Sudah sebulan Mahito dirawat di rumah sakit, ia masih belum sadar sampai saat ini.
Emma dan Draken masih sering bergantian menjaga Mahito.
“Nyenyak ya tidurnya?” seorang perempuan berambut pendek dengan manik hazel datang ke ruangan Mahito, air mata menetes perlahan ke pipi.
Digenggam erat tangan sang lelaki kemudian dielusnya dengan lembut, surainya tak luput dari belaian yang sarat akan kasih sayang.
“Aku selalu ada di sini,” jari telunjuknya mengarah tepat di dada Mahito.
“Tapi ternyata kamu tetap pilih ‘dia’ ya.” tampak sebuah senyuman miris dibalik wajah cantiknya, yang membuat siapapun merasa kasihan ketika melihatnya.
‘Sampai kapan kamu akan tetap memilihnya? Padahal aku lebih dekat denganmu...’
Di lengannya terdapat memar dan beberapa luka sayatan yang sengaja ia tutupi menggunakan baju lengan panjang agar tidak ada satupun orang yang melihatnya.
***
Di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari rumah sakit tempat Mahito di rawat, Draken dan Emma sedang membicarakan sesuatu yang serius.“Kamu ke mana selama ini? Kamu tahu, apa yang Emmi inginkan disaat terakhirnya? Kenapa kamu menghindar waktu itu?”
Rentetan pertanyaan keluar dari bibirnya, mencoba menahan diri agar emosi tidak keluar. Tangannya terkepal kuat, hingga buku-buku jarinya memutih.
“Kenapa diam? Jawab!!” tegasnya.
“Maaf...”
“Tsk, hanya itu?”
“Kamu tau 'kan kalau aku suka sama kamu? Berulang kali aku bilang kalau aku suka kamu tapi kamu selalu nolak aku. Tiba-tiba Emmi datang dan bilang kalau dia suka kamu, terakhir dia juga bilang kalau kalian akan menikah!!” ujar Emma, nada bicaranya meninggi.
Draken hanya bisa menunduk dan mendengarkan semua penjelasan Emma.
“Kamu pikir aku gak sakit hati?! Laki-laki yang dari dulu aku sukai ternyata menolakku, dan lebih memilih kembaranku sendiri!! Dia orang baru dikehidupanmu, aku yang selalu ada!!” dadanya naik turun setelah mengatakan hal itu, menumpahkan segala emosi yang dirasa.
“Kamu tanya kenapa aku menghindar?” tanya Emma masih dengan air mata yang mengalir di pipi.
“Karena aku belum siap... Aku belum siap untuk ketemu kamu!”
Tangisnya semakin kencang, rasanya semua beban yang ia miliki kini perlahan mulai hilang. Ia hanya ingin sang lelaki tahu apa yang dirasakannya.
Grep!
Draken membawa Emma ke dalam pelukannya, mengusap surainya dengan lembut.
“Maaf...” lirihnya.
“Emmi... Sebelum dia meninggal, dia selalu bersikeras untuk mencarimu, selalu menanyakan ‘Sedang apa dia di sana? Apa dia udah makan? Dia baik-baik aja 'kan? Aku kangen dia’, selalu itu yang dipikirkan,” jelasnya.
“Dia juga menyalahkan diri sendiri, mengatakan bahwa dia lah penyebab kamu pergi.” lanjutnya.
Dilihatnya Emma saat ini, kemudian berujar “Marahnya ke aku aja ya, jangan ke Emmi. Aku yang salah.”
Tangisan Emma mereda, menyisakan jejak air mata.
Setelah hening selama beberapa menit, Draken kembali berujar.
“Mikey bilang dia liat kamu di sekolah, itu benar kamu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPAH DORAKENGKUNG (END)
RastgeleIf you are reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD OR OFFICIAL ACCOUNT, you are very likely to be at risk of MALWARE attack. If you wish to read this story in it's ORIGINAL, SAFE, FORM, please go to >> https://www.wattpad.com/use...