"Tania! Lepasin gue!" Sean mencoba menepis dua tangan yang melingkar di lehernya. Namun dasar Tania bebal, seolah tak peduli meski Sean terdengar tak menyukai itu.
"Apaan sih, Sean? Bukannya seneng dipeluk sama Ratu Kampus!" Tania makin mengeratkan pelukannya.
Sean bukannya tak bisa bersikap lebih kasar, tapi dia ingat bahwa sedang berada di tempat umum sekarang. Pemuda berambut gondrong itu tak ingin mempermalukan wanita itu.
"Gue ngeri sama dosanya, Tan. Lepasin gue, jika lo nggak mau kejadian malam itu terulang lagi."
Tangan ramping itu pun mengendur lalu perlahan terangkat dari leher Sean. Tania tak lupa di malam Sean membawanya ke rumah Albert karena kalah balapan motor saat melawan Sandro. Ketika pulang dari rumah megah itu, Sean menyentak tangannya yang tengah memeluk lengannya hingga gadis itu terduduk di tanah. Untung saja tak ada yang melihat kejadian itu, jika ada, pamornya sebagai ratu kampus akan langsung turun seketika.
Saat ini dia di tempat umum, jadi Tania tak ingin mempermalukan dirinya di sini. "Iya gue lepas tangan gue, tapi bukan berarti gue mau lepasin lo!" bisik Tania, lalu menjauh dari Sean dan berdiri di samping sepupunya.
"Hai, Bro!" sapa Sandro pada Sean. Namun pemuda itu abai saja pada sapaannya dan tetap memakan nasi goreng yang sebentar lagi tandas itu. "Budeg ya, lo!" Sandro menggeram dan tangannya mengepal. Sepertinya sepupu Tania itu ada masalah dengan pengendalian emosinya.
"Gue nggak wajib ngejawab sapaan lo," jawab Sean santai. Lalu memberikan piring kosongnya pada Zian yang juga sudah selesai makan. "Lo bayarin dulu, lain kali gue yang traktir."
Zian tahu bahwa Sean sedang ada sedikit urusan dengan rival bebuyutannya yang kini tengah geram itu. "Jangan berantem, ya!" titah Zian sebelum membawa dua piring kosong di tangannya.
"Berani tanding malam ini?" tanya Sandro seraya duduk bersila di depan Sean.
"Gue ada urusan. Dan mungkin, sudah nggak tertarik lagi tanding sama tukang ngancem kayak lo." Sean mengambil jaket kulit warna hitam miliknya yang tergeletak di sampingnya, lalu menyesap sisa kopi dalam cangkirnya kemudian berdiri. "Bunda nglarang gue pulang malam lagi. Gue pergi."
Sandro benar-benar Sean abaikan, dan pemuda itu terlihat tidak suka. Rasanya menjadi rival Sean sudah amat sangat dia nikmati, jadi dia menolak diputuskan sepihak oleh Sean.
"Berhenti lo!" Sandro memaku langkah Sean dengan bentakan kerasnya, hingga beberapa penikmat nasi goreng terganggu dan menoleh ke arah asal suara tinggi itu. "Lo nantangin gue. Gue artikan sikap lo akhir-akhir ini yang sudah tak penurut lagi adalah lampu hijau dari lo agar gue masuk ke hidup lo sebagai pengacau." Sandro berdiri, dan entah pergi kemana wanita yang tadi diboncengnya tadi. Dia mengedarkan pandang, ternyata Tania sedang berbicara dengan seseorang di ponselnya. Lalu melanjutkan kata-katanya, "oke. Gue masuk! Lo bakal kacau, teman!" ancamnya.
Sean berbalik, memasukkan tangan kanannya ke dalam saku, lalu berjalan mendekat pada Sandro. Dia tak gentar, seolah saat ini ancaman Sandro bukanlah apa-apa. Dia menyesali kenapa baru tegas pada Sandro sekarang, kenapa tak dari dulu. Jika Sean menghitung, sudah sejak sejak SMA dia telah menjadi budak pemuda yang sedang menatapnya kesal itu.
"Gue nggak heran. Lo 'kan emang pengacau. Satu-satunya keahlian lo adalah melakukan hal itu. Seolah tak rela jika cuma hidup lo aja yang kacau, jadi, semua orang lo ganggu. Lo ancem biar nurut sama lo. Gue akui, sekian tahun gue emang bodoh karena nurut sama lo. Tapi, sekarang nggak lagi. Hidup ini punya gue. Jika ada yang mengusik, gue tak akan tinggal diam."
"Termasuk soal ... adik kesayangan lo?" Sandro menyeringai usai menyebut adik kesayangan. Sia adalah kartu as-nya.
"Termasuk dia." Sean tersenyum menantang, seolah rasa takut sudah dia tinggalkan sejak dia putuskan untuk mengejar Sia. "Semoga beruntung. Gue pergi." Sean menepuk bahu Sandro perlahan lalu berbalik dan meninggalkan Sandro yang menatap punggungnya dengan sorot mata diselubungi amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Rhapsody ✔ TERBIT
RomanceSquel Mayang Senja Memiliki keluarga yang kaya raya sungguh membuatnya menjalani hidup nyaris sempurna. Hidupnya bak tak pernah ada kerikil sejak dia lahir hingga berstatus maba di sebuah kampus ternama. Hingga suatu pagi, putri sulung Mayang Senja...