Takut Candu!

1.4K 240 39
                                    

Sudah beberapa menit berlalu, mobil jemputan pribadi yang Albert kendarai melaju menuju sekolah yang dibangunnya hampir separuh jarak tempuh.

"Al, tahu nggak soal urusan papa kamu sama Kak Sia?" Albert bertanya pada cucunya yang duduk di sampingnya mengemudi.

"Al nggak tahu, Opa. Al, nggak mau dikatain anak kecil sama Kak Sia. Mending tutup telinga dan pura-pura nggak tahu."

"Jadi, sekarang ini lo tahu atau pura-pura nggak tahu?" Rangga yang duduk di belakang Albert merasa tertarik.

"Beneran nggak tahu, Kak. Biasanya sih, cuma pura-pura. Kalo sekarang beneran nggak tahu." Al meringis setelahnya.

"Bener dong apa kata Kak Sia, lo emang anak kecil," balas Rangga.

"Opa, nggak nanya Sukma juga?" satu-satunya gadis di dalam mobil itu berbicara juga. Dia sedari tadi menjadi pendengar yang baik sambil mengulum lolipop rasa karamel miliknya.

"Emang Kak Sukma tahu?" Al sampai memutar badannya dan menoleh pada Sukma yang duduk di dekat pintu mobil keluaran Jerman berkapasitas delapan penumpang itu.

"Sukma tahu banyak soal Kak Sia. Coba tanya aja!"

"Gue nggak yakin kalo lo tahu," Arsa yang menyahut.

"Arsa suka nggak percaya sama Sukma! Kan belum ditanya apa masalahnya." Mulut Sukma mengerucut sebal.

"Kalo begitu, apa coba?" Arsa menantang, karena Sukma terlihat kesal padanya.

"Apanya?" tanya Sukma.

Mendengar tanya singkat gadis berbadan tak kurus itu Albert sontak tertawa. "Sudahlah, nanti opa akan cari tahu sendiri. Nggak akan susah kok, buat opa itu perkara mudah."

"Gue selalu suka sama gaya ayahnya Kak Bim," bisik Jordy yang duduk di belakang Rangga, sejajar dengan Bima yang sedari tadi menutup mata.

"Berisik lo, Jor. Gue ngantuk!" dengus Bima dan justru makin menyamankan posisinya. Bersedekap sambil bersandar penuh pada kursi penumpang mobil mewah itu. Albert memang sengaja memesan mobil itu, khusus untuk menjadi alat transportasi semua cucunya, bahkan Sia pun mendapat jatah tempat duduk dan akan kosong jika gadis itu tak ikut serta.

"Semalam bergadang?" tanya Jordy.

"Menemani Ayah lihat pertandingan bola."

Jawaban singkat Bima, sukses membuat Jordy bungkam, karena teman seangkatannya itu memang selalu berusaha jadi anak yang baik. Dia tak pernah mengeluh atas apapun jika itu menyangkut kedua orang tuanya.

Semua yang ada di mobil itu kecuali Albert, sangat tahu prinsip Bima. Bahagiakan orang tuamu selagi mereka masih ada.

Jangan heran kenapa tubuhnya gemuk begitu, karena apapun yang ibunya masak, Bima lah yang menghabiskan. Jordy tahu apa alasannya, Indah dan Albert sudah berumur, dan Bima baru berusia tujuh belas tahun. Jadi Bima pikir, saat nanti usianya masuk ke usia matang, mungkin dia sudah tidak bisa merasakan kasih sayang kedua orang tuanya lagi.

"Umur Rasulullah saja, hanya sampai 63 tahun. Sedangkan Ayah sama Ibu sudah lewat dari itu. Jadi, gue tahu bahwa mereka nggak akan lama nemenin gue di dunia ini. Selama mereka masih ada, sama gue, selama itu juga gue bakal berusaha buat jadi anak baik dan bahagiain mereka. Masakan Ibu, mungkin nggak bisa gue nikmati setengah dari usia gue nanti." Itulah kata Bima jika ada yang bertanya soal kenapa dia abai pada bentuk badannya.

"Kita sudah sampai, bangun Kak Bim!" Jordy menepuk bahu Bima yang lalu mendengus kesal padanya, terlihat sekali bahwa dia masih ngantuk. "Iya, kalo gitu, pulang lagi saja sama Opa."

Romantic Rhapsody  ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang