part 17

649 145 48
                                    

Deva meringis saat Wina, mamahnya, meneteskan Betadine pada luka di tulang kering kaki kanannya.

Luka itu diakibatkan karena keterkejutan Deva saat melihat sosok Nara didalam rumahnya, hingga tanpa sadar bukan tanah yang ia cangkul melainkan kakinya sendiri.

"Lagian kamu lagi ngapain sih? Pake gali lubang segala, kek lagunya bang haji aja" tanya Wina pada anak semata wayangnya itu.

"Hah?" Deva memandang linglung mamahnya sebelum sebuah cengiran konyol terpatri di wajah tampannya.

"Oh, itu, anu, ak-aku lagi ma-mau tanam pohon mah, iya tanam pohon" didetik berikutnya, laki-laki itu kembali meringis kala jawaban yang terlontar dari mulutnya sungguh tidak masuk akal.

'kalo bikin alesan yang logis dikit dong, dasar goblok' rutuknya didalam hati.

Dipandangnya sang mamah yang juga tengah menatapnya dengan pandangan aneh. Deva hanya mampu menampilkan deretan giginya yang rapih.

Wina memilih mengabaikan alasan tidak masuk akal putranya tersebut. Wanita paruh baya itu memilih bangkit setelah selesai mengobati luka Deva.

"Ya udah, Nara tante tinggal dulu yah" Wina tersenyum pada Nara yang dibalas dengan senyum canggung.

Setelah sepeninggalan Wina, keadaan malah menjadi canggung.

Diantara keduanya tidak ada yang membuka suara. Seakan sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"A-anu Nara, soal ta-tadi.."

"Gue mau ambil buku paket gue, bisa langsung diambil?" Nara memotong ucapan Deva membuat laki-laki itu mengulum bibirnya kedalam. Asem!.

"Oke, gue ambilin dulu"

Dengan langkah sedikit tertatih, laki-laki itu beranjak naik menuju kamarnya berada.

Ditempatnya, Nara memegang dadanya. Entah karena alasan apa, detak jantungnya berdetak tidak beraturan.

Lalu jari jemari lentik itu merambat menuju kepalanya. Dan entah kerasukan setan apa tadi ia malah mengenakan jepit rambut sebelum kerumah Deva agar poninya tidak menutupi wajahnya.

"Gue ini kenapa sih?" Nara bergumam heran pada dirinya sendiri. Hingga ingatannya kembali teringat kejadian beberapa saat yang lalu.

Flashback on

Saat ini Nara tengah berada di dalam angkutan umum. Niatnya ia ingin pergi kerumah Deva untuk mengambil buku paketnya yang Nara yakini terbawa oleh laki-laki itu.

Meskipun jarak rumahnya dengan rumah Deva tidak begitu jauh, tetap saja Nara tidak akan memilih jalan kaki. Selain karena siang ini cukup panas, tentu saja Nara malas bergerak terlalu banyak.

Sebelum benar-benar memutuskan untuk kerumah Deva saja ia sudah mengalami pergolakan batin. Antara pergi dan tidak.

Nara terduduk kaku di bangku paling pojok belakang dekat jendela. Kondisi angkot cukup ramai penumpang.

Dihadapannya seorang ibu-ibu  tengah memangku anaknya yang sedang memakan eskrim dengan mulut belepotan.

Nara mengernyit jijik hendak muntah saat ingus anak itu turun hingga mengenai eskrim nya, dan apa itu, ANAK ITU MEMAKANNYA!.

Masih dengan rasa mual, Nara mengambil ponselnya untuk mengalihkan pandangannya juga sekaligus untuk mengabari laki-laki yang hendak ia sambangi rumahnya.

Baru saja ia mengirim pesan, dua centang biru sudah terlihat yang berarti Deva sudah membacanya. Hingga tak lama balasan pesan dari Deva membuatnya nyaris memekik.

Si Aneh Dan SebelahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang