🍒15

104 17 3
                                    

"Kau baik-baik saja Heeyeong-ah?"

Matanya membuka perlahan, terasa kabur dan pening. Bahkan cahaya ruangan yang harusnya terasa biasa untuk kali ini terasa menyiksa. Kilau lampu nyatanya kini mampu memberi efek menyakitkan pada retina mata wanita yang sekarang sedang tergeletak pada ranjang.

Jimin menatap penuh kekhawatiran, sedang tangannya terus membelai surai Heeyeong yang sedikit berantakan.

"Jimm-"

"Heeyeong-ah?!" Jimin terpekik menahan seruan yang membuatnya amat lega. "Sstt... tenanglah. Kau baru saja sadar, sayang."

Seluruh tubuh wanita itu terasa lemah tak berdaya. Untuk mengangkat salah satu tangan saja seakan tengah terbebani. "Jimm, kau baik-baik saja?"

"Aku?"

Mata sayu wanita itu mengerjap pelan, memberi tanda benar sebagai jawaban pasifnya.

"Apa kau tadi bermimpi buruk, sayang?" tangan pria itu menyibakkan surai yang menempel pada sisi wajah Heeyeong, menatanya ke belakang telinga dan tersenyum lega.

Hampir enam jam sudah wanita itu tertidur setelah apa yang terjadi padanya beberapa jam lalu. Kecelakaan membuatnya tak sadarkan diri. Dan Jimin yang melihatnya dengan segera membawa wanita itu menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.

Jangan ditanya bagaimana perasaan pria itu saat ini. Yang ia tahu semuanya begitu mengerikan. Apa yang tadi ia lihat membuat seluruh dirinya hancur. Ketakutan dan segala pikiran buruk terus saja menghantuinya. Bayangan-bayangan buruk terus mengacak pikirannya.

Ah, andai saja Jimin lebih cepat maka tak akan ada kejadian ini terjadi. Perasaan menyalahkan diri sendiri menjadi beban utama. Terlebih setelah memberi kabar pada pihak keluarga dan Seojoon datang padanya setelah beberapa menit ia memberi kabar kecelakaan yang menimpa Heeyeong.

Kaget? Tentu.

Jimin baru mengetahui beberapa jam lalu jika pria itu adalah kakak laki-laki Heeyeong. Ya, dan tentu saja Seojoon juga terkejut jika rekan bisnisnya adalah pria yang mampu membuat adik semata wayangnya jatuh cinta.

"Aku akan memanggil dokter. Tunggu aku."

"Jimm-" Heeyeong memaksakan diri menahan tangan Jimin yang hendak melepaskan genggaman dari tangannya. "Jangan tinggalkan aku."

"Sayang, aku hanya akan mengabari dokter untuk mengecek kondisimu. Aku pasti kembali." Sebuah kecupan singkat yang menenangkan terpatri di puncak kepala Heeyeong sebelum kembali lagi Jimin melangkahkan kakinya untuk pergi sejenak.

"Ahh, Seojoon-ssi. Heeyeong baru saja sadar. Kau bisa segera melihatnya."

"Terima kasih, Jimin-ssi."

Langkah keduanya bersimpangan kala Jimin baru saja menutup pintu ruang rawat itu. Menyegerakan langkah untuk segera mengabari perawat jaga.

"Oppa..." suara lirih Heeyeong menyeru saat Seojoon dengan wajah harunya menatap prihatin pada sang adik. Memberi perhatian lebih menatap wanita yang tergeletak lemah di hadapannya.

"Tolong Heeyeong-ah. Jangan seperti ini. Oppa sangat mengkhawatirkanmu."

"Maaf Oppa jika aku telah membuatmu khawatir. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku."

Napas itu terbuang kasar. Pria dengan setelan jas gelap itu memberi kecupan berulang di dahi Heeyeong, merasa sangat bersyukur karena sang adik akhirnya sadar dari tidurnya yang cukup meresahkan semua orang.

Derit pintu kembali terbuka, beberapa petugas rumah sakit segera menghampiri wanita itu. Tersenyum ramah dan melakukan beberapa pengecekan pada pasien yang kini nampak masih pucat. Ya, Heeyeong cukup kehilangan banyak darah hingga dirinya harus menjalani tranfusi darah. Dan beruntungnya disaat persediaan kantong darah kosong, ternyata Jimin memiliki golongan darah yang sama dengan wanita itu dan segera saja mengajukan diri untuk menolong nyawa orang tercintanya.

Cherry Blush [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang