Part 39

3.7K 462 17
                                    

“Apa aku mengganggu kalian?”

Singto sudah mengetuk pintu kamar Gulf sebelum masuk tapi pasiennya itu tidak mendengar karena sedang sibuk dengan seorang pria yang bisa diduga adalah kekasihnya.
 
“Masuklah, dokter. Bukankah jadwal kunjungan mu masih nanti sore?”
 
“Sepertinya aku sungguh-sungguh sudah mengganggu” Goda Singto.
 
“Ada yang ingin aku sampaikan” Singto seketika berubah menjadi serius.
 
“Mengenai hasil pemeriksaan mu..”
 
Deg!
 
Jantung Gulf berdegup kencang. Ia tidak bisa memikirkan hal selain hal buruk yang akan menimpanya. Apakah hasil test darahnya menunjukan jika tumor yang bersarang diotaknya adalah tumor ganas? Kenapa wajah Singto terlihat sedih dan sedikit ada penyesalan disana.
 
“Apa Gulf akan baik – baik saja?”
 
“Aku minta maaf..”
 
“Apa maksud mu, dokter?” Tanya Mew. Ia sama paniknya dengan Gulf dan secara refleks ia menarik tangan Gulf untuk digenggam.
 
“Aku harus segera menjalani operasi ku bukan?”
 
“Tidak, Gulf. Operasi itu..”
 
“Apa tumor itu sudah terlalu ganas hingga tidak bisa dioperasi?” Pertanyaan Gulf menghentikan Singto untuk melanjutkan kalimatnya.
 
“Operasi itu tidak akan dilakukan.. karena..”
 
“Mew..” Gulf tidak bisa menghentikan kepanikannya. Ia menggenggam erat jemari Mew guna menyalukan ketakutannya.
 
“Tidak. Tunggu. Biarkan aku menyelesaikan kalimat ku” Singto tidak ingin Gulf salah paham.
 
“Operasi itu tidak akan dilakukan karena pada hasil pemeriksaan darah mu tadi pagi tidak ditemukan adanya sel kanker. Bahkan hasil test darah mu menunjukan jika kondisi tubuh mu sangat baik”
 
Mew dan Gulf mencoba mencerna satu per satu kalimat yang keluar dari mulut Singto. Mereka masih belum berani memutuskan jika apa yang baru saja Singto sampaikan adalah kabar baik atau sebaliknya.
 
“Sepertinya ada kesalahan dari pihak rumah sakit saat memasukan hasil pengecekan mu dengan pasien lainnya. Karena hari ini kami menemukan ada pasien yang tiba-tiba kejang dan harus segera dioperasi. Dimana pasien itu sebelumnya memiliki rekam medis gegar otak ringan namun saat dioperasi hari ini, Dokter Krist menemukan adanya tumor yang bersarang diotaknya”
 
Singto menatap dengan perasaan bersalah kepada Gulf. Ia yakin jika Gulf cukup terpuruk selama seminggu belakangan ini karena didiagnosa memiliki tumor diotaknya. Singto bahkan siap menerima jika nantinya pihak Gulf akan melayangkan tuntutan kepada pihak rumah sakit.
 
“Oleh karena itu, hari ini aku akan menjadwalkan pemeriksaan CT-Scan ulang untuk memastikannya. Sekali lagi aku dan pihak rumah sakit meminta maaf atas apa yang sudah terjadi” Singto membungkukan badanya kearah Gulf.
 
“Bagaimana mungkin?” Mew memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa pening. Ia tidak tau apakah harus marah dengan kesalahan ini ataukah ia harus bersyukur karena ada kesempatan jika Gulf-nya akan baik-baik saja.
 
“Terima kasih, Dokter” Ujar Gulf tulus.
 
Singto tersentak kaget dan tidak tau harus menjawab apa. Sebelumnya ia sudah menyiapkan diri untuk menerima semua makian atau umpatan dari Gulf. Tapi yang diterimanya sekarang ini justru adalah ucapan terima kasih. Setulus apa hati yang dimiliki oleh Gulf sebenarnya?
 
“Terima kasih karena sudah memberikan ku sedikit harapan. Ku mohon segera jadwalkan pemeriksaan CT-Scan ku, dokter”
 
“Kau tidak marah? Kami siap menerima jika kau mau melayangkan gugatan akibat kesalahan yang sudah kami lakukan”
 
“Tidak perlu” Gulf menggelengkan kepalanya.
 
“Setidaknya apa yang terjadi ini menjadi pembelajaran untuk ku lebih menghargai hidup. Dan aku akhirnya menemukan pria yang benar-benar tulus mencintaiku apa adanya” Gulf menatap lembut kearah Mew.
 
“Pria ini, calon pasangan hidup ku. Ia bahkan tidak meninggalkan ku disaat aku dinyatakan sekarat”
 
------
 
Sore itu, ruangan Gulf dipenuhi dengan karangan bunga , bingkisan dan juga makanan dari pihak rumah sakit sebagai permintaan maaf yang sedalam-dalamnya. Akhirnya, hasil CT-Scan Gulf dinyatakan sebagai gegar otak ringan dan bersih dari tumor.
 
“Mae, berhentilah menangis, naa..”
 
“Mae menangis lega, nak..”
 
“Mae mu menangis setiap malam saat teringat kepada mu” Ujar Pho.
 
“Sudahh.. Sekarang semuanya baik-baik saja. Kau juga setelah ini akan sibuk menyiapkan hadiah yang sangat mewah untuk ku karena sudah begitu berani melangkahi ku untuk menikah lebih duluan” Goda Phi Grace untuk mencairkan suasana.
 
Mew dan Gulf memang sudah mengumumkan rencana pernikahannya kepada keluarga mereka masing-masing. Gulf tidak akan membatalkannya lagi kali ini, ia bahkan sudah memantapkan hatinya untuk menikah dengan Mew. Ia sudah sangat yakin jika Mew adalah pasangan yang tepat untuknya karena cinta yang Mew berikan kepadanya sungguh luar biasa.
 
“Aku ingin merayakannya dengan mewah”
 
“Emm.. Kau pilih saja tempatnya”
 
“Aku ingin mengundang semua kenalan ku dan juga keluarga besar ku. Kau juga bisa mengundang siapapun yang kau mau”
 
“Aku akan membuat list-nya nanti”
 
“Bagaimana jika pesta dilapangan terbuka? Para tamu nantinya bisa bebas bersantai sembari menikmati makanan yang disajikan"
 
“Lakukan saja apa yang kau inginkan, Mew”
 
“Kenapa kau menjadi begitu penurut?” Mew mencubit kedua pipi Gulf dengan gemas.
 
“Bukankah kau senang saat merencanakan pernikahan ini?”
 
“Tentu saja” Mew memberikan senyuman lebarnya.

Mew tidak henti-hentinya menyuarakan ide tentang pesta pernikahan yang ia inginkan. Dan Gulf, hanya duduk manis mendengar dan menyetujui semua yang Mew inginkan. Ia sudah cukup bahagia dengan melihat Mew bahagia.

"Apa yang harus kita hadiahkan untuk Phi Grace? Apa yang cukup mewah untuknya?" Mew mencoba memikirkan hadiah apa yang pantas ia berikan.

"Kau tidak perlu repot-repot. Phi Grace hanya bercanda"

"Bagaimana jika aku membelikannya rumah? Atau apartment?"

"Kau gila.. itu terlalu mahal"

"Kalau begitu, aku akan membelikannya mobil saja"

"Mew.. hentikan. Phi ku tidak membutuhkan itu. Kali ini biarkan aku yang memilih kado buat Phi Grace" Untuk yang satu ini, Gulf akan menolak Mew.

"Baiklah.. Tapi biarkan aku yang membayar apapun yang akan kau beli nantinya. Deal?"

Gulf tau apa yang Phi Grace sukai. Kakaknya itu sangat suka melukis, bahkan ia sering menawarkan jasa lukis kepada teman-temannya.  Dengan hasil yang ia dapatkan dari melukis, akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan berbelanja perlengkapan hobby-nya itu.

Sama seperti Gulf, Phi Grace pun selalu mandiri dalam urusan finansial. Mereka sudah tidak pernah lagi meminta uang jajan ke Pho dan Mae lagi sejak kuliah hingga sekarang. Sungguh, Mae dan Pho sangat beruntung memiliki mereka sebagai anak.

"Apa yang kau senyumkan?" Gulf melihat Mew tersenyum kearah ponselnya.

"Ini.. lihatlah. Bukankah akan menyenangkan jika menggelar pernikahan disini?"

Gulf menatap ke layar ponsel Mew dan tidak bisa menebak dimana tempat itu berada. Ia bahkan tidak tau jika negaranya memiliki tempat sebagus itu.

"Apakah itu jauh?" Tanya Gulf.

"Mungkin sekitar tiga jam perjalanan" Jawab Mew santai.

"Ku rasa itu tidak begitu jauh"

"Emm.. tiga jam perjalanan jika menggunakan pesawat"

"Hah? Apa maksud mu menggunakan pesawat?" Gulf hampir menyemburkan minuman yang baru saja diminumnya.

"Tempat ini hanya bisa dicapai dengan pesawat, Gulf. Tapi tenang saja, aku sudah meminta Stu untuk mencari tau penerbangan apa yang bisa kita book-ing"

Gulf sudah hampir tidak bisa menahan dirinya lagi. Sebelumnya ia sudah berjanji kepada dirinya sendiri akan membiarkan Mew yang mengatur semua perihal pernikahan mereka. Tapi baru memasuki hari pertama persiapan saja, Gulf sudah hampir meledak.

"Bukankah itu akan memberatkan tamu dengan biaya perjalanan mereka nantinya?" Gulf berusaha membuat Mew membatalkan niatnya untuk menikah diluar negeri.

"Tidak perlu khawatir. Aku akan menyediakan semua fasilitas untuk para tamu. Termasuk pesawat dan juga hotel mereka" Ujar Mew dengan begitu santainya.

Gulf memilih untuk berbaring. Tiba-tiba saja kepalanya terasa sakit. Bukan karena lukanya, melainkan karena tingkah calon suaminya itu. Ia mencoba memejamkan matanya menahan geram dalam dadanya.

"Apa kau kira kau punya mesin pencetak uang?"

To be continue..

MewGulf - You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang