Prolog

4.3K 302 52
                                    

Bangunan ini terlalu besar jika disebut rumah, namun jika disebut istana tapi yang menghuni bukan raja yang sebenarnya. Pemiliknya adalah seorang pria berusia 70 tahun, namun masih berjiwa muda dan sehat bugar.

Alberto Andika Tama, raja perhotelan negeri ini. Bukan artis tapi hampir semua penduduk Jakarta tahu dia, juga mengenal beberapa orang di sekitar pria itu.

Hari ini Albert menggelar makan malam, yang akan dihadiri semua anggota keluarganya. Keluarga putri sulungnya, Mayang Senja. Juga keluarga keempat putri angkatnya dan para sahabat mereka juga.

Rumah yang biasanya hanya berpenghuni tiga keluarga inti ditambah beberapa asisten rumah tangga, sopir, satpam, juga tukang kebun itu, malam ini akan ramai dengan semua cucu yang dipastikan hadir.

"Assalamu'alaikum, Ayah." ini dia putri sulungnya datang. Wanita cantik yang tak pernah terlihat jelek itu menyalami lalu memeluknya dengan senyum khas yang dia miliki. Senyum yang kata menantunya___Ibram Narendra sama dengan senyum yang Albert miliki.

"Cantiknya Ayah sudah datang, mana kedua cucu ayah?"

"Ibram nggak dicariin juga?" dengus pria yang menggenggam tangan wanita yang sedang Albert tanya.

"Bosan sama kamu. Tiap hari juga ketemu kalo di kantor." Jawab Albert tak kalah sewot. Dua pria itu kalo sudah bertemu, maka hanya akan berdebat khas anak kecil dan tak malu untuk berebut perhatian Mayang. Sudah sejak dulu begitu, nampaknya akan tetap begitu.

"Siapa suruh jadiin Ibram pengganti Ayah. Jadi ketemu Ibram tiap hari itu adalah resikonya, Tuan Albert."

"Terserah! Siapa suruh kamu jadi menantu ayah. Jadi, kalo kamu yang nerusin bisnis ayah itu resikonya." balas Albert.

"Kalian ya, kalo sudah ketemu udah kayak kucing sama tikus." Seorang wanita seumuran Albert datang bergabung di ruang keluarga bak balroom hotel itu. Saking luas dan megahnya. Istri Albert, Indah Maharani.

"Ayah tikusnya, Bu. Ibram kucingnya aja nggak papa deh!"

Indah dan Mayang hanya tertawa mendengar pernyataan Ibram yang selalu berhasil membuat Albert mendengus kesal.

"Assalamu'alaikum, Opa!" salam dari dua orang yang baru masuk bersamaan. Putri sulung Mayang yang biasa dipanggil Sia, dan satu lagi putra keduanya yang biasa dipanggil Al.

"Cucu kesayangan opa. Sini peluk pria tua tapi tetap keren ini."

Kedua cucu pun menghambur untuk memeluk Albert yang sudah merentangkan kedua tangannya.

"Ayah, selalu saja lebay begitu," dengus seseorang yang datang lalu memeluk Indah dari belakang. Putra Albert dan Indah, Bima.

"Gendut! Sini peluk ayah juga!"

"Nggak mau, mending peluk Ibu," pelajar SMA berbadan gemuk itu tetap menempel pada Indah meski sang Ayah dikuasai oleh kedua anak kakak perempuannya.

"Kak Bim, lebih sayang Oma daripada Opa. Al pikir, itu karena Opa suka ngatain Kak Bim gendut." ujar pelajar SMP yang sudah melepas pelukannya pada sang Opa.

"Kenyataannya dia memang gendut, coba lihat perutnya? Bahkan perut opa serata ini, tapi dia yang masih muda malah nggak bisa sekeren badan opa."

"Itu karena Bim, nggak suka buang makanan apalagi yang Ibu masak. Istri Ayah ini, masakannya tidak ada yang menandingi kelezatannya, bahkan semua chef di hotel yang Ayah punya." Bima makin mengeratkan pelukannya pada tubuh Indah lalu menciumi pipi keripit ibunya.

Indah tersenyum sambil mengusap rambut anak bungsunya yang bersandar di bahunya dengan sayang. "Tuh, yang lain sudah pada datang!"

Ucapan Indah membuat semua mata tertuju pada arah pintu utama rumah megah itu.

Romantic Rhapsody  ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang