“Ken... Bangun, kamu kenapa? Mukamu pucat loh, kamu sakit?” tanya Emma pada kekasihnya, Draken.
Mereka saat ini masih berada di kamar Mahito.
Srek!
“Lu kenapa Ken?”
kerutan di dahi terlihat jelas, ia seperti mendengar suara orang ‘itu’.
Dilihatnya sekilas, matanya terbelalak tak percaya.
“MAHITO?! LU—LU KOK?!”
“Yo!” ujarnya dengan kekehan kecil yang membuat wajahnya semakin menawan walaupun di wajahnya masih terdapat banyak luka pukulan.
Dirinya sudah sadar sejak dua jam yang lalu.
“Gue belum mati, ya walaupun gue berharap gitu sih. Hahaha,”
Slap!
“Aduh! Kok aku ditabok?!” ringisnya ke arah perempuan berambut pendek, bermata hazel.
“Jangan pernah bilang gitu... Aku takut...” lirihnya, yang mana membuat Mahito langsung menampilkan senyum lembutnya.
“Iya, maaf ya.” balasnya sembari mengenggam tangan sang gadis.
“GOBLOK LU MAHITO!! SIALAN!! BIKIN GUE TAKUT AJA ANJING!!” si empunya nama hanya tertawa mendengarnya. Ah... Sudah lama ia tidak tertawa lepas seperti ini.
“Ken, gue minta maaf ya. Maaf atas kebodohan gue selama ini, apalagi gue pernah nusuk lu. Buat Emma juga, maaf ya...” ucap Mahito.
Ada sedikit jeda sebelum Mahito melanjutkan perkataannya. “...aku minta maaf ya, terutama buat kamu. Aku baru sadar selama ini aku menyia-nyiakan perempuan yang selalu ada untukku, perempuan yang mau menerimaku apa adanya termasuk masa laluku, perempuan yang selama ini terus aku sakiti dan aku lukai. Maaf.”
Tangan halus sang gadis menyentuh pipi Mahito, mengusapnya dengan lembut kemudian tersenyum. Senyuman yang sangat tulus, dan sangat indah di mata Mahito.
Tak lupa mencium luka bekas sayatan di pergelangan tangan gadisnya yang sudah mulai memudar namun masih bisa terlihat.
Gadisnya yang selama ini ia sia-siakan, yang selama ini ia perlakukan dengan sangat tidak baik, demi mengejar cinta yang ternyata bukan miliknya.
Anggukan dan senyuman manis menjadi jawaban dari perkataan Mahito.
***
Beberapa bulan setelah kepulangan Mahito dari rumah sakit, dirinya memberi kabar pada Draken dan Emma bahwa ia sebentar lagi akan menikah dengan sang kekasih.Saat ini dirinya meminta Draken untuk membantu mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk pernikahan.
Tiba-tiba Mahito mengatakan sesuatu pada Draken, yang malah membuat sahabatnya itu hampir mengamuk.
“Kapan mau nikahin Emma? Badan gede tapi nyali ciut, malu sama kepangan!” setelahnya si pelaku langsung kabur, menyelamatkan diri.
“SIALAN LU MAHITOD!!”
***
Draken mengundang Emma ke rumahnya, ingin mengenalkan sang kekasih pada kedua anaknya—dan keponakan dari sang kekasih itu sendiri.Ting tong~
“DE, BUKAIN PINTU.” teriaknya dari arah dapur.
“KATANYA ABANG AJA YANG BUKAAAA.”
“ABANG GAK NGOMONG GITU, DEDE AJA SANA!”
Draken yang lelah dengan kelakuan dua anaknya, akhirnya memilih untuk membukakan pintu itu sendiri, mungkin saja itu Emma. Batinnya.
Kriettt
“Halo~” sapanya dengan ceria, namun hanya ditanggapi dengan anggukan.
“Ayo masuk, anak-anak ada di ruang keluarga.”
Tap tap
Kedua anak Draken terdiam ketika tahu ayahnya membawa orang lain, Mikey terkejut saat melihat Emma.
“MAMAH?!”
Sedangkan Minnie hanya mengedipkan mata beberapa kali, masih memproses perkataan kakaknya. Kemudian tersadar, bahwa yang ada di depannya adalah mamahnya, lebih tepatnya kembaran mamahnya.
“Mamah kita 'kan udah gak ada, Bang.”
“Tante Emma, bukan Mamah. Ini kembarannya.” ujar Draken membenarkan perkataan Mikey.
“Ahahaha.” Emma yang mendengar hanya bisa tertawa memaklumi atas tingkah papah dan kedua anak itu.
“Kamu main aja sama anak-anak, aku lagi siapin masakan buat kita makan sama-sama.” setelah mengatakan itu, Draken kembali ke dapur untuk melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
“Tante, waktu itu Abang liat Tante di sekolah.”
“Eh? Iya kah? Kamu salah orang kali.” ucapnya berpura-pura tidak tahu.
“Tante... Panggil Mommy boleh?” tanya Minnie dengan menyatukan kedua jari telunjuknya. Membuat Emma merona malu.
Apa dirinya langsung mendapatkan restu? Seketika ia jadi merasa bersalah pada kembarannya.
“Eh? Bo-boleh, kok.” jawabnya dengan anggukan pelan, masih dengan pipi yang merona.
“Kok Mommy?”
“Kan mukanya mirip Mamah gimana sih Abang!” ucap Minnie sembari berkacak pinggang. Menimbulkan kesan yang sangat menggemaskan.
Mikey hanya ber-oh ria mendengar jawaban adiknya.
Draken sudah selesai memasak dan kini ia segera memanggil ketiga manusia yang masih asyik bermain di ruang keluarga, senyum tipis terukir di wajahnya.
“Oi kalian bertiga, ayo sini makan!” panggilnya.
Tap tap
Srek!
Kini semuanya sudah berkumpul di ruang makan. Minnie berada di samping kanan sang papah, sedangkan Mikey ada di samping Emma.
Saat semuanya sedang menikmati makan malam, Mikey tiba-tiba berkata, “Mommy, Abang mau ayam gorengnya dua.” dan membuat Draken tersedak akibat terkejut.
Emma yang posisinya berada di seberang Draken, segera mengambilkan air minum untuknya.
“Mommy, nanti Mommy bobo sini 'kan? Dede mau bobo sama Mommy...”
Draken terdiam, berusaha memproses maksud dari ucapan kedua kakak beradik yang berhasil membuatnya terkejut hingga tersedak makanan.
“Bentar-bentar, Mommy?” tanyanya seraya menaikkan sebelah alisnya.
Mikey menggangguk, memberikan jawaban.
“Sejak kapan?”
Kali ini Minnie yang menjawab, “Tadi, karena Tante Emma mirip Mamah.” jawab sang anak dengan santainya.
Emma hanya bisa terdiam dan berusaha menyembunyikan rona merah pada pipinya, sementara Draken terlihat sedang menghela nafas.
“Minnie benar, kamu nginep di sini aja dulu.”
Baru saja ingin menolak, Draken sudah lebih dulu berkata, “Tidak ada penolakan!”
Yang malah membuat kedua anaknya bergidik ngeri, tak terkecuali Emma.
“Waduh, Papah kerasukan Akashi Seijūro.” gumam Mikey dan disetujui oleh sang adik.
Sementara Emma, hanya bisa meneguk salivanya secara kasar lalu mengangguk pelan sebagai jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAPAH DORAKENGKUNG (END)
AcakIf you are reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD OR OFFICIAL ACCOUNT, you are very likely to be at risk of MALWARE attack. If you wish to read this story in it's ORIGINAL, SAFE, FORM, please go to >> https://www.wattpad.com/use...