pasukan anak buah Dave melawan pengawal bersenjata kerajaan. Pertumpahan darah tidak lagi terelakkan, Dave sebagai pimpinan, melangkah tegas melerai tiap penyerangan sekitarnya. Pria tampan dengan wajah dingin itu menerobos masuk ke dalam istana, berhadapan dengan Raja Antonius yang tersenyum lebar.

"Ternyata kau pintar juga,"

Dave mengabaikan Raja Antonius, pria itu menyeringai. Dia melangkah melewati Raja Antonius, tentu saja Raja Antonius tidak membiarkan Dave pergi sia-sia. Raja Antonius langsung mengambil pistol yang selalu di bawanya, suara ledakan peluru membuat semua pasang mata menatap ke arah Dave yang dengan santai menghindar.

"Kau tidak akan aku biarkan menemui cucuku," Raja Antonius terus menembakkan peluru ke arah Dave yang juga selalu mengelak dengan gesit.

Dave bosan juga menerima tembakan dari Raja Antonius, pria itu turut mengeluarkan pistolnya. "Mundur dan mengaku kalah, aku akan sedikit meringankan hukumanmu, pria tua."

"Mimpi saja!"

Raja Antonius melayangkan satu pukulan ke arah pipi Dave, Dave tidak mengelak. Pria itu membiarkan Raja Antonius merasa menang setelah memukulnya, "Oh ternyata seorang Lord Darkness selemah ini? Tcih! Tidak cocok dengan cucuku! Lebih baik cucuku menggugurkan saja kandungannya! Hanya anak pembawa sial! Anak malapetaka!"

Emosi Dave terpancing, pria itu mencengkram kerah kemeja yang Raja Antonius kenakan. "Kau boleh menghinaku tapi jangan sekali-kali menghina calon anakku!"

Rahang Dave yang mengeras dengan kilat amarah di matanya sudah menandakan bagaimana marahnya seorang Lord Darkness hari ini, pria itu berdecih. "Kau hanya pria tua bangka yang tidak ada artinya di mataku, aku bisa membunuhmu seperti menginjak seekor semut."

Raja Antonius tak gentar sama sekali, pria tua itu menepis tangan Dave di kerah kemejanya. "Aku seorang Raja yang bisa memusnahkanmu,"

"Dan aku bisa menjadi iblis pencabut nyawa sebelum kau bertindak memusnahkanku,"

Di kamarnya, keributan dari luar tentu saja mengganggu Kara yang sedang terlelap. Wanita hamil itu menatap Kama yang terlelap nyenyak di sofa dengan headphone yang menutup pendengarannya, Kara turun dari ranjang, dia mendekati sofa tempat Kama. "Abang, bangun."

Kama langsung membuka kelopak matanya, "Reen, kenapa? Kamu butuh sesuatu?"

"Ada suara berisik di luar, Reen penasaran."

Kama langsung terduduk, tidak lupa dia melepas headphonenya dan benar saja, suara pertikaian di luar terdengar keras. "Kamu tunggu di sini, jangan keluar."

"Tapi,"

"Dengarkan ucapan Abang kali ini aja, Reen."

Kara dengan terpaksa mengangguk, wanita itu membiarkan Kama keluar untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Sepeninggalan Kama, rasa penasaran Kara semakin membuncah. Wanita itu pada akhirnya diam-diam keluar kamar, dia menatap peperangan di lantai bawah dari lantai 2 dengan detak jantung berdebar. "Dave," lirihnya.

Dorongan dalam dirinya, membuat Kara langsung turun ke lantai dasar, mengabaikan peringatan Kama agar tetap diam di kamar. "DAVE!"

Semua aksi berhenti, menatap Kara yang langsung memeluk Dave. Dave terkejut? Tentu saja! Dia merindukan wanitanya tapi ini bukan saat yang tepat untuk Kara menemui dirinya. Takut Kara terluka atau di jadikan tawanan Raja Antonius dalam menjatuhkannya, Dave bergegas menggendong Kara lalu membawanya berlari keluar istana.

Raja Antonius sangat marah, dia berteriak meminta pengawal kerajaan agar menghentikan Dave yang membawa Kara, tapi anak buah Dave sudah lebih dulu bergerak menghalau mereka semua. Dave berhasil masuk ke dalam mobilnya, pria itu melesat pergi meninggalkan pekarangan, Dave tahu, tidak mungkin Raja Antonius menembak ban mobilnya.

Karena seegois apa pun Raja Antonius, dia juga sangat menyayangi cucu perempuannya. "Dave,"

"Iya, sayang. Sabar sebentar ya, kita akan pergi ke tempat aman."

Sorot mata Kara menatap Dave dengan penuh rasa bersalah, bayangan saat dia terbangun tak berpakaian di kamar yang sama dengan Kama, membuat Kara semakin di rundung rasa bersalah yang secara tak langsung, Kara telah mengkhianati Dave. "Dave, maafkan aku."

Dave tidak menjawab, pria itu fokus pada jalanan di depannya sebab anak buah Raja Antonius mulai mengejar mobilnya. Di tikungan, mobil anak buah Raja Antonius berhasil menghalau laju mobil Dave. Dave yang takut wanitanya juga calon anaknya terluka, terpaksa menghentikan mobil dan turun melawan mereka semua.

"Turun!"

Kara menepis tangan Raja Antonius, tapi pria baya itu tidak tinggal diam. Dia menyuruh 2 anak buahnya untuk menyeret Kara keluar mobil, "Berani sekali kamu pergi dengan pria sialan itu!"

Kara menatap Kakeknya dengan sorot dingin, "Kau lebih sialan, pria tua!"

"Anak ini! Cepat bawa dia masuk!"

Kara memberontak, wanita itu mendorong anak buah Raja Antonius lalu berlari ke sembarang arah. Dari jalan berlawanan, sebuah mobil melaju dengan ugal-ugalan, Kara terkejut, dia belum sempat menghindar tapi tubuhnya sudah lebih dulu tertabrak dengan sangat kuat.

Raja Antonius menahan napas, melihat tubuh cucunya berguling di atas aspal dengan darah mengucur deras. Dave yang tengah berkelahi pun langsung berlari ke arah kekasihnya, "Sayang! Sayang bangun, tolong buka matanya! Sayang jangan tinggalkan aku! Sayang bangun!"

Tatapan Dave beralih pada Raja Antonius yang membatu, "Kau telah membuat wanitaku terluka. Kau harus mati,"

Dave mengeluarkan pistol dari saku celananya, pria itu melesatkan 3 tembakan ke arah dada kiri dan terakhir kepala Raja Antonius. Tidak ada belas kasihan apalagi hormat pada sosok yang telah mengusiknya, tanpa merasa bersalah, Dave membawa Kara pergi menuju rumah sakit dengan kecepatan di atas rata-rata.

Tubuh kekasihnya yang bersimbah darah membuat Dave sangat takut akan kehilangan, pria itu terus menatap ke kaca, memastikan jika Kara di kursi tengah, tetap baik-baik saja. Sesampainya di rumah sakit, pihak medis bergegas menangani Kara yang kritis.

Di rumah sakit setelah beberapa jam di tangani, seorang Dokter akhirnya keluar dari ruang tindakan.

Ceklek.

"Dok, bagaimana keadaan wanita saya?"

Dokter itu menatap Dave di depannya, "Keadaan pasien masih perlu penanganan intensif, tapi mohon maaf sebesar-besarnya, kami sudah melakukan yang terbaik tapi kandungan pasien tidak dapat kami selamatkan."

Bagai terkena tusukan yang lebih pedih dari setajam pedang, Dave menopang tubuhnya dengan berpegangan pada dinding sedangkan Kama membatu. "A-anak saya .... Meninggal?"

"Maafkan kami, Tuan."

Sosoknya yang angkuh dan dingin sekarang tidak lagi terlihat, Dave hanya menatap kosong tempat peristirahatan terakhir anak-anaknya dengan air mata yang terus turun. Dave tidak pernah menangis, mungkin terakhir dirinya menangis adalah saat di lahirkan, setelah itu, Dave tidak pernah lagi menangis, berbeda dengan hari ini.

Kehilangan dua calon anaknya sekaligus, membuat hati Dave hancur berantakan apalagi wanitanya yang harus terbaring koma. Matanya sudah sembab, tapi Dave tak beranjak sedikit pun. "Sayang-sayangnya Daddy, maafkan Daddy yang gagal menyelamatkan kalian. Daddy lalai,"

***

Dangerous Girl Mischief [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang