🍒 23

98 10 0
                                    

Jemari itu kembali bergerak. Hae-in sadar dan memecah atensi keduanya. Sang ayah tak lagi bicara hingga membiarkan Heeyeong keluar dari ruangan. Wanita itu tak cukup kuat mengatakan hal yang disembunyikannya dari Tuan Han. Yang harusnya ia ajak bicara adalah Hae-in, bukan ayahnya. Lagi-lagi Hae-in menyelamatkan posisinya. Entah apa yang terjadi jika Hae-in tak sadar disaat yang membuatnya tak bisa berkutik. Mungkin bisa saja dia mati terduduk karena terlalu terkejut jika ayah Hae-in tahu kenyataannya.

“Heeyeong-ah!” Jungkook melambai setelah Heeyeong menengok ke arah asal suara.

Heeyeong merasa harus segera melangkah pergi. Bukan saatnya untuk menetap disana. Setidaknya melihat keadaan Hae-in sudah cukup membaik membuat perasaannya sedikit lega.

“Ayo kita pulang!”

Langkah wanita itu dipercepat, hingga ambang pintu masuk rumah sakit sudah terlewat dan dirinya berhasil masuk dalam mobil Jungkook. Ya, pria itu  yang bersiap mengantarkan Heeyeong kemanapun tanpa membantah.

“Kau kenapa?” pria itu memastikan kondisi sahabatnya yang masih nampak tegang memegang seatbelt di depan dadanya. Napasnya juga nampak cukup berantakan dan berat. Ada yang harus dipastikan Jungkook sebelum mereka menuju ke tempat tujuan selanjutnya.

“Ayah Hae-in mendengar saat aku bicara bahwa aku mempunyai rahasia. Aku tadi mengatakannya saat Hae-in tidur.”

“Lalu apa yang terjadi?”

“Hae-in sadar dan aku segera keluar sebelum pria itu melihatku ada disana.”

Jungkook menyugar rambutnya. Membayangkan bagaimana Heeyeong terpojok di dalam ruangan dengan rahasia yang tak boleh diungkapkannya saat itu.

“Tenanglah. Semua akan baik-baik saja, asalkan ayah Hae-in tak menanyakannya pada ayahmu.”

“Semoga seperti itu.”

Getar ponsel di pangkuannya membuat Heeyeong sedikit terkejut, namun tak lama ia lebih tenang saat mengetahui siapa yang menghubungi ponselnya. Cherry Blush.

“Siapa cherry blush?” tanya Jungkook sesaat setelah Heeyeong hendak menyentuh layarnya untuk menerima panggilan.

“Ngg—baiklah. Aku akan segera menemuimu.”

Pria Jeon itu mengangkat alisnya memperhatikan Heeyeong yang memasukkan ponselnya lagi ke dalam tas kecil yang dipakainya.

“Jimin. Dia meminta bertemu sekarang.” Heeyeong pun menyentuh punggung tangan Jungkook dengan menyipitkan matanya, “Bisakah kau mengantarku bertemu dengannya?”

🍃

Jungkook menutup pintu mobilnya, menarik napasnya yang tak disadari terasa memberat. Mengantar Heeyeong bertemu Jimin harusnya bukan hal yang sulit, tapi kepalanya seolah membuatnya tak mampu berpikir. Bukan berpikir dirinya seperti sopir pribadi, hanya saja ada yang terasa makin menyakitkan dalam dirinya saat Heeyeong nampak semringah di hadapan pria itu. Apalagi saat Jimin mengusap puncak kepala wanita itu. Bibirnya tertawa, tapi perih dalam batinnya tak mampu diabaikannya sekarang.

Benar kata orang, ‘tak ada satu pun pria dan wanita yang mampu berteman dengan baik. Akan ada cinta yang tumbuh di salah satunya.’

Mungkin ini adalah karma, saat dulu ia menertawakan teman sekolahnya yang jatuh cinta pada sahabatnya, kini ia mendapati bagaimana rasanya. Lebih tepat jika dikatakan jika waktu telah membuktikan padanya tentang rasa yang sesungguhnya.

“Kalian akan pergi bukan?” sela Jungkook saat Jimin sedang berbincang dengan Heeyeong.

“Ahh, tidak. Kita hanya akan makan siang dan sisanya membicarakan bisnis.” Sahut Heeyeong cepat.

Cherry Blush [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang