part 24

170 21 17
                                    

Nara tidak ingin berangkat sekolah. Rasanya ia sangat ingin membolos saja jika mamahnya mengijinkan.

Kini ia dengan sangat amat terpaksa, telah berada di depan pintu kelasnya. Nara tidak memperdulikan tanggapan orang lain yang menatapnya aneh  karena tak kunjung memasuki kelas.

Ia memberanikan diri untuk menggerakkan kaki  kanannya kedepan, hendak melangkah. Namun ia kembali bimbang hingga mundur satu langkah.

Nara tidak siap untuk bertemu pandang dengan Deva. Ia bingung harus bersikap bagaimana kepada pemuda tampan itu. Berkali-kali ia menarik nafasnya panjang dan menghembusnya secara perlahan.

Ia kini akan memantapkan hati. Maka dari itu, dengan langkah pelan ia mulai memasuki ruang kelasnya yang sudah ramai.

Nara berdoa dalam hati, semoga saja Deva belum berangkat. Atau bila perlu, tidak usah berangkat sekalian.

Namun rupanya doanya telat, karena dengan jelas Nara dapat melihat sosok Deva yang sedang duduk di bangku milik pemuda itu. Mereka bertemu pandang meskipun terhalang oleh poni Nara.

Nara segera saja menundukkan kepalanya. Ia gugup setengah mati. Apalagi ia sadar betul kalau Deva tak kunjung memutus pandangan darinya.

Entah kenapa, Nara merasa jarak bangkunya dari pintu kelas terasa sangat jauh. Seakan-akan jaraknya seperti dari Anyer sampai Panarukan. Oke itu lebay.

Setelah beberapa detik yang terasa berabad-abad bagi Nara, akhirnya ia sampai juga di bangkunya. Namun kegugupan Nara bukannya berakhir, malah semakin bertambah.

Bagaimana tidak, jaraknya dengan Deva bahkan tidak ada satu meter. Dan lagi, Deva masih dengan terang-terangan menatapnya.

Nara tidak pernah merasa salah tingkah seperti ini sebelumnya. Lewat sudut matanya, Nara bisa melihat Deva yang akan membuka mulutnya hendak berbicara sambil menatapnya. Maka dari itu, ia segera meraih ponsel dan earphone miliknya yang langsung ia sumpalkan di telinganya. Ia akan berpura-pura tidak mendengar dan sibuk dengan ponselnya.

"Tolong jangan ajak gue ngomong. Pergi sana, pergi!" Batin Nara menangis frustasi.

Frustasi karena berkat laki-laki paling populer itu ia mengalami kegagalan dalam menjalankan visi dan misinya untuk tidak terlihat dan hidup dengan tenang.

Dari ambang pintu kelas, sesosok murid baru yang tak lain adalah Lili berjalan dengan penuh percaya diri dan ceria. Masih dengan tas ransel berwarna pink di gendongannya ia berhenti di depan meja Deva, alih-alih menuju bangkunya sendiri.

"Pagi Deva!" sapanya dengan senyum ceria yang terlihat memuakkan di mata Deva.

"Deva, kamu tau nggak? Masa tadi malem aku ngimpiin kamu coba. Mana dimimpi itu kita berdua bahagia banget lagi." Tanpa diminta, Lili menceritakan mimpinya semalam kepada Deva. Sama sekali tidak memperdulikan raut wajah Deva yang tidak mengenakkan.

Diam-diam Nara mengurangi volume music yang sedang diputarnya hingga menjadi silent mode. Ia cukup merasa bersyukur karena berkat kedatangan murid baru yang Nara tidak ingat namanya itu membuat fokus Deva darinya menjadi sedikit teralihkan.

Deva melirik Lili sekilas sebelum akhirnya kembali menatap Nara. Dengan mengabaikan Lili, ia bangkit menuju meja Nara. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, mengambil sebelah sisi earphone Nara dan memasangkannya di telinganya sendiri. Yang mana hal itu membuat Nara terkejut setengah mati.

"Lo lagi dengerin lagu ap-" ucapan Deva terhenti karena ia sama sekali tidak mendengar adanya music yang diputar.

Nara duduk dengan gugup begitu manik mata Deva menatapnya dengan menyipit.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Si Aneh Dan SebelahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang