🍒12

106 16 0
                                    


Hee Yeong menahan diri untuk keluar dari kamarnya sejak hari lalu. Hanya terikat dengan sesak batinnya yang menguat. Sejak pertengkaran mereka waktu itu, Ji Min tak pernah menghubunginya sama sekali. Tak ada hal yang sepertinya bisa dijelaskan untuk memperbaiki semuanya.

“Hee Yeong-ah. Buka pintumu! Oppa ingin bicara denganmu.”
Dengan gontai Hee Yeong membawa tubuhnya, membuka pintu kamar yang terkunci dan membaur dalam pelukan hangat Seo Joon. Jemari itu menyisir surai Hee Yeong dengan begitu lembut bersama usapan hangat di balik tubuhnya. Namun, tangis tanpa suara itu masih terus mengalir membasahi wajah Hee Yeong yang kehilangan cahayanya.
“Maafkan oppa  Hee Yeong-ah.”

“Jangan menengok ke belakang oppa. Aku tak ingin kau terluka. Dan kumohon percayalah padaku.”

“Maafkan oppa.”

Hee Yeong perlahan melepaskan diri dari pelukan, memandang cermat pada senyuman meneduhkan yang diberikan sang oppa padanya.
Dan di balik tubuh tegap Soo Jeon, Jung Kook telah pula berdiri dengan senyum menenangkan yang ditujukan padanya. Mendekat pada keduanya dan mengacak surai Hee Yeong yang tampak berantakan dengan mata bengkak dengan mengenakan piyama tidurnya.

“Berdandanlah nona. Aku akan mengajakmu jalan-jalan malam ini. Apakah kau tak bosan mendekam dalam kamarmu sejak kemarin?” secuil tawa mengejek Jung Kook berhasil mendapatkan sebuah cubitan dari Hee Yeong, membuat Seo Joon tahu bahwa Jung Kook adalah orang yang tepat untuk menenangkan adiknya.

🍒

“Yung-o. Mengapa kau tak mengatakan tentang Ji Min pada Seo Joon Hyung?” Jung Kook menyodorkan segelas minuman hangat pada wanita yang tengah duduk di bawah sorot lampu taman.

Keraguan kini menjelma dalam batin Hee Yeong. Jatuh cinta ternyata tak seindah apa yang diceritakan banyak orang. Tak seindah pula seperti cerita dalam negeri dongeng. Hal itu justru terasa ngilu dan menyesakkan baginya. Dan sungguh, cemburu itu telah merenggut setitik kepercayaannya pada Ji Min. Hingga detik dimana Jung Kook mencoba mengambil atensinya, Hee Yeong sadar air matanya kembali menetes.

“Bisakah aku memutar waktu?” Jung Kook bergumam sendiri menatap langit malam dengan angin dingin yang menerpa wajahnya.

Wanita itu kembali berfokus pada pria yang menetap di sisinya. “Bukankah kau tahu jika waktu tidak akan pernah bisa berputar ke belakang. Lalu mengapa kau mengatakan hal seperti itu? Dasar bodoh.”

Ada tawa kecil menyelinap kala Hee Yeong menyebutnya ‘bodoh’. Ia tak bisa mengelak, dirinya memang begitu bodoh untuk tidak menyadari segalanya.

“Kenapa kau tertawa?”

“Aku memang bodoh. Bahkan terlalu bodoh Yung-o.” Tawa itu kembali mengikuti akhir ucapannya. “Bagaimana bisa aku tak menyadari satu hal yang sebenarnya selalu kubutuhkan.”

Mata Hee Yeong menyipit, tak mengerti apa yang dimaksud sahabatnya. Hee Yeong semakin pusing, mengapa akhir-akhir ini semua orang di sekitarnya membuatnya tak mengerti. Semua terasa menjengkelkan.

“Jangan membuat teka-teki padaku untuk saat ini. Aku terlalu pusing Kookie-ya,” pinta Hee Yeong pada Jung Kook yang mengalihkan pandang untuk menatap iris cokelatnya.
“Andai saja aku menyadarinya sejak awal.”

“Mwo?”

“Aku menyukaimu Hee Yeong-ah.”
Matanya terbelalak tak percaya. Hee Yeong merasa geli saat mendengar ucapan sahabatnya barusan. Terdengar begitu menggelikan dan memecah tawanya. “Aku tahu kalau kau menyukaiku Jung Kook-ah. Jika kau tak menyukaiku, kau tak akan menjadi sahabatku hingga saat ini. Kau sungguh menggelikan.”

Dan pria itu tertunduk, ikut tertawa dengan lirikan matanya yang sesekali memperhatikan gerak-gerik Hee Yeong yang terus menampakkan senyumnya yang menawan.

🍒

Bersama matahari yang terus beranjak naik, Ji Min terdiam dalam mobilnya dan hanya berfokus pada jalanan yang harus dilaluinya.

Hingga saat ini Hee Yeong masih menghindari untuk bertemu dengannya. Kerinduannya tak mampu lagi dibendung. Betapa segenap rasa itu bercampur dengan bayang-bayang Hee Yeong yang biasanya selalu menyuguhkan senyum manis untuknya. Namun hanya karena dirinya yang belum sanggup menceritakan semuanya, maka sanksi ini benar-benar menghukumnya waktu demi waktu.

“Temui aku satu jam lagi. Aku akan menunggumu di tempat biasa.” Sebuah pesan suara terkirim. Ji Min berharap Hee Yeong akan bersedia menemuinya sepulang kerja hari ini. Kerinduannya sudah berada dalam titik puncaknya.

Namun tak ada balasan atau pertanda apapun. Hee Yeong tak menanggapi apapun sejak satu jam lalu, dan Ji Min masih bersikukuh di tempatnya.

Setengah jam kemudian..
Semua tetap sama. Pesannya hanya diterima dan dibaca tanpa ada balasan. Ji Min menyadari, semua berawal dari kesalahannya. Jika kecewa itu masih dirasakan Hee Yeong maka Ji Min tak bisa menyalahkannya sama sekali.

Di menit berikutnya, keadaan seakan benar-benar menghukumnya. Tak ada pertanda apapun sebagai alasan untuknya menetap disana. Ji Min memutuskan untuk pergi dan melangkah meninggalkan tepi sungai Han. Sungguh batinnya merasa tersiksa saat ini. Bagaimana cara Hee Yeong yang mengabaikannya membuat pikirannya kacau.

Ji Min putus harapan. Demi egonya kali ini ia hanya mendapati kehampaan dan rasa tersiksa atas kerinduannya pada wanita yang menguasai segala sisi dari dirinya. Tubuhnya terhuyung seketika saat sebuah dorongan terasa begitu kuat dari arah belakang. Seseorang telah mengikatkan kedua tangannya, memeluknya dari belakang dengan begitu erat. Hangat yang sangat dikenalnya. “Gajima oppa.”

Seluruh rasa bersiap meledak saat suara Hee Yeong tertangkap perungunya. Ji Min tak bisa menahan, tubuhnya memutar dan menangkap tubuh Hee Yeong untuk berada dalam dekapannya. “Mianhae Hee Yeong-ah.”

Hee Yeong mengangguk, dirinya nyata sama tersiksanya. Hingga pada saat lalu dirinya menerima pesan dari Ji Min, pikirannya berputar sangat lambat untuk menentukan. Rasa kecewa dan kerinduannya bercampur menjadi satu. Dan saat hati mampu mengalahkan egonya, Hee Yeong mempercepat lajunya. Segera memutuskan untuk menemui Ji Min.

Setibanya Hee Yeong disana, ia tak menemukan Ji Min di tempat biasa mereka bersama. Dan kakinya menyusuri sekitar, mencari dan terus memperhatikan. Sampai dirinya merasa harapan itu telah sirna, Hee Yeong menemukan tubuh Ji Min yang nampak dari belakang tengah berjalan ke sebuah jalan taman yang menikung. Dirinya segera berlari, tanpa keraguan sedikitpun hanya rasa ingin kembali memeluk tubuh itu membuatnya segera menghamburkan diri tanpa peduli perhatian dari orang-orang di sekitarnya.

Jung Kook memperhatikan keduanya. Perasaan lain menghancurkannya kala matanya menangkap Hee Yeong yang sangat mencintai pria itu.

Ia merasa kehilangan sosok Hee Yeong baginya. Sosok sahabat yang begitu berarti hilang setelah menemukan pria yang telah siap melindunginya. Apalagi pria itu bukan orang asing bagi dirinya. Park Ji Min. Seorang laki-laki yang memiliki kaitan masa lalu dengannya.

Pemuda itu kembali memutar arah. Niatnya sore ini untuk menenangkan diri berujung dengan melihat sahabatnya yang berada dalam pelukan pria lain. Membuatnya tersenyum dangkal dan berlalu.

🍒

Ji Min membiarkan Hee Yeong dalam ruangannya. Sedangkan dirinya membersihkan diri usai melakukan pekerjaannya seharian di luar kantor.
Sebuah pigura kecil mencuri perhatiannya. Foto Ji Min semasa kecilnya nampak menggemaskan terpajang disana. Wajahnya yang masih polos dengan tawanya yang menampakkan gigi membuat wanita itu dapat membayangkan betapa bahagia masa kecil pria yang sekarang bersamanya.

“Wae?”

Hee Yeong menoleh pada Ji Min yang tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk di sisinya. Pria itu ikut tersenyum saat melihat Hee Yeong yang menaruh kembali figura itu di tempatnya. “Kau begitu menggemaskan sayang.”

“Aku akan selalu menggemaskan sampai kapanpun. Dan itu akan menurun pada anak-anak kita nanti.” Ujar Ji Min yang kini menangkupkan tangannya pada wajah Hee Yeong yang menatapnya dengan senyum yang mengembang.

Entah berapa waktu yang diperlukan untuk mereka kembali merasakan hangatnya ciuman yang membuai keduanya. Pria dengan aroma segar dan tubuh yang masih sedikit basah itu kini telah mampu mengukung Hee Yeong di bawah tubuhnya. Tepat di atas ranjang beraroma wewangian bunga, Ji Min membubuhkan kecupan dan sentuhan pada wanitanya dengan begitu lembut. Membuat keduanya merasakan hasrat yang mulai menggila.

Keduanya menyadari atas apa yang mereka lakukan. Tetap berada dalam batas normal untuk sebuah penjagaan diri masing-masing.

Hee Yeong membuka matanya. Menatap Ji Min di atas tubuhnya dengan bertelanjang dada nyatanya sanggup membuatnya hampir kehabisan nafas dan hampir kehilangan seluruh kesadarannya. Begitu pula Ji Min, hasrat seorang pria dewasa tak dapat disanggahnya. Tapi bentuk kewarasannya nyata mampu mengendalikan dirinya untuk tetap dalam batasan.

Suara dering ponsel mendadak menghentikan Ji Min yang akan kembali melumat bibir Hee Yeong. Membuat Ji Min bangkit dan segera mengangkat panggilan dari rekan bisnisnya. “Sebentar.” Ji Min pun menghilang menuju luar ruang kamarnya.


Wanita itupun bengkit dan kembali mengatur nafasnya. Berdiri ke hadapan cermin untuk menata kembali pakaiannya yang ternyata telah membuka pada dua kancing atas kemejanya. Hee Yeong menunduk, kembali mengingat kegiatan yang baru saja dilakukannya dengan Ji Min. Namun matanya yang melihat laci nakas di bawahnya terbuka, membuatnya memperhatikan sebuah figura yang terbalik di dalamnya.

Dengan rasa penasaran Hee Yeong membukanya, membalikkan benda itu untuk melihat wajah yang menghias di dalamnya.

“Hee Yeong-ah.” suara Ji Min membuatnya terkejut dan mencengkeram erat figura dalam tangannya. Membuatnya seketika membalikkan tubuhnya untuk menghadap pria itu.

Ji Min tercengang melihat benda yang disimpannya rapat kini berada dalam tangan wanita itu. “Hee Yeong-ah—“ suaranya terbata.

Hee Yeong pun menunduk memperhatikan benda yang terus dipandangi Ji Min. Sebuah foto sepasang calon pengantin dengan raut wajah bahagia jelas terpampang. Membuat wanita itu terus memandang dengan pandangan kacau.

“Apa maksudnya dengan semua ini?” suaranya gemetar.

“Hee Yeong-ah, tolong dengarkan aku.” Ujar Ji Min dengan keraguan besar yang menguasainya.

Hanya seringai tawa yang didapatkan Ji Min kali ini. Hee Yeong nampak jengah dengan apa yang didapatkannya. “Aku tidak perlu mendengarkan apapun bukan? Bahkan tak ada yang perlu didengarkan saat ini.”

Tangisnya tertahan. Hee Yeong sudah tak tahu apa yang harus membuatnya kembali bertahan. Sedangkan dalam pikirannya hanyalah apa yang dilihatnya saat ini.

“Aku akan pulang. Permisi.” Hee Yeong kembali menaruh figura itu di atas ranjang. Membiarkan Ji Min yang hanya mampu terdiam untuk kesekian kalinya.

🍒🍒
Tbc

Cherry Blush [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang