🍒11

101 17 1
                                    

Apa yang tengah dirasakan Hee Yeong terasa samar. Ada hal yang kembali lagi teringat dalam  ingatannya. Wanita yang menemui Ji Min waktu itu sama seperti wanita yang dilihatnya tengah merangkul pinggang Ji Min di latar parkir saat ia sedang makan bersama dengan Seo Joon oppa beberapa bulan silam.

“Siapa sebenarnya wanita itu?” Hee Yeong bergumam dengan kembali meletakkan pena  yang berada dalam genggamannya pada atas meja. Mengingat kejadian di saat itu pikirannya kembali meracau. Merutuki bagaimana sikap Ji Min yang mengabaikannya hanya untuk sekadar menatap wanita yang mendadak datang pagi itu. Sampai tatapan yang tak pernah ditangkapnya sekalipun jelas terpancar.

“Ahh—,“ Hee Yeong menghela nafasnya dalam-dalam. Namun ketika melihat Ji Min yang berjalan ke arahnya, beban batinnya terasa sedikit berkurang. Setidaknya harapan untuk mendengar kenyataan itu akan ia dapatkan saat ini.

“Maaf. Tadi sedikit macet.” Ji Min menarik kursi di hadapan Hee Yeong untuk mendudukkan diri.  Dan segera melambai untuk memesan secangkir minuman hangat.

Sebuah getaran membuat pria  itu merogoh saku celananya, menarik sebuah benda kotak yang terlipat kemudian melebarkannya. Menampilkan layar bercahaya yang menangkap seluruh atensinya.

“Apa kau masih sibuk?” tanya Hee Yeong dengan keraguan yang menelusup batinnya.

Ji Min hanya menggeleng dengan mata yang masih saja menunduk pada layar ponselnya. Hingga ketikan akhir pada keyboard layarnya menutup, sebuah pesan singkat pun terkirim. Entah ditujukannya pada siapa, Hee Yeong tak mengetahuinya. Hanya nomor tak dikenal nampak sebagai ID tujuannya. Sampai kesadaran wanita itu kembali utuh, dirinya kembali terabaikan sejak semenjak pria itu mendudukkan diri.

“Oh ya. Apa kau jadi mengambil cuti akhir pekan minggu depan?”

Sekadar anggukan dari Hee Yeong sebagai balasan atas pertanyaan Ji Min padanya. Tak tertinggal sorot mata redupnya yang menyangkan waktu ini terasa berbeda. Hee Yeong  tahu hal apa yang harus ia lakukan sekarang. Mencoba untuk berpikir positif dan terus mempercayai kekasihnya, meski hati kecilnya merasakan ada kebohongan lain tercipta dari Ji Min padanya.
“Bisakah kau memberitahuku tentang wanita itu sekarang?”

Gerak mata Ji Min mendadak kacau. Bibirnya berkelumit kecil tanpa suara. Gerak tubuhnya mengisyaratkan hal lain. Ada hal yang ditutupi pria itu terhadapnya. Hingga kembali lagi ia merogoh sakunya untuk kemudian mengangkat sebuah panggilan. Membuat tubuh pria itu meminta ijin untuk menyingkir barang sejenak dari sisi Hee Yeong.

Tak bisa ditampik jika batin Hee Yeong semakin kacau. Mungkin yang terbaik baginya kali ini bukanlah hanya berpikir positif saja, tapi harus menghindarkan diri dari Ji Min sebelum air matanya kembali tumpah.

Hee Yeong pun segera merapikan buku catatan kecil dengan pena yang tergeletak untuk dimasukkannya ke dalam tas. Sampai beberapa menit kemudian Ji Min datang dan duduk kembali di hadapannya.

“Aku ingin pulang. Maaf.” Hee Yeong berdiri. Sesak dadanya membuatnya ia ingin segera pergi dan menenangkan diri untuk melonggarkan siksaan batin yang dirasakannya. Yang membuat Ji Min kini semakin tak bisa mengatakan apapun kecuali mengikuti langkah wanita itu dan membayar pesanannya yang belum tersentuh.

Langkah keduanya semakin cepat. Hee Yeong melangkah lebih awal dengan tergesa dan berniat melarikan diri dari waktu yang menyesakkan baginya. Membiarkan Ji Min dengan segala kesibukan yang asing baginya.

“Hee Yeong-ah.” Ji Min dengan cepat berhasil meraih pergelangan tangan Hee Yeong yang bersiap untuk membuka pintu mobilnya. Membuat Hee Yeong merasa dadanya semakin sesak dan hanya mampu memaku di tempatnya tanpa memandang Ji Min sekalipun. “Dengarkan aku.”

Pikiran Hee Yeong terasa lelah. Ini bukan pertama kali Ji Min secara halus menampik untuk menjelaskan setiap kali kekasihnya menanyakan hal yang sama tentang wanita itu.

“Apa?”

“Hee Yeong-ah!” Ji Min sedikit membentak ketika Hee Yeong berkata singkat dengan ketidak tertarikannya dan menarik tangannya yang masih dalam cengkeraman. Bersikeras melepas dan kembali akan membuka pintu mobilnya untuk pergi. “Dengarkan aku!”

Seluruh tubuhnya terasa tercekat. Pandangan Ji Min menyalat, dengan matanya yang memicing beserta nada bicaranya yang meninggi membuat Hee Yeong memundurkan tubuhnya. Itu adalah hal yang tak pernah Ji Min lakukan padanya sekalipun selama mereka saling mengenal.

Raut wajah pria itu mengeras dan pandang matanya membuang saat melihat Hee Yeong menatapnya dengan mata berkaca. Membuat wanita itu kembali teryakinkan sekali lagi, jika wanita yang ditemuinya saat itu bukanlah wanita biasa atau sekadar teman bagi Ji Min. Sebab nyatanya pria itu tak pernah mampu menjelaskan hal apapun, bahkan kini mampu membentaknya dengan mudah.

“Biarkan aku pergi jika kau hanya ingin diam dan tak bisa menjelaskan apapun padaku Jim.” Hee Yeong pun ikut terbawa emosi. Menghempas tangan Ji Min yang memegangnya kuat untuk melepaskan diri. Dan bergerak lebih cepat untuk membuka pintu kemudian masuk. Membiarkan Ji Min yang sarat frustasi nampak menghempas rambutnya ke belakang dan mengepalkan tangannya kuat-kuat untuk menahan emosi yang hampir meledak.

Hingga saat pedal gas itu terinjak, Ji Min hanya mampu membuang muka dan menghembuskan nafasnya secara kasar. Membiarkan Hee Yeong pergi dengan emosinya yang tertahan. Nampak saat matanya yang menangkap wajah penuh kekecewaan itu masuk ke dalam mobil sebelum benda itu melaju.

Emosi telah mampu menguasai keduanya. Membuat apa yang seharusnya dapat dibicarakan dengan baik menjadi berantakan. Menjadikan waktu berharga mereka terabai dan sama-sama terjatuh dalam kekecewaan.

Ketidakjujuran dan saling meragukan yang mengukung mereka, kini menjadi hukuman bagi keduanya. Membuat mereka akhirnya membiarkan ego mereka menang dan akhirnya menguasai. Hingga mampu mengalahkan rasa yang seharusnya dapat menenangkan mereka.

Ji Min membanting pintu mobilnya. Dirinya terhenyak dalam ruangan sempit  yang membuat batinnya makin merasakan nyeri. “Maafkan aku Hee Yeong-ah.”

Dan saat tangan itu hendak menghidupkan mesin mobil. Suara ketukan di jendela mobilnya membuat Ji Min menoleh. Sebuah senyuman yang begitu familiar menyapanya dari luar. Hingga segera saja ia menurunkan kacanya dan turut menatap iris pekat itu kembali menyorotnya.

“Hai Jim.”

🍒🍒
Tbc























Cherry Blush [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang