Farez cemas melihat kesakitan yang di rasakan Mara, apalagi sekarang perutnya ikut melilit. Tapi dirinya harus kuat mendampingi persalinan Mara, saat ini sudah pembukaan 7.
"Farezz sakiit...," isak Mara.
"Sabar sayang sebentar lagi anak kita akan lahir, kamu harus kuat sayang," Farez mencoba menguatkan Mara.
"Jangan mengejan dulu ya bu, takut jalan lahirnya robek dan bengkak, ambil nafas lalu hembuskan pelan-pelan jika merasa kontraksi lagi," pinta Dokter wanita yang menangani persalinan Mara, Farez memang meminta dokter wanita yang menangani persalinan Mara.
"Sakit dok...," rintih Mara, sambil tangannya memegang erat tangan Farez.
"Sabar ya bu, tinggal menunggu ketubannya pecah, nanti pantatnya jangan di angkat ya, sekarang atur nafasnya lalu hembuskan pelan-pelan," Mara mendengarkan intruksi dari dokter, tapi terkadang kehilangan kontrol dan menjerit kesakitan.
Farez sangatlah panik tapi dirinya mencoba bersikap tenang, tangan kirinya mengusap pucuk kepala Mara lalu membisikan kata-kata penyemangat di telinga Mara,hingga tak lama terdengar suara seperti balon berisi air pecah.
"Bu Mara pembukaan sudah lengakap, sekarang bisa posisinya terlentang," intruksi dokter, "lalu pak Farez tolong sanga kepala Bu Mara," dokter tersebut mengintrupsi Farez, sebenarnya sang dokter sedikit kaget ketika melihat pemandangan tidak biasa istri yang akan melahirkan memakai seragam guru dan suaminya berseragam sekolah, sedikit penjelasan dari seorang guru lain yang ikut tadi, membuat sang dokter sedikit tau tentang pasangan unik ini, menurutnya.
"Kepala sudah terlihat, mengejannya saat sudah merasa kontraksi, pantat jangan di angkat ya,yuk tarik nafas hembuskan pelan-pelan," dokter terus mengintruksi Mara, meski sudah terlihat kepala sang bayi Mara malah tak merasakan kontraksi kembali, Mara merasa binggung padahal bagian intimnya sudah merasa sesak.
"Jangan memejamkan mata bu," perintah dokter saat melihat Mara selalu memejamkan mata, "bantu rangsang kontraksi," perintah dokter itu pada suster dengan cepat, lalu dua suster membantu dengan memelintir punting Mara, dengan cepat hingga Mara kembali merasakan kontraksi, meski malu Mara tak menggubrisnya,yang terpenting bayinya segera lahir.
Kontraksi di rasakan Mara,di bantu intruksi dari dokter Mara mengejan hingga terdengar tangisan bayi, lega itu yang di rasakan Mara, hingga rasanya Mara ingin tertidur.
"Selamat bayi anda perempuan," ucap dokter sesat setelah bayi keluar.
"Anak papa," ucap Farez menatap putrinya, hingga air matanya tak kuasa di bendung, bayi mungil itu anaknya.
Farez mencium pucuk kepala Mara lama, meresapi perjuangan istrinya bagaimana sulitnya menghadirkan buah hatinya ke dunia ini.
"Terimakasih sayang," ucap Farez sambil mengecup singkat bibir Mara.
"Di lawan ya bu, rasa kantuknya," perintah dokter sambil menekan-nekan perut Mara, "kita masih harus mengeluarkan plasenta, mengejan sekali lagi ya bu," pinta Bu dokter, untuk mengeluarkan plasenta, sedangkan bayinya di taruh di dada Mara agar bisa melakukan inisiasi menyusui dini.
Setelah pembersihan, pada ibu dan bayi, juga mengukur dan menimbang bayi.
"Ini putrinya pak,berat 3,2 kg, panjang 49 cm, sehat dan lengkap," ucap suster pada Farez, dengan bergetar Farez menimang bayi kecilnya, lalu mengadzaninya.
Bahagia itu yang di rasakan oleh Farez, sementara Mara di bantu membersihkan diri, Farez keluar untuk mengabari keluarganya.
"Rez, lo bener-bener ya! Lo ngak takut sama suaminya Mara, eh Bu Mara maksud gue," bisik Dion setelah lirikan tajam dintunjukan Bu Khainina padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Dadakan(on going)
AcakFAREZA ADHITHAMA WIJAYA 17 tahun,si pangeran sekolah harus menikah dadakan karena sebuah inseden DAMARA AYUNINGTYAS HUTAMA 22 tahun,mahasiswi yang baru magang di sebuah sekolah sebagai guru bahasa indonesia yang harus mengalami pernikahan dengan se...