🍒 26

156 13 2
                                    

“Kau bisa segera kembali ke Busan dan membantu Oppa mu mengurus perusahaan disana.”

“Appa bercanda denganku?” Bukan salah mendengar, hanya saja Heeyeong seperti tak mempercayai apa yang baru saja diucapkan sang ayah.

“Tapi ada satu hal yang harus kau lakukan untuk ayahmu kali ini. Dan aku tak ingin kau mengecewakanku Heeyeong-ah. Kau putriku satu-satunya, dan pemilik nama keluarga Lee.” Sorot dalam itu seolah mampu menembus isi kepala siapapun yang memandangnya. Dan kali ini Heeyeong hanya diam tanpa anggukan maupun gelengan.

Satu takdir yang mampu mengubah semuanya. Satu takdir besar telah siap dihadapannya, dan putri Lee hanya mampu memejam untuk menerima kekacauan apalagi yang telah disiapkan sang penguasa yang tak bisa dibantah.

“Minggu depan kau akan menikah dengan seseorang yang telah ditetapkan. Dan kau tidak bisa menolak karena undangan telah tersebar.”

Mata cantik itu membulat dengan jantungnya yang mendadak kacau. Hidupnya bukan mainan yang bisa diatur semaunya. Pernikahan dengan paksaan? Apa-apaan ini?

“Maaf Appa. Aku tak bisa melakukannya. Jika Appa terus berlaku seperti ini padaku, aku tak akan diam. Appa lebih memilih aku hidup atau mati? Aku memiliki pilihanku sendiri! Aku memiliki kehidupan yang kutentukan sendiri! Aku bukan bonekamu. Aku putrimu! Aku berhak menentukan dengan siapa aku akan menikah. Aku tak akan melakukannya! Tak akan!”

Seketika suasana menjadi berantakan. Heeyeong berlari menuju kamarnya dan sang ayah hanya memperhatikannya sambil terus memanggil putrinya. Dan sang ibu hanya mampu menghela napas berat yang terdengar menyerah.

**

“Jim... angkat telponku!” Heeyeong terus menggerutu saat kelima kali panggilannya tak mendapat jawaban. Padahal ini adalah waktu dimana biasanya pria itu akan menghubunginya untuk hanya sekadar bertanya kabar dan memastikan bahwa Heeyeong telah menjalani hari dengan baik atau tidak.

“Apa kau sedang sibuk??”

“Maaf Yeong-ah, ada banyak pekerjaan menumpuk yang harus kukerjakan. Jadi ponselku sengaja kumatikan sementara. Ada apa sayang?”

“Bisa kita bertemu besok? Ada hal penting yang ingin kusampaikan, Jim.”

Terdengar suara samar menghela napas di seberang sana, dan Heeyeong yakin Jimin kini tengah kelelahan disana.

“Hufff—maaf Yeong-ah, tapi sepertinya aku tak bisa dalam minggu ini. Ada banyak pekerjaan dan janji temu dengan klien dari luar kota. Kuharap kau bisa mengerti ya.”

Wanita itu mengusap wajahnya frustasi di depan cermin. “Baiklah. Aku tak akan mengganggu waktumu sampai kau selesai dengan semua tanggungjawabmu.”

“Kau marah padaku, Yeong-ah?”

“Eohh—anii... Aku tahu kau sibuk. Jadi aku mengalah. Sebenarnya tak terlalu penting. Tapi aku bisa menanganinya, sepertinya.” Sejenak Heeyeong diam setelah ucapnya terasa ragu, menetralkan pikiran dan hatinya yang sudah mengambil banyak energinya hari ini. “Lanjutkan pekerjaanmu. Jangan lupa makan dan minum vitaminmu.”

“Terima kasih, Yeong-ah. Aku berjanji setelah semua urusanku selesai, aku akan segera menemuimu dan menghabiskan waktu bersama. Bagaimana?”

“Hmm, tentu saja akan kutagih janjimu.”

“Tidurlah, sudah larut. Aku harus lembur malam ini. Good night jagiya.

“Eohh, hmmhh.. “

Hanya beberapa detik setelah percakapan itu berakhir, lagi-lagi Heeyeong berurusan dengan air mata. Matanya sudah nampak bengkak. Kantung matanya menghitam karena beberapa hari ia tak bisa tidur. Setiap langkahnya berada dalam perhitungan dan pengawasan. Tak mudah baginya mengambil langkah asal tanpa memikirkan nama baik keluarganya. Dan ini bukan lagi wacana. Pernikahan telah berada di depan mata.

Cherry Blush [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang