part 15

707 144 8
                                    

Berlumut dah ini cerita. Penulisannya minta di gebuk pake parang, malesnya minta ampun buat ngelanjutin ini cerita.

Padahal kaga ada kesibukan apa-apa. Kegiatan sehari-harinya juga cuman makan tidur doang.

Dahlah, karena penulis (abal-abal) lagi inget ternyata punya cerita, jadi up lagi deh.

Happy reading!

.
.
.
.
.
.

Berkali-kalili, Deva melirik perempuan di sebelahnya. Berkali-kali, Deva menghembuskan nafasnya kasar. Dan berkali-kali pula, ia berusaha untuk tetap fokus memperhatikan guru yang tengah mengajar tersebut.

Lagi, Deva menghembuskan nafasnya kasar sambil menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk tetap fokus.

Mungkin hari ini dewi Fortuna sedang berpihak kepada cowok idaman sekolah tersebut. Guru yang tengah mengajar tersebut pamit undur diri setelah mendapat panggilan dari pengeras suara sekolah.

"Kenapa Lo, Dev? Gue liat dari tadi kayak gelisah gitu" Doni langsung menghampiri temannya.

Seolah mendapat angin segar, Deva segera bercerita kepada Doni.

"Kemarin gue, gue liat mukanya Nara" bisik Deva agar tak dapat didengar oleh orang lain.

Doni sedikit terkejut. "Serius? Kok bisa?"

"Kemarin ada kejadian enggak terduga sih" seketika Deva ingat. "Lo tau cewek yang namanya Jingga? Kayaknya mereka dulu satu SMP deh, otomatis satu SMP juga kan sama Lo"

Doni tampak mengingat-ingat. Jingga. Ia sepertinya tau perempuan yang Deva maksud.

"Yang anaknya punya tompel kecil di deket mata bukan?" tebaknya yang langsung dibalas anggukan cepat oleh Deva.

"Oh, dia sih gue jelas tau" Doni bangkit dari posisi jongkoknya. Ia kembali mengusir Mala dari tempatnya yang dituruti perempuan tersebut meskipun dengan gerutuannya.

"Kemarin Lo sama Nara ketemu Jingga?" Tanya Doni pada Deva.

"Iya, pokoknya tuh cewek kayak cari gara-gara sama Nara"

"Masih aja enggak berubah itu cewek" gumam Doni yang masih dapat didengar oleh Deva.

"Hah? Maksud lo gimana?"

"Gue juga enggak tau apa penyebabnya, yang penting si Jingga itu dari dulu musuhin Nara terus. Dimana pun mereka ketemu, pasti bakal ada cekcok. Bukan Nara yang mulai, tapi si Anjingga itu" jelas Doni panjang lebar.

Deva terdiam mendengar penuturan Doni. Ia ingin mengetahui lebih lanjut, tapi ia tak punya hak untuk menanyakan hal tersebut kepada Nara. Lagipula, siapa dirinya?

"Eh btw, Nara cantik banget kan?" Doni menggoda Deva dengan menaik-turunkan alisnya.

Deva berdecak. Telinganya memerah menandakan ia tengah menahan malu.

Ia kembali teringat wajah ayu Nara kemarin. Mata besar gadis itu dengan bulu mata lentik nan panjangnya. Hidungnya yang mancung lancip. Alisnya yang hitam rapih. Serta, bibir pink alaminya yang mungil. Nara tampak seperti boneka Barbie hidup.

Ditempatnya, mata Nara berkedut. Kenapa dua laki-laki tersebut membicarakannya tepat disamping mejanya? Apakah mereka pikir dirinya tidak mendengarkan semua percakapan tersebut.

Tak berselang lama, ponsel pintar milik Nara berdering. Menandakan adanya pesan masuk. Perempuan itu dapat melihat pengirim pesan tersebut, hanya nomor tanpa nama.

Si Aneh Dan SebelahnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang